Mohon tunggu...
Abdur Rauf
Abdur Rauf Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIQ Kepulauan Riau

Aku berkarya, maka aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tadabur QS. At-Takatsur Ayat 1-8: Implikasi Gaya Hidup Flexing

5 Januari 2025   14:35 Diperbarui: 5 Januari 2025   14:31 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari demi hari terus berlalu begitu cepat. Tak terasa, kemarin-kemarin rasanya umur kita baru belasan tahun, eh, sekarang sudah dua puluhan atau bahkan tiga puluhan tahun. Umur itu semakin hari semakin menua.

Begitulah siklus kehidupan kita. Hingga akhirnya kita sampai pada puncak kehidupan. Al-Qur’an menyatakan: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”, (QS. 29: 57). Pertanyaannya, saat kembali kepada Allah, bekal apa yang akan kita bawa?

Boleh jadi, banyak di antara kita terlalu sibuk dengan urusan dunianya. Mati-matian memperjuangkan dunia. Bahkan, menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan dunia. Menumpuk harta, bermegah-megahan, gaya hidup yang hedonis, dan seterusnya.

Saling sikut demi mengejar sebuah jabatan. Setelah naik jabatan, kelakuan semakin menjadi-jadi, berlaku sewenang-wenang terhadap orang lain, bawahannya diperlakukan seperti budak, kacung, jongos. Berdagang, tapi berlaku curang terhadap customer. Hal itu dilakukan semata-mata untuk mengeruk keuntungan materi. Itulah tanda-tanda orang yang kemaruk terhadap dunia.

Tidakkah mereka membaca peringatan keras dari Allah ini:

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. 102: 1-8)

Ancaman Allah itu begitu nyata bagi mereka yang suka bermegah-megahan terhadap hartanya, kedudukannya, kemuliaannya, anak keturunannya, dan sebagainya. Tetapi tetap saja, mereka tuli, buta, dan keras hatinya seperti batu sehingga mereka tidak dapat mendengar, melihat, merasakan, dan memahami petunjuk serta bimbingan Allah.

Di otak kepala mereka hanya memikirkan kenikmatan-kenikmatan duniawi saja. Mereka lupa bahwa dunia ini fana, suatu saat kelak dunia yang mereka bangga-banggakan dan megah-megahkan ini niscaya akan ditinggalkannya, lalu tidak memberikan kepadanya manfaat sedikit pun untuk kehidupan setelah mati. Mereka sibuk memikirkan bagaimana caranya agar bisa hidup enak, tapi mereka lupa memikirkan bagaimana caranya menutup kehidupan di dunia ini dengan husnul khatimah.

Semoga kita dijauhkan dari watak dan perilaku yang demikian itu. Berdoalah setiap saat agar Allah senantiasa mencurahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kita.

“Ya Allah! Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. 1: 6-7).

Setiap saat doa ini kita ucapkan dalam shalat. Oleh sebab itu, orang-orang yang kualitas shalatnya baik, maka baik pulalah segala perkataan, sifat, dan perilaku yang keluar dari dalam dirinya. Sebagaimana Al-Qur’an juga mengisyaratkan: “Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”, (QS. 29: 45).

Mempersiapkan Bekal Akhirat

Kembali lagi ke pertanyaan awal tadi, bekal apa yang akan kita bawa ketika kelak menghadap Allah? Seharusnya, inilah yang paling urgen yang wajib kita pikirkan. Sebab, bekal ini pulalah yang akan memberatkan timbangan kebaikan kita kelak.

Orang Mukmin itu orientasi kehidupannya ialah akhirat, karena mereka sadar bahwa kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Akan tetapi, hal ini tidak berarti mereka mengabaikan atau melupakan kehidupan di dunia. Dunia bagi orang Mukmin adalah ladang mereka untuk beramal saleh dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Di akhirat kelak mereka akan menikmati hasilnya sebagai ganjaran dari Allah Yang Maha Rahim.

Perhatikan ayat berikut ini, Allah berfirman: “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat”, (QS. 2: 197).

Apa bekal yang akan kita bawa ketika kembali kepada Allah? Jawabannya: takwa. Takwa sederhananya adalah menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Takwa juga dapat berarti memelihara hubungan baik dengan Allah. Orang-orang yang bertakwa akan senatiasa menjaga dan memelihara dirinya dari melakukan hal-hal yang mendatangkan kemurkaan Allah. Kecintaan dan ketaatan mereka kepada Allah melebihi segala-galanya.

Ubay bin Ka’ab dalam suatu riwayat pernah mengilustrasikan takwa itu seperti orang yang sedang berjalan di atas jalanan yang penuh dengan duri-duri. Ketika kita dihadapkan dengan kondisi jalan yang demikian, apa yang akan kita lakukan?

Tentu saja, kita akan ekstra hati-hati agar kaki kita jangan sampai menginjak duri-duri tersebut. Nah, itulah takwa, yakni kewaspadaan dan kehati-hatian. Kecerobohan tidak menggambarkan watak ketakwaan, apalagi terhadap hal-hal yang fatal yang berimplikasi pada kemudharatan bagi kehidupan seseorang.

Ilustrasi di atas hendak mengingatkan kita, bahwa kehidupan di dunia ini "juga banyak duri-durinya". Duri-duri dunia itu banyak sekali, misalnya harta, tahta, manusia (untuk tidak mengatakan wanita, sebab laki-laki juga bisa menjadi duri-duri dunia), keturunan, dan kenikmatan-kenikmatan dunia lainnya.

Semua itu dapat menjadi ancaman bagi kita, jika tidak kita kelola dengan baik dan sesuai dengan tuntunan agama. Seringkali hawa nafsu menggiring dan menjerumuskan kita ke dalam lingkaran duri-duri dunia itu tadi. Oleh sebab itu, kita mesti waspada dan berhati-hati terhadap duri-duri dunia tersebut, jangan sampai kita ceroboh dan terinjak yang dapat mengakibatkan kita terperosok dalam gelapnya kehidupan duniawi.

Bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang memiliki akal sehat. Hanya orang-orang yang akalnya sakitlah nekad menempuh jalan yang berseberangan dengan jalan takwa. Bermegah-megah dan berbangga-bangga dengan kehidupan dunia adalah tanda orang yang sakit akalnnya. Kalau tidak segera berobat, maka bertambah sakitlah akal itu, lama-lama bisa gila, gila akan kemegahan dunia.

Obatnya adalah dengan tobat. Mohon ampunlah kepada Allah. Sadarilah, bahwa apa yang telah ditempuh itu adalah jalan yang salah. Jalan yang menuntunnya kepada neraka Jahim, seperti yang disebut dalam QS. At-Takatsur di atas tadi. Bersegeralah memohon ampunan Allah dan meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima Tobat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun