Apa pun yang terjadi, waktu terus berjalan. Nggak ada kesempatan buat me-reply waktu yang telah berlalu.
Maka, jangan main-main dengan waktu. Sedetik saja kita mempermainkannya, ia akan melibas kita. Menyesal pun nggak ada gunanya.
Oleh sebab itu, cara terbaik melewatinya adalah meminimalisasi aktivitas yang nggak bermanfaat dan nggak berdampak buat perbaikan diri kita.
Ketika akan mengerjakan sesuatu, hitunglah terlebih dahulu, ada manfaatnya atau tidak apabila dikerjakan. Sekiranya bermanfaat, lakukanlah. Sekiranya mudharat, tinggalkanlah.
Sederhana saja sebenarnya. Tapi, selalu saja dalam diri kita terjadi pertarungan antara sifat fujur dan takwa. Tarik menarik antara keduanya nggak bisa terhindarkan.
Maka, di situlah kita butuh ketangguhan iman sehingga takwalah yang keluar sebagai pemenangnya.
Kita selalu diingatkan tentang takwa ini. Sebab, takwa itulah bekal terbaik yang akan kita bawa kelak mengahadap Sang Khalik.
"Wa tazawwadū fa-inna khaira al-zādi al-taqwā, wattaqūni yā-ulil albāb."
"Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!" (QS. 2: 197).
Manusia dibekali dengan akal. Akal itulah yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lain. Orang yang berakal cenderung melakukan hal-hal yang baik, positif, dan bermanfaat.
Oleh sebab itu, jika ada manusia bertindak sebaliknya, yaitu melakukan hal yang tercela, negatif, dan mudharat, maka sama saja seperti orang yang nggak berakal. Maka, tindakan yang demikian itu boleh jadi menurunkan derajatnya sebagai manusia.
Di ujung ayat QS. 2: 197 di atas tadi, Allah menyebutkan kata takwa dan ulil albab. Seolah-olah Allah hendak menegaskan bahwa orang-orang berakal sehat (ulil albab) tidak mungkin melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai takwa.
Dengan demikian, mereka yang berakal sehat (ulil albab) semestinya juga mampu mengelola waktu dengan baik.
Maka, dapat kita katakan bahwa, paling tidak, ulil albab memiliki dua karakter, yaitu karakter takwa dan disiplin waktu.
Ulil albab senantiasa mengisi waktunya dengan aktivitas yang mengandung nilai-nilai ketakwaan.
Sementara orang-orang yang sakit akalnya cenderung ke arah fujur sehingga waktu yang dimilikinya berjalan dengan sia-sia. Mereka inilah kelompok manusia yang berada dalam kerugian. Rugi dunia dan rugi akhirat.
Maka, saat itulah penyesalan sudah tak berlaku lagi. Nggak ada gunanya sama sekali. Sengsaralah hidupnya akibat gagal mengelola waktu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI