Usia adalah simbol kehidupan. Tahapan kehidupan yang kita lalui ditandai dengan usia, mulai dari fase usia anak-anak, usia remaja, hingga usia tua.
Fase usia anak-anak telah kita lalui. Fase usia remaja sedang ataupun telah kita lalui. Fase usia tua belum ataupun sedang kita alami saat ini. Itulah fase-fase usia yang akan kita lewati, jika berjalan lancar secara normatif.
Usia kehidupan kita ada di genggaman Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, setiap kita nggak ada yang bisa memastikan bahwa kita hidup sampai pada fase usia tua.
Ada yang hidup hanya sampai fase usia anak-anak, bahkan ada pula yang hanya sampai pada fase bayi saja. Dan ada yang lebih dalam lagi, hanya sempat merasakan pada fase kandungan saja.
Demikian itulah yang disebut sebagai ajal. Ajal menandakan bahwa setiap kita memiliki batas waktu kehidupan. Ajal tak dapat diundurkan atau dimajukan, walaupun sesaat.
Sampai pada batas waktunya -tak memandang usia- Yang Maha Kuasa akan mencabut nyawa kita. Dengan demikian, berhentilah kehidupan kita pada fase dunia ini.
Lalu setelah habis batas usia kita, apakah masih ada jejak-jejak kehidupan yang kita tinggalkan di dunia?
Nah, hal ini sangat bergantung pada bagaimana kita memanfaatkan usia yang dianugerahkan Yang Maha Kuasa itu. Maka, di situ jugalah hidup kita dipertaruhkan. Untung-ruginya, kitalah yang menentukan.
Jika usia itu kita lewati dengan kelalaian dan kesia-siaan, niscaya nggak ada keuntungan yang kita raih, malah buntung yang didapatkan.
Kalau ada manusia yang modelnya begini, ada atau tidak adanya tidak memberi pengaruh apa pun terhadap kehidupan, bahkan adanya bisa jadi membawa kemudharatan.Â
Sebaliknya, jika usia ini kita lewati dengan amal saleh, karya, dan kebermanfaatan hidup lainnya, niscaya itulah kelak yang akan menjadikan kita hidup untuk yang kedua kalinya meskipun sudah tutup usia.
Saat itulah, orang memandang bahwa betapa indahnya kematian kita. Keindahan kematian itu adalah karena kita mendayagunakan usia kehidupan itu dengan sebaik-baiknya.
Cukuplah "wa al-'Ashr" sebagai alarm bagi kita dalam menghindari jalan kerugian. Dan cukuplah "wa al-'Ashr" sebagai spirit bagi kita untuk meniti jalan keberuntungan dalam arena kehidupan ini.
"Wa al-'Ashr, Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali, mereka yang beriman dan beramal saleh, serta saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran." (QS. 103: 1-3)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H