Oleh sebab itu, jika ada manusia bertindak sebaliknya, yaitu melakukan hal yang tercela, negatif, dan mudharat, maka sama saja seperti orang yang nggak berakal. Maka, tindakan yang demikian itu boleh jadi menurunkan derajatnya sebagai manusia.
Di ujung ayat QS. 2: 197 di atas tadi, Allah menyebutkan kata takwa dan ulil albab. Seolah-olah Allah hendak menegaskan bahwa orang-orang berakal sehat (ulil albab) tidak mungkin melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai takwa.
Dengan demikian, mereka yang berakal sehat (ulil albab) semestinya juga mampu mengelola waktu dengan baik.
Maka, dapat kita katakan bahwa, paling tidak, ulil albab memiliki dua karakter, yaitu karakter takwa dan disiplin waktu.
Ulil albab senantiasa mengisi waktunya dengan aktivitas yang mengandung nilai-nilai ketakwaan.
Sementara orang-orang yang sakit akalnya cenderung ke arah fujur sehingga waktu yang dimilikinya berjalan dengan sia-sia. Mereka inilah kelompok manusia yang berada dalam kerugian. Rugi dunia dan rugi akhirat.
Maka, saat itulah penyesalan sudah tak berlaku lagi. Nggak ada gunanya sama sekali. Sengsaralah hidupnya akibat gagal mengelola waktu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI