Allah itu Maha Baik, Maha Rahman dan Maha Rahim. Tapi, seringkali kemahabaikan, kemaharahmanan, dan kemaharahiman Allah itu kita perdayakan dan permainkan.
Saat bermaksiat ataupun melakukan perbuatan dosa, kita begitu pede dengan mengatakan bahwa Allah itu Maha Baik, Maha Rahman, dan Maha Rahim, sehingga ampunan Allah dengan mudah dapat kita terima.
Memang benar, pintu rahmat dan pintu tobat dari Allah itu selalu terbuka, bahkan sampai sebelum kiamat. Tapi, pantaskah kita mendapatkan kebaikan, keampunan, kerahmanan, dan kerahiman-Nya tanpa sedikitpun rasa takut (khauf) kepada-Nya?
Karena nggak ada rasa khauf itulah, kita cenderung mengentengkan kemaksiatan dan dosa yang telah kita lakukan.
Seharusnya, jika meyakini bahwa Allah itu Maha Baik, Maha Rahman, dan Maha Rahim, maka kita pun termotivasi untuk melakukan kebaikan, menebar cinta, dan berkasih sayang antar sesama.
Sebab, dengan kemuliaan sifat-sifat itu kita mengetahui bahwa Allah mencintai kebaikan. Maka, orang yang melakukan amal kebaikan niscaya akan dicintai Allah pula.
Begitupun dengan kemuliaan sifat Rahman dan Rahim-Nya, maka kita mengetahui pula bahwa Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas seluruh makhluk-Nya.
Oleh sebab itu, orang yang cenderung punya sifat pengasih dan penyayang ini niscaya akan dikasihi dan disayangi pula oleh Allah.
Maka, gemarlah berbuat baik, gemarlah menebar cinta, dan gemarlah berkasih sayang kepada sesama agar Allah mencintai kita. "Innallaha yuhibbul muhsinin". Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Sedangkan perilaku gemar bermaksiat dan berbuat dosa sangat tidak sejalan dengan keyakinan orang-orang yang meyakini kemuliaan sifat-sifat Allah tersebut.
Dan Allah membenci mereka yang melakukan perbuatan maksiat dan dosa itu, bahkan dalam kasus tertentu Allah murka dan melaknat mereka.
Maka, kita perlu berhati-hati dan mawas diri agar tidak tergolong ke dalam kelompok yang dibenci, dimurkai, dan dilaknat-Nya.
Di samping itu, kita perlu juga tafakur diri, sudahkah kemuliaan sifat-sifat Allah itu terinternalisasi dalam diri kita?Â
Kadang-kadang hidup kita ini kurang tafakurnya sehingga merasa diri sempurna, perfect, bersih dari dosa, dan sejenisnya.
Maka, orang yang nggak pernah bertafakur, hidupnya begitu-begitu saja, nggak ada peningkatan dalam hal kualitas diri. Oleh sebab itu, ada di antara ulama berkata bahwa bertafakur semalam lebih baik daripada ibadah seribu tahun.
Atau yang senada dengan itu, ada juga ulama berkata bahwa bertafakur sesaat lebih dicintainya daripada ibadah semalam suntuk. Hal itu menunjukkan betapa pentingnya bertafakur. Bertafakurlah!
Agar kualitas diri dan hidup kita meningkat, maka penting kita memperhatikan, merenungi, dan mentadaburi Al-Qur'an surat ke-59, QS. Al-Hasyr, ayat 18.
Allah mengingatkan kita supaya memperhatikan perbekalan kita untuk menghadapi hari esok. Sebagaimana Dia berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H