Kebijakan Sewa Kamar Tanpa Surat Nikah: Kebijakan ini memodernisasi sektor perhotelan dengan memudahkan akses bagi wisatawan asing, tanpa harus terikat oleh aturan tradisional yang kaku.
Pendekatan ini mencerminkan upaya Arab Saudi untuk menyeimbangkan modernisasi dengan pelestarian nilai keislaman, sehingga sektor pariwisatanya tetap autentik namun inovatif.
Malaysia
Di sisi lain, Malaysia menerapkan sistem hukum ganda yang memisahkan regulasi antara non-Muslim dan umat Muslim. Pendekatan ini terlihat jelas di berbagai destinasi wisatanya, dengan ciri khas sebagai berikut:
Fasilitas Hiburan untuk Non-Muslim: Di destinasi seperti Genting Highlands, non-Muslim dapat menikmati fasilitas hiburan modern seperti kasino dan hiburan malam, mencerminkan kebebasan berkreasi di sektor pariwisata.
Perlindungan untuk Umat Muslim, Di lingkungan yang diperuntukkan bagi umat Muslim, penerapan hukum syariah dijalankan secara ketat guna memastikan bahwa aktivitas yang bertentangan dengan nilai keagamaan tidak terjadi.
Ruang bagi Keberagaman: Sistem hukum ganda memberikan fleksibilitas, sehingga setiap segmen masyarakat dapat menikmati fasilitas yang sesuai dengan norma dan nilai masing-masing tanpa terjadi konflik.
Pendekatan Malaysia menunjukkan model pariwisata yang inklusif, di mana keberagaman dihargai dan perlindungan terhadap nilai-nilai keagamaan tetap terjaga.
Indonesia, Negara Pluralisme dengan Semangat Bhineka Tunggal Ika
Indonesia, sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, agama, dan etnis, memiliki tantangan tersendiri dalam mengembangkan pariwisata. Semangat "Bhineka Tunggal Ika" harus dijadikan landasan dalam merumuskan kebijakan pariwisata agar kearifan lokal tidak tergerus oleh label-label sempit.
Misalnya, di Provinsi Aceh terdapat upaya integrasi nilai syariah dalam regulasi daerah sebagai bagian dari identitas lokal yang kuat. Sementara di Nusa Tenggara Timur (NTT), kebijakan daerah yang menghalalkan Miras merupakan respons terhadap konteks budaya dan kearifan lokal yang unik.Â