Selain tampil di depan media, Dasco juga mendatangi Polda Metro Jaya untuk menjadi pihak penjamin bagi 301 orang pedemo tolak RUU Pilkada yang ditangkap kepolisian.
Beberapa jam sebelum pendemo ini ditangkap kepolisian, mereka berhasil menembus barikade gerbang Pancasila di belakang kompleks gedung DPR RI. Beberapa foto menunjukan pendemo berhasil masuk di komplek parlemen.
Ini gejala yang tidak biasa ditengah kemarahan pendemo terhadap DPR dan sikap defensif aparat kepolisian yang seolah membiarkan barikade ditembus para demonstran. Biasanya aparat kepolisian sangat ofensif (menyerang) terhadap pendemo, seperti saat unjuk rasa menolak UU Cita Kerja.
Gejala ini memicu dugaan kuat jika sang Jenderal terpilih perlahan hendak meninggalkan Jokowi.
Tentu semua dinamika diatas tidak terjadi begitu saja, pasti direncanakan. Seperti ungkapan Presiden AS ke-32, Franklin D Roosevelt (1882-1945) bahwa;
"Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, anda dapat bertaruh hal itu pasti direncanakan"
Rasanya tidak mungkin tanpa sebuah perencanaan saat barikade kepolisian dan gerbang DPR bisa ditembus pendemo. Begitupun gestur politik politisi Gerindra menemui demonstran, mengumumkan pembatalan RUU Pilkada, dan menjadi penjamin bagi 301 pendemo di kepolisian, pasti direncanakan.
Selain itu, ketiadaan nama Jokowi sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Golkar yang semula diisukan jadi tanda tanya.
Bukan hanya itu, Munas ke XI Partai Golkar juga digugat kader dan pengurus Partai Golkar ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Bahlil Lahadalia yang dinilai kepanjangan tangan Jokowi terancam turun panggung. Situasinya makin rumit jika Prabowo melalui Menkumham Supratman Andi (kader Gerindra) berpihak pada kelompok penggugat.
Dalam konteks Pilkada Jawa Tengah, Jokowi hanya memiliki satu kartu truf untuk merubah konstelasi, yakni mengeluarkan Perppu untuk membatalkan putusan MK terkait usia yang menjegal putranya.
Tentu, dengan kalkulasi yang sangat beresiko bagi Jokowi yang sudah kadung buruk di mata rakyat, ia memutuskan untuk taat pada putusan MK kali ini. Sebab, jika dipaksakan rakyat bisa memaksanya turun seperti Soeharto pada 1998.