Mohon tunggu...
Abdur Rauf
Abdur Rauf Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIQ Kepulauan Riau

Aku berkarya, maka aku ada. Buku Solo: 1. Di Bawah Renungan Al-Qur'an (2017). 2. The Good Muslim: Menjadi Muslim Berjiwa Kuat, Berakhlak Dahsyat, Berpribadi Hebat, dan Hidup Bermanfaat (2024). Buku Antologi: 1. IMM di Era Disrupsi: Membaca Kecenderungan Baru Gerakan (2022). 2. Kembali Berjuang (2023). 3. Mumpung Masih Muda: Spesial Quotes About Youth (2023).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karakter Ulil Albab

29 Desember 2024   15:30 Diperbarui: 29 Desember 2024   14:19 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa pun yang terjadi, waktu terus berjalan. Nggak ada kesempatan buat me-reply waktu yang telah berlalu.

Maka, jangan main-main dengan waktu. Sedetik saja kita mempermainkannya, ia akan melibas kita. Menyesal pun nggak ada gunanya.

Oleh sebab itu, cara terbaik melewatinya adalah meminimalisasi aktivitas yang nggak bermanfaat dan nggak berdampak buat perbaikan diri kita.

Ketika akan mengerjakan sesuatu, hitunglah terlebih dahulu, ada manfaatnya atau tidak apabila dikerjakan. Sekiranya bermanfaat, lakukanlah. Sekiranya mudharat, tinggalkanlah.

Sederhana saja sebenarnya. Tapi, selalu saja dalam diri kita terjadi pertarungan antara sifat fujur dan takwa. Tarik menarik antara keduanya nggak bisa terhindarkan.

Maka, di situlah kita butuh ketangguhan iman sehingga takwalah yang keluar sebagai pemenangnya.

Kita selalu diingatkan tentang takwa ini. Sebab, takwa itulah bekal terbaik yang akan kita bawa kelak mengahadap Sang Khalik.

"Wa tazawwadū fa-inna khaira al-zādi al-taqwā, wattaqūni yā-ulil albāb."

"Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!" (QS. 2: 197).

Manusia dibekali dengan akal. Akal itulah yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lain. Orang yang berakal cenderung melakukan hal-hal yang baik, positif, dan bermanfaat.

Oleh sebab itu, jika ada manusia bertindak sebaliknya, yaitu melakukan hal yang tercela, negatif, dan mudharat, maka sama saja seperti orang yang nggak berakal. Maka, tindakan yang demikian itu boleh jadi menurunkan derajatnya sebagai manusia.

Di ujung ayat QS. 2: 197 di atas tadi, Allah menyebutkan kata takwa dan ulil albab. Seolah-olah Allah hendak menegaskan bahwa orang-orang berakal sehat (ulil albab) tidak mungkin melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai takwa.

Dengan demikian, mereka yang berakal sehat (ulil albab) semestinya juga mampu mengelola waktu dengan baik.

Maka, dapat kita katakan bahwa, paling tidak, ulil albab memiliki dua karakter, yaitu karakter takwa dan disiplin waktu.

Ulil albab senantiasa mengisi waktunya dengan aktivitas yang mengandung nilai-nilai ketakwaan.

Sementara orang-orang yang sakit akalnya cenderung ke arah fujur sehingga waktu yang dimilikinya berjalan dengan sia-sia. Mereka inilah kelompok manusia yang berada dalam kerugian. Rugi dunia dan rugi akhirat.

Maka, saat itulah penyesalan sudah tak berlaku lagi. Nggak ada gunanya sama sekali. Sengsaralah hidupnya akibat gagal mengelola waktu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun