Spirit hijrah Nabi Muhammad SAW harus kita bawa dalam konteks kehidupan kita. Esensi dari spirit hijrah itu adalah membangun kekuatan, baik pada aspek internal maupun aspek eksternal. Hijrah Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah adalah dalam rangka membangun kekuatan itu.
Pada aspek internal, Nabi Muhammad SAW mengokohkan jiwanya dan kaum Muslimin dengan memperbanyak ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Membangun hubungan baik dengan Allah SWT dapat memberikan kekuatan bagi jiwa. Dengan demikian, iman yang menancap dalam dada kaum Muslimin akan semakin kokoh. Iman yang kokoh dapat menumbuhkan optimisme dalam menatap kehidupan.
Sementara pada aspek eksternal, Nabi Muhammad SAW mengatur strategi guna membangun kekuatan dari berbagai sektor, seperti militer, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, dalam masa 10 tahun atau dalam konteks demokrasi kita selama dua periode menjabat sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW berhasil membangun kekuatan itu dan mampu merebut kembali kota Makkah dari tangan-tangan penguasa yang tirani lagi zalim.
Saya kira, para pemimpin kita perlu membaca sejarah Nabi Muhammad SAW secara cermat guna mengambil hikmah dan pelajaran, khususnya dalam memimpin umat atau rakyat dan membangun negeri.
Maka, keliru jika ada yang mengatakan bahwa Nabi itu hanya pemimpin agama. Kita tegaskan bahwa Nabi tidak hanya pemimpin agama, tapi beliau juga kepala negara, pemimpin militer, dan sebagainya.
Satu hal yang harus kita teladani dari Nabi Muhammad SAW, yaitu sikap egaliteriannya, meskipun segala atribut kebesaran itu ada pada dirinya. Nabi Muhammad SAW tetap sederhana dan merakyat.
Saya kira, ini juga menjadi kunci kesuksesan Nabi Muhammad SAW dalam memimpin. Oleh sebab itu, nilai-nilai keegaliterian ini harus kita kembangkan jika sewaktu-waktu kesempatan memimpin itu datang, apa pun bidang yang kita pimpin itu.
Spirit Hijrah Nabi dan Self Improvement
Baiklah, saya tidak ingin terlalu jauh menarik spirit hijrah Nabi Muhammad SAW ini dalam konteks kita membangun negara atau institusi lainnya. Tapi, saya ingin spirit hijrah Nabi Muhammad SAW ini menjadi penghayatan bagi kita dalam rangka pengembangan diri.
Hijrah pada hakikatnya adalah perubahan dari satu kondisi ke kondisi lainnya. Harapannya, dengan menghayati spirit hijrah Nabi Muhammad SAW ini dapat menumbuhkan motivasi dari dalam diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Siapa pun kita, saya yakin pasti punya mimpi, punya cita-cita hidup. Orang yang tak punya cita-cita hidup, tak perlu repot-repot, tak perlu bersusah payah membangun diri. Cukup diam saja di tempat.
Sampai waktu makan, makan. Sampai waktu tidur, tidur. Kalau pagi tiba, tunggu saja waktu sore. Kalau sore tiba, tunggu saja waktu pagi. Tak usah berbuat apa pun. Begitulah seterusnya sampai maut datang menjemput. Selesai.
Tapi, orang yang punya cita-cita hidup, ia akan berjuang dengan sungguh-sungguh, biarpun menggadai harta dan jiwa, demi meraih apa yang ia cita-citakan.
Maka, spirit hijrah Nabi Muhammad SAW itu harus kita bawa dalam berjuang menggapai cita-cita hidup. Bangunlah kekuatan yang ada pada diri kita, baik pada aspek internal maupun aspek eksternal.
Cita-cita yang besar haruslah dibarengi dengan upaya yang besar pula. Jika punya cita-cita besar, tapi tidak ada ikhtiar untuk meraihnya, maka tak ada bedanya dengan orang yang hanya tinggi angan-angan saja, orang sekarang bilang, ‘itu halu, bos!’!
Tidak ada cara lain yang mesti kita lakukan dalam meraih cita-cita hidup itu, melainkan dengan memperkokoh diri dengan ibadah. Shalat lima waktu jangan tinggal, kalau perlu tambah dengan shalat malamnya. Baca dan tadaburi ayat-ayat Al-Qur’an, perbanyak zikir menyebut nama Allah SWT. Rutin berpuasa sunah.
Bangun kebiasaan-kebiasaan baik. Semangat dalam menuntut ilmu. Perdalam wawasan dengan membaca buku. Berlatih menulis dalam rangka mengolah akal pikiran. Tingkatkan soft skill dengan mengikuti berbagai macam seminar dan pelatihan. Lakukanlah hal-hal yang mendekatkan kita kepada cita-cita hidup itu.
Sahabat! Waktu kita tidak banyak. Kalau kita tidak memanfaatkannya dengan baik, maka bersiaplah kita akan dilindas olehnya. Sebab, waktu itu berjalan cepat sekali. Kalau sudah berlalu, tak bisa kita tarik kembali.
Oleh sebab itu, Al-Qur’an menyatakan:
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. 103: 1-3)
Jika Allah sudah bersumpah, itu tandanya sangat serius sekali. Allah ingin supaya kita benar-benar memperhatikan dan fokus terhadap waktu. Maka, kita pun harus serius dalam menyikapi waktu itu.
Jangan sampai waktu yang ada kita sia-siakan. Tapi, manfaatkanlah waktu itu dengan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang membawa kemaslahatan hidup kita, baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat kita. Ingat, hidup kita cuma sekali.
Ingat pesan KH. Ahmad Dahlan yang diabadikan dalam catatan muridnya, KRH. Hadjid bahwa:
“Kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh: sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah?”
Sekarang tinggal kita pilih, mau bahagia atau sengsara?
Maka, spirit hijrah Nabi Muhammad SAW itu harus benar-benar kita jiwai dalam rangka meneguhkan perjuangan meraih cita-cita hidup kita. Lakukannlah perubahan itu. Jika tidak sekarang, kapan lagi? Jika bukan diri kita sendiri, siapa lagi?
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. 13: 11)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H