Satu hal yang tidak boleh hilang dari kita adalah semangat belajar. Belajar adalah laku seumur hidup. Jangan lelah untuk belajar. Ingat perkataan Imam Asy-Syafii:
“Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan.”
Kebodohan adalah musuh kita bersama. Oleh sebab itu, perintah awal yang termaktub dalam Al-Qur’an adalah iqra’, bacalah. Islam hadir membawa misi mulia, yakni mengentaskan segala macam bentuk kebodohan.
Keunggulan Manusia
Manusia adalah makhluk spesial yang Allah ciptakan. Tidak ada makhluk yang Allah anugerahkan akal pikiran selain kepada manusia. Maka, di sinilah kita menemukan relevansi antara perintah iqra’ itu dengan akal pikiran yang ada pada diri manusia.
Sementara makhluk lain seperti malaikat dan iblis, mereka malah diperintahkan Allah untuk bersujud, dalam arti memberi penghormatan kepada manusia, dalam hal ini diwakili Adam sebagai manusia pertama.
Mengapa malaikat dan iblis diperintahkan bersujud kepada Adam?
Boleh jadi, salah satu di antaranya adalah karena Adam diberi pengetahuan oleh Allah. Malaikat mau bersujud, tapi iblis enggan. Sebab, iblis merasa dirinya lebih mulia dibanding Adam. Bagi iblis, proses penciptaan dirinya jauh lebih hebat daripada Adam, Adam dari tanah, sementara ia dari api.
Satu hal yang tidak disadari iblis, bahwa ia tidak memiliki kemampuan untuk menyerap pengetahuan. Jangankan menyerap pengetahuan, menaati perintah Allah agar memberi penghormatan kepada Adam pun iblis tidak mau, malah menyombongkan diri.
Tidak diberi pengetahuan saja iblis sombong, bagaimana nanti jika diberi pengetahuan? Tidak seperti malaikat yang taat pada perintah Allah, meskipun malaikat sempat mempertanyakan maksud Allah hendak menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Sebab, malaikat pada awalnya tidak yakin dengan kemampuan manusia dalam mengelola kehidupan di muka bumi.
Boleh jadi karena memang malaikat sebelumnya pernah menyaksikan ada makhluk sebelum Adam yang Allah ciptakan lebih dulu di muka bumi yang kerjanya hanya merusak saja. Malaikat khawatir, hal serupa itu terjadi pada diri manusia.
Mungkin pengalaman inilah yang membuat malaikat bertanya tentang maksud Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Akan tetapi, Allah menegaskan bahwa Dia lebih mengetahui apa yang tidak diketahui malaikat.
Benar-benar tidak seperti yang dicemaskan malaikat, justru Allah membekali Adam dengan seperangkat pengetahuan. Lalu malaikat pun menyaksikan dan mengakui bagaimana dahsyatnya pengetahuan yang dimiliki Adam.
“Mereka berkata: ‘Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana’.”, (QS. 2: 32)
Inilah bentuk ketundukan malaikat kepada Allah dan penghormatannya kepada Adam.
“Dia (Allah) berfirman: ‘Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!’. Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia (Allah) berfirman: ‘Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan’.
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’. Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.” (QS. 2: 33-34)
Di situlah kita melihat bahwa Adam dimuliakan bukan karena asal penciptaannya dari saripati tanah. Allah sama sekali tidak menyebutkan bahwa Adam itu menjadi mulia karena ia diciptakan dari saripati tanah.
Tapi, kemuliaan Adam terletak pada kelebihan pengetahuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, orang yang berilmu diangkat derajatnya oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: “…niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”, (QS. 58: 11).
Maka, hal ini menjadi pelajaran dan hikmah buat kita, bahwa asal-usul keturunan bukan faktor yang menyebabkan kita menjadi mulia. Tidak ada gunanya membangga-banggakan asal-usul keturunan, pangkat kedudukan, harta, atau lain-lainnya jika diri ini tidak kita bekali dengan ilmu pengetahuan.
Apalah artinya asal-usul keturunan, pangkat jabatan, dan harta itu jika kebodohan masih melekat dalam diri kita? Oleh sebab itu, penyakit suka membangga-banggakan itu harus kita buang jauh-jauh dari diri kita. Sebab, kita bukan iblis yang merasa mulia hanya karena diciptakan dari api.
Menuju Peradaban Unggul
Belajar adalah laku istimewa. Saking istimewanya, laku belajar itu Allah jadikan jalan kemudahan bagi kita menuju ke surga-Nya. Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Barang siapa menempuh jalan yang dimanfaatkan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju ke surga”.
Tidak hanya sampai di sini, Nabi Muhammad SAW melanjutkan:
“Dan malaikat pun membentangkan sayapnya untuk penuntut ilmu karena puas dengan apa yang diperbuatnya. Bahkan, penghuni langit dan bumi sampai ikan yang ada di lautan itu senantiasa memintakan ampun untuk mereka.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Maka, jangan sia-siakan waktu yang kita miliki tanpa belajar, belajar, dan belajar. Kalau bisa, jadikan setiap kesempatan waktu yang kita miliki dalam rangka mencari ilmu.
Saya pernah mendengar salah satu ceramah Gus Baha’. Gus Baha’ bercerita bahwa ada seorang yang sudah sangat sepuh tapi ia masih mau menghafal Al-Qur’an.
Saat ditanya, kenapa masih mau menghafal Al-Qur’an mengingat secara usia sudah sangat sepuh? Seorang yang sudah sepuh itu menjawab bahwa ia ingin di sisa-sisa umurnya itu tetap berada dalam kondisi menuntut ilmu sehingga upayanya menghafal Al-Qur’an sampai maut datang adalah sebagai jalan kemudahan baginya menuju ke surga.
Sahabat! Spirit iqra’ harus selalu kita gelorakan setiap saat. Boleh jadi, ketertinggalan dan keterbelakangan kondisi kita saat ini adalah karena melemahnya spirit iqra’ itu. Ingat, spirit iqra’ inilah yang dibawa Nabi Muhammad SAW dalam mengentaskan segala macam bentuk kebodohan pada masa itu.
Energi iqra’ yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu mampu mencerahkan peradaban umat manusia, mengeluarkan umat manusia dari kegelapan menuju kepada cahaya. Jika spirit iqra’ itu padam, maka bersiaplah kembali pada kegelapan dan kegagapan dalam menyongsong peradaban. Semoga itu tidak terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H