Saya pernah membaca satu artikel. Dalam artikel itu disebutkan bahwa orang-orang di Okinawa, Jepang, dikenal memiliki umur panjang dan hidup bahagia.Â
Banyak di antara mereka di sana yang hidup berusia 100 tahun lebih. Lalu, para ilmuwan mencoba mencari tahu apa rahasianya. Ternyata, mereka mengamalkan konsep yang disebut sebagai ikigai.Â
Ikigai, sebagaimana dijelaskan dalam artikel tersebut, ialah alasan hidup. Tujuan yang ada di kepala setiap kali mereka bangun tidur. Apa pun kedudukan mereka dalam struktur kehidupan di masyarakat, apa pun profesi yang mereka jalani, orang-orang Okinawa tahu bahwa hidup itu harus bermakna.
Korelasi Ikigai dan Doa ini
Konsep ikigai ini mengingatkan saya kepada satu doa. Doa itu berbunyi:Â
"Allhumma ashli l dn al-ladz huwa 'ishmatu amr, wa ashli l dunyya al-lat fh ma'sy, wa ashli l khirat al-lat fh ma'd, waj'ali al-ayta ziydatan l f kulli khayr, waj'ali al-mawta ratan l min kulli syarr."
Artinya:
"Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang ia (agama) adalah penjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang di dalamnya aku hidup, dan perbaikilah bagiku akhiratku yang ke dalamnya aku kembali, dan jadikanlah hidup sebagai tambahan bagiku dalam setiap kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai (istirahat) bagiku dari segala keburukan."
Saya tidak tahu apakah konsep ikigai yang diamalkan orang-orang di Okinawa itu terinspirasi dari doa di atas atau tidak. Menurut saya, konsep ikigai itu ada di dalam doa tersebut.
Di dalam doa itu disebutkan alasan mengapa kita harus hidup. Pertama, memelihara agama (hifdhz al-dn). Kedua, memelihara jiwa (hifdhz al-nafs). Ketiga, kebermanfaatan hidup. Dan di ujung doa ditegaskan bahwa kematian adalah sebagai peristirahatan dari segala keburukan.Â
Inilah konsep ikigai bagi seorang Muslim. Bagi seorang Muslim, apalah arti kehidupan itu jika tidak berjuang untuk kemaslahatan agama, kemaslahatan hidup dunia dan akhirat, serta menebar kemanfaatan.
Selama kita masih dalam koridor itu, maka selama itu pulah Allah takdirkan kehidupan untuk kita. Tapi sebaliknya, jika hidup kita tidak membawa manfaat untuk agama, jiwa, dan kehidupan, maka kematian adalah cara Allah menutup segala pintu keburukan bagi kita.Â
Oleh sebab itu, kematian bukanlah hal yang mesti kita takutkan selama kita masih berada dalam koridor alasan hidup itu. Tapi justru, kehidupan itulah yang harus kita takuti jika hidup yang kita jalani keluar dari koridor alasan hidup itu.Â
Maka, Nabi Muhammad SAW pun mendorong kita agar hidup menebar manfaat, sebagaimana disampaikan dalam hadisnya: "Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermafaat bagi orang lain".
Cita-Cita adalah Alasan Hidup
Saya yakin, setiap kita pasti punya cita-cita. Cita-cita adalah salah satu di antara alasan kita hidup. Sebab, cita-cita menuntut kebulatan tekad, perjuangan, ketekunan, dan kesabaran.Â
Mereka yang tidak punya tekad, tidak mau berjuang, tidak mau bersabar dalam perjuangan, dan malas-malasan adalah orang-orang yang tidak memahami tujuan hidup.Â
Maka, diam berarti mati, sekalipun berjasad. Sementara mereka yang sungguh-sungguh berjuang dalam meraih cita-cita adalah mereka yang memahami mengapa harus hidup.Â
Cita-cita adalah perjuangan menuju manusia yang bermanfaat. Cita-cita itu harus tetap kita kontrol agar ia tetap berada dalam koridor memelihara agama, memelihara jiwa, dan menebar kemanfaatan bagi kehidupan.Â
Alasan-alasan ini harus kita pelihara dan pertahankan dalam hidup kita. Alasan hidup inilah yang membuat kita terus semangat menjalani kehidupan yang sarat tantangan ini.
Memahami Tujuan Hidup
Konsep ikigai yang termuat dalam doa di atas tadi tidak akan berarti apa-apa jika kita tidak memahami apa tujuan hidup, lalu berjuang untuk mencapai tujuan hidup itu.Â
Orang yang tidak memahami tujuan hidup niscaya tidak akan menemukan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan. Maka, kenalilah siapa diri kita. Dari mana kita berasal dan untuk apa kita diciptakan.Â
Ada ungkapan: "Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya". Jika sudah mengenal Tuhan, maka akan tahulah kita, untuk apa kita diciptakan. Begitulah cara kita mengetahui alasan hidup itu.
Sebenarnya kita beruntung punya Al-Qur'an. Al-Qur'an itulah yang memberikan kita tuntunan dalam menjalani kehidupan.Â
Mereka yang mengikuti petunjunk Al-Qur'an niscaya hidupnya akan selamat dunia dan akhirat. "Wa al-salmu 'al man ittaba'a al-hud. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk", (QS. 20: 47).
Orang-orang yang berpegang kepada petunjuk Al-Qur'an tidak akan pernah kehilangan tujuan hidup. Hidupnya selalu diorientasikan dalam rangka pengabdian kepada Allah. Sebab, mereka tahu bahwa tujuannya diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah.Â
Sebagaimana Al-Qur'an menegaskan: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku", (QS. 51: 56).Â
Inilah core utama alasan hidup kita. Cita-cita kita harus kita ejawantahkan dalam rangka beribadah kepada Allah. Dengan demikian, perjuangan (mujahadah) kita dalam meraih cita-cita tersebut akan bernilai amal saleh di sisi Allah SWT, insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H