IPO) di Indonesia semakin menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir, terutama dengan masuknya berbagai startup unicorn ke bursa saham.Â
Fenomena Initial Public Offering (IPO seharusnya menjadi momentum bagi perusahaan untuk mengembangkan bisnis dengan memperoleh pendanaan dari investor publik. Namun, dalam praktiknya, tidak semua perusahaan benar-benar memanfaatkan IPO sebagai sarana pertumbuhan jangka panjang.
Banyak startup yang berhasil menggalang dana besar dari IPO, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami penurunan tajam dalam harga saham setelahnya. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, Apakah IPO menjadi peluang pertumbuhan bisnis atau justru sekadar perangkap tersembunyi yang menggoda investor dengan ilusi profitabilitas?
Dalam kajian ini, kita akan membahas perusahaan yang berhasil IPO, startup yang rencananya IPO tetapi tersandung masalah laporan keuangan, serta bagaimana perusahaan yang telah IPO mempertahankan eksistensinya. Tak hanya itu, kita juga akan membahas pola perilaku pemegang saham besar yang mencoba "melarikan diri" setelah IPO.
Fenomena IPO di Indonesia, Harapan dan Kenyataan
Beberapa startup unicorn di Indonesia telah berhasil melantai di bursa, mengumpulkan dana besar dari investor publik. Contoh yang paling mencolok adalah Bukalapak dan GoTo (Gojek-Tokopedia).Â
Bukalapak mencatat rekor IPO terbesar di Indonesia dengan mengumpulkan Rp 21,9 triliun, sementara GoTo mencapai valuasi tinggi saat IPO sebelum akhirnya mengalami tekanan besar di pasar saham.
Namun, meskipun sukses menghimpun dana, saham kedua perusahaan ini mengalami penurunan signifikan setelah IPO, menandakan adanya ketidakseimbangan antara ekspektasi investor dan realitas bisnis perusahaan.Â
Bukalapak, yang awalnya memiliki harga saham Rp 850 per lembar, kini diperdagangkan di kisaran Rp 200-an. GoTo, yang saat IPO berada di Rp 400 per lembar, juga turun drastis. Hal ini menunjukkan bahwa IPO tidak selalu berarti kesuksesan jangka panjang jika tidak diiringi dengan strategi bisnis yang solid.
Skandal Laporan Keuangan dan IPO yang Gagal
Di sisi lain, ada startup yang berencana IPO tetapi tersandung skandal sebelum sempat melantai. eFishery, salah satu startup agritech terkemuka di Indonesia, baru-baru ini menghadapi dugaan pemalsuan laporan keuangan yang dilakukan oleh mantan CEO-nya. Kejadian ini menggagalkan potensi IPO mereka dan merusak kepercayaan investor.
Masalah laporan keuangan yang tidak transparan menjadi red flag utama bagi regulator dan calon investor, karena menunjukkan bahwa perusahaan mungkin tidak memiliki fundamental bisnis yang kuat. Kasus ini juga menjadi peringatan bahwa tidak semua startup yang mencapai valuasi tinggi benar-benar memiliki bisnis yang sehat dan berkelanjutan.
Lock-Up Period dan Strategi Pemegang Saham Besar
Setelah IPO, biasanya ada lock-up period, di mana pemegang saham besar tidak boleh menjual saham mereka dalam periode tertentu. Begitu periode ini berakhir, banyak investor awal dan pemilik startup langsung menjual saham mereka dalam jumlah besar, menyebabkan harga saham turun drastis.
Pemanfaatan Dana IPO, Ekspansi atau Keuntungan Pribadi?
Alih-alih digunakan untuk ekspansi bisnis, dana IPO sering kali digunakan untuk membayar utang lama, meningkatkan gaji eksekutif, atau bahkan bonus bagi manajemen.. Ini adalah bentuk pemanfaatan legal dari dana publik, tetapi secara etika dapat dianggap sebagai strategi "menyelamatkan diri" dari bisnis yang belum menghasilkan profitabilitas.
Beberapa startup mengalami penurunan performa setelah para pendirinya keluar pasca-IPO. Ini terjadi karena visi perusahaan mulai berubah, manajemen baru lebih fokus pada kepentingan pemegang saham jangka pendek, dan semangat inovasi berkurang.
Fenomena IPO startup di Indonesia menunjukkan dua realitas berbeda, bagi startup dengan strategi bisnis yang kuat, IPO adalah peluang untuk tumbuh dan berkembang. Namun, bagi startup yang hanya berfokus pada valuasi dan pendanaan, IPO bisa menjadi perangkap tersembunyi bagi investor, sementara pemegang saham awal keluar dengan keuntungan besar.
Untuk menghindari jebakan IPO yang hanya menguntungkan segelintir orang, investor perlu melakukan analisis mendalam terhadap laporan keuangan, model bisnis, dan strategi jangka panjang startup yang akan IPO.Â
Transparansi, inovasi berkelanjutan, dan tata kelola perusahaan yang baik adalah faktor yang akan menentukan apakah sebuah startup benar-benar bisa bertahan di pasar saham atau hanya menjadi "putri cantik yang menggoda tetapi berujung kekecewaan".
Sebagai pasar yang terus berkembang, Indonesia perlu memperkuat regulasi dan meningkatkan literasi investor agar IPO benar-benar menjadi alat pertumbuhan bisnis, bukan sekadar sarana bagi pemilik untuk keluar dengan keuntungan besar.
Referensi
Financial Times. (2024). "Singapore IPO Market Shrinks to 20-Year Low." Retrieved from ft.com
CNBC Indonesia. (2023). "Bukalapak dan GoTo: Dari IPO Besar hingga Anjloknya Saham."
Katadata. (2023). "Strategi Startup Pasca-IPO: Antara Ekspansi dan Tantangan Profitabilitas."
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2023). "Tata Kelola Perusahaan dan Perlindungan Investor di Pasar Modal."
CNBC Indonesia. (2025). "Laporan Investigasi Penipuan Pendiri eFishery Bocor, Ini Modusnya." Retrieved from CNBC Indonesia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI