Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Premium di Jalan, Amburadul di Terminal, Realita Transportasi Kita

21 Januari 2025   09:10 Diperbarui: 21 Januari 2025   12:16 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Terminal Pulo Gebang antar penumpang dan Bus masih belum tertata (Foto : Tribun).

Terminal Pulogebang di Jakarta sebenarnya adalah terminal terbesar di Indonesia, bahkan diklaim sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, dengan fasilitas yang dirancang modern. Namun, terminal ini tidak menjadi pilihan utama bagi penumpang karena berbagai kendala yang membuatnya terasa "amburadul."

Pembelian tiket di Terminal Pulogebang sering kali menjadi pengalaman yang membingungkan. Penumpang lebih memilih membeli tiket di agen atau perwakilan, bukan di loket resmi, karena informasi bus yang tersedia di terminal kurang transparan. Jam keberangkatan biasanya tercantum, tetapi nama bus atau detail lain sering kali tidak jelas. Hal ini sangat berbeda dengan TBS, yang memiliki sistem tiket terintegrasi.

Terminal Pulogebang yang megah justru sepi penumpang. Hanya pegawai agen bus yang terlihat menawarkan tiket, sementara penataan di dalam terminal terasa amburadul. Loket yang tidak terintegrasi tanpa petunjuk yang jelas membuat suasana terminal kurang kondusif. Belum lagi tempat menurunkan penumpang di area parkir luar yang tidak tertata dengan baik, semakin menambah kesan tidak terkelola dengan optimal.

Terminal Pulogebang bukanlah terminal primadona bagi penumpang bus. Mereka lebih memilih naik dari agen-agen yang ada, yang tentu jauh dari layanan ruang tunggu terminal. Belum lagi waktu yang kurang tepat, karena bus harus berhenti dari satu agen ke agen lain di lokasi berbeda. Akses masuk ke Terminal Pulogebang juga sangat jauh, keluar tol lalu masuk tol lagi, sehingga menambah waktu perjalanan.

Kendaraan umum dan angkutan yang masuk terminal kurang terintegrasi dengan baik. Integrasi antar moda angkutan belum optimal, sehingga menyulitkan penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan. Hal ini juga terjadi pada arus balik dari luar kota tujuan Jakarta, membuat perjalanan sangat tidak nyaman. Tidak ada one-stop service seperti yang ditawarkan oleh Terminal Bersepadu Selatan di Malaysia.

Meskipun ada fasilitas eskalator, letak dan akses pembelian tiket, ruang tunggu, dan pintu keluar menuju bus kurang nyaman, sehingga menyulitkan bagi penumpang yang membawa barang. Selain itu, area parkir bus dan jalur penumpang tidak tertata dengan baik, membuat akses ke bus menjadi tidak praktis.

Kondisi rute bus yang tidak konsisten semakin menambah masalah. Bus dengan sedikit penumpang cenderung mengambil rute non-tol untuk mencari penumpang tambahan, sementara bus yang penuh langsung masuk tol. Inkonsistensi ini menciptakan ketidakpastian bagi penumpang dan memperpanjang waktu tempuh perjalanan.

Potret terminal terpadu seperti Pulogebang mencerminkan perlunya penataan ulang yang serius. Kurangnya disiplin dan integrasi antar entitas transportasi membuat pengalaman penumpang tidak efisien. Penumpang sering kali memilih turun di bibir pintu keluar terminal untuk menghindari kemacetan di dalam, yang ironisnya justru memperburuk kemacetan itu sendiri. Bahkan, beberapa bus menurunkan penumpang di koridor sebelum masuk terminal untuk segera kembali ke antrean.

Angkutan Penumpang Bukan Barang

Saat ini, banyak perusahaan bus di Indonesia menggabungkan fungsi angkutan penumpang dan pengiriman barang. Praktik ini menimbulkan berbagai masalah, mulai dari molornya waktu keberangkatan hingga berkurangnya kenyamanan penumpang. Ketika jumlah penumpang sedikit, bus sering kali menunggu barang kiriman untuk mengisi kekosongan. Hal ini tidak hanya memperlambat perjalanan, tetapi juga mengganggu pengalaman penumpang yang menginginkan efisiensi.

Regulasi yang lebih tegas diperlukan untuk memisahkan fungsi angkutan penumpang dan barang. Pemerintah seharusnya memastikan bahwa perusahaan otobus memiliki izin operasional yang terpisah untuk kedua layanan tersebut. Langkah ini akan meningkatkan ketertiban, keamanan, dan kenyamanan penumpang. Selain itu, penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran regulasi juga penting untuk memastikan bahwa fokus utama layanan bus adalah mengangkut penumpang dengan profesionalisme dan efisiensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun