“Hiduplah bersama Al-Qur’an, baik dengan cara menghafal, membaca, mendengarkan, atau merenungkannya. Sebab, ini merupakan obat paling mujarab untuk mengusir kesedihan dan kedukaan”, demikian tulis Dr ‘Aidh Al-Qarni dalam buku La Tahzan.
Sebagai Mukmin, kita tahu, bahwa Al-Qur’an adalah pedoman hidup kita. Al-Qur’an adalah nur, yang memberikan pencerahan, pedoman, dan suluh dalam kehidupan kita.
Maka, kita nggak boleh jauh dari Al-Qur’an. Jika hidup kita jauh dari Al-Qur’an, niscaya seperti orang yang berjalan dalam kegelapan, tidak tahu arah tujuan.
Al-Qur’an menunjukkan kita kepada jalan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, Al-Qur’an wajib kita imani, baca, pahami, amalkan, dan ajarkan.
Nabi mengakatakan: “Sebaik-baik manusia adalah yang memperlajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”.
Membaca Al-Qur’an memberi keberkahan. Dengan membacanya, niscaya keberkahan dan ganjaran pahala istimewa pula yang akan kita dapatkan.
Sesungguhnya, tidak ada bacaan lain yang lebih baik dari membaca Al-Qur’an. Zikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Bahkan, mendengarkannya pun berpotensi mengundang turunnya rahmat Allah kepada kita.
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu memperoleh rahmat”, (QS. 7: 204).
Maka, lidah kita tak boleh kering tanpa dibasahi dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an, mata kita tak boleh tertutup dari memandang keindahan ayat-ayat Al-Qur’an, telinga kita tak boleh alfa tanpa mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, raga kita tak boleh jauh tanpa menghadiri majelis Al-Qur’an, dan laku kita tak boleh lengah dari bimbingan Al-Qur’an.
M Abdullah Darraz menuturkan:
“Al-Qur’an bagaikan intan; setiap sudutnya memancarkkan cahaya yang berbeda dari apa yang terpancar dari sudut-sudut lain. Dan tidak mustahil, jika Anda mempersilakan orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak ketimbang apa yang Anda lihat.”
Nabi pun mengatakan:
“Al-Qur’an adalah jamuan Tuhan. Rugilah orang yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan yang lebih rugi lagi yang hadir tetapi tidak menyantapnya.”
Potret Ulama Bersama Al-Qur'an
Sahabat! Berapa jam sehari waktu kita untuk Al-Qur’an? Kita akan kagum melihat potret para ulama dalam hal interaksi mereka dengan Al-Qur’an. Salah satunya adalah Buya Hamka.
Menurut penuturan dari pihak keluarganya, Buya Hamka itu tidak kurang lima jam sehari dalam membaca Al-Qur’an. Berarti, bisa saja lebih dari lima jam sehari di waktu yang lain.
Intensitas waktunya yang cukup tinggi terhadap Al-Qur’an itulah yang kemudian menghasilkan karya monumentalnya, yakni Tafsir Al-Azhar, yang ia selesaikan semasa di penjara.
Buya Hamka adalah salah satu ulama yang dipilihkan Allah memiliki kemampuan yang mendalam untuk menyelami makna-makna Al-Qur’an. Tentu pilihan Allah itu juga melihat bagaimana upaya seseorang dalam memberikan perhatian penuh terhadap Al-Qur’an.
Jiwa Buya Hamka dibasuh dengan kesucian ayat-ayat Al-Qur’an sehingga memancarlah cahaya berlian Al-Qur’an itu dalam dirinya. Cahaya berlian dari pancaran Al-Qur’an itu diejawantahkannya melalui Tafsir Al-Azhar.
Potret Buya Hamka ini dapat menjadi teladan bagi kita. Memberikan perhatian penuh terhadap Al-Qur’an.
Berapa durasi waktu dalam sehari yang kita curahkan untuk Al-Qur’an? Jangan sampai waktu yang 24 jam itu kita lewati tanpa sejam pun berinteraksi dengan Al-Qur’an. Rugi sekali. Bak hidangan, maka rugi tidak menyantapnya.
Meminjam kata-kata dosen saya semasa kuliah dulu, beliau Prof Muhammad Chirzin, Guru Besar Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga: "Rengkuhlah Al-Qur’an itu agar kita direngkuh pula oleh Pemilik Al-Qur’an".
Berapa banyak waktu yang kita curahkan untuk Al-Qur’an, maka sebanyak itu pulalah pancaran cahaya berlian dari Al-Qur’an menerobos masuk ke dalam diri kita.
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang Mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapatkan pahala yang besar”, (QS. 17: 9).
“Dan ini adalah Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah, dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat”, (QS. 6: 155).
Al-Qur’an itu obat pelipur lara. Saat jiwa kita terasa gundah, Al-Qur’an-lah datang menghibur dan memberikan kabar gembira.
Bersahabatlah dengan Al-Qur’an, niscaya Al-Qur’an akan membuka segala rahasianya. Sebagai sahabat, tentu saja, tidak akan sungkan mencurahkan segala isi hatinya.
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian”, (QS. 17: 82).
Semoga perhatian kita terhadap Al-Qur’an semakin besar. Saya juga berharap, semoga kita suatu saat kelak dapat memantulkan secercah cahaya berlian Al-Qur’an itu dalam bentuk karya-karya yang menggugah hati dan membimbing penikmatnya ke jalan yang dikehendaki Al-Qur’an. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H