Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Premium di Jalan, Amburadul di Terminal, Realita Transportasi Kita

21 Januari 2025   09:10 Diperbarui: 21 Januari 2025   12:16 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terminal Pulogebang, Megah Tidak Optimal ( Foto : Kompas.com)

Di Kuala Lumpur, ada sebuah terminal bus yang disebut Terminal Bersepadu Selatan (TBS). Terminal ini telah diakui sebagai salah satu terminal terbaik di kawasan Asia Tenggara. Fasilitas yang disediakan sangat lengkap, mulai dari ruang tunggu ber-AC, toilet bersih, kios makanan yang terorganisir, hingga layanan tiket online yang mudah diakses. 

Sistem keamanan yang ketat membuat penumpang tidak perlu khawatir terhadap pencopetan atau tindak kriminal lainnya. Terminal ini memiliki jurusan dalam negeri Malaysia, juga jurusan luar negeri ke Singapura dan Thailand. Terminal ini menjadi titik awal perjalanan saya dari Kuala Lumpur ke Johor Bahru, sebuah pengalaman yang mengajarkan ironi transportasi modern di tanah air kita.

Ketika saya ingin pulang ke Jakarta melalui Batam, saya melakukan perjalanan darat dari Kuala Lumpur ke Johor Bahru. Proses pembelian tiket di TBS menjadi pengalaman pertama yang meninggalkan kesan mendalam. Puluhan loket pelayanan cepat tersedia, masing-masing dilengkapi layar digital yang mencantumkan informasi lengkap,  nama bus, waktu keberangkatan, dan tujuan, disamping layanan online yang tersedia untuk mempermudah proses pembelian tiket secara fleksibel. 

Tidak seperti Terminal Pulogebang di Indonesia, di mana tiket sering kali dibeli melalui perwakilan agen dengan informasi yang minim.

Di TBS, suasana terminal ber-AC memberikan kenyamanan luar biasa, jauh dari keriuhan terminal biasa yang penuh pedagang asongan dan kebisingan. Terminal ini juga menyediakan area khusus untuk penumpang lansia dan penyandang disabilitas, serta memiliki jalur khusus untuk memudahkan pergerakan mereka. 

Area parkir bus sangat luas dan tertata rapi sesuai antrian, memberikan akses mudah dan terorganisir bagi penumpang.

Menjelang keberangkatan, saya diarahkan menuju ruang tunggu Gate 3 pemberangkatan. Area ini steril, terpisah dari penumpang lain, dan menyerupai ruang tunggu bandara yang telah disegmentasi sesuai gate keberangkatan. Tepat pukul 10.45, bus kami tiba, dan kami hanya perlu berjalan beberapa langkah menuju pintu masuk bus, tanpa harus menyeberangi jalan atau berhadapan dengan kendaraan lain. Dua petugas yang berdiri di sisi kanan dan kiri pintu masuk dengan sigap memeriksa tiket serta memastikan kami naik bus dengan aman dan nyaman.

Perjalanan dari Terminal Bersepadu Selatan (TBS) di Kuala Lumpur ke Johor Bahru memakan waktu enam jam. Bus melaju dengan tenang, tanpa kebut-kebutan atau pengereman mendadak. Sopirnya sangat profesional, memastikan kenyamanan dan keamanan penumpang menjadi prioritas utama. Ketika saya terbangun, sopir mengumumkan bahwa tujuan sudah tiba di Johor Bahru. Perjalanan yang terasa singkat, meskipun sebenarnya cukup panjang, menunjukkan kualitas layanan transportasi yang optimal.

Ironi Terminal di Indonesia

Belajar dari Malaysia yang memiliki Terminal Bersepadu Selatan (TBS), pengelolaan terminal yang profesional dengan kualitas setara bandara menjadi kunci kenyamanan penumpang. Kedisiplinan dari entitas yang menjalankan terminal sangat diperlukan untuk menciptakan sistem yang tertib dan efisien. 

Jika rakyat sendiri enggan menggunakan terminal karena ketidaknyamanan, bagaimana mungkin turis yang menjadi target pendapatan dapat tertarik menggunakannya? Kondisi ini menuntut perubahan mendasar dalam pengelolaan terminal di Indonesia.

Terminal Pulogebang di Jakarta sebenarnya adalah terminal terbesar di Indonesia, bahkan diklaim sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, dengan fasilitas yang dirancang modern. Namun, terminal ini tidak menjadi pilihan utama bagi penumpang karena berbagai kendala yang membuatnya terasa "amburadul."

Pembelian tiket di Terminal Pulogebang sering kali menjadi pengalaman yang membingungkan. Penumpang lebih memilih membeli tiket di agen atau perwakilan, bukan di loket resmi, karena informasi bus yang tersedia di terminal kurang transparan. Jam keberangkatan biasanya tercantum, tetapi nama bus atau detail lain sering kali tidak jelas. Hal ini sangat berbeda dengan TBS, yang memiliki sistem tiket terintegrasi.

Terminal Pulogebang yang megah justru sepi penumpang. Hanya pegawai agen bus yang terlihat menawarkan tiket, sementara penataan di dalam terminal terasa amburadul. Loket yang tidak terintegrasi tanpa petunjuk yang jelas membuat suasana terminal kurang kondusif. Belum lagi tempat menurunkan penumpang di area parkir luar yang tidak tertata dengan baik, semakin menambah kesan tidak terkelola dengan optimal.

Terminal Pulogebang bukanlah terminal primadona bagi penumpang bus. Mereka lebih memilih naik dari agen-agen yang ada, yang tentu jauh dari layanan ruang tunggu terminal. Belum lagi waktu yang kurang tepat, karena bus harus berhenti dari satu agen ke agen lain di lokasi berbeda. Akses masuk ke Terminal Pulogebang juga sangat jauh, keluar tol lalu masuk tol lagi, sehingga menambah waktu perjalanan.

Kendaraan umum dan angkutan yang masuk terminal kurang terintegrasi dengan baik. Integrasi antar moda angkutan belum optimal, sehingga menyulitkan penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan. Hal ini juga terjadi pada arus balik dari luar kota tujuan Jakarta, membuat perjalanan sangat tidak nyaman. Tidak ada one-stop service seperti yang ditawarkan oleh Terminal Bersepadu Selatan di Malaysia.

Meskipun ada fasilitas eskalator, letak dan akses pembelian tiket, ruang tunggu, dan pintu keluar menuju bus kurang nyaman, sehingga menyulitkan bagi penumpang yang membawa barang. Selain itu, area parkir bus dan jalur penumpang tidak tertata dengan baik, membuat akses ke bus menjadi tidak praktis.

Kondisi rute bus yang tidak konsisten semakin menambah masalah. Bus dengan sedikit penumpang cenderung mengambil rute non-tol untuk mencari penumpang tambahan, sementara bus yang penuh langsung masuk tol. Inkonsistensi ini menciptakan ketidakpastian bagi penumpang dan memperpanjang waktu tempuh perjalanan.

Potret terminal terpadu seperti Pulogebang mencerminkan perlunya penataan ulang yang serius. Kurangnya disiplin dan integrasi antar entitas transportasi membuat pengalaman penumpang tidak efisien. Penumpang sering kali memilih turun di bibir pintu keluar terminal untuk menghindari kemacetan di dalam, yang ironisnya justru memperburuk kemacetan itu sendiri. Bahkan, beberapa bus menurunkan penumpang di koridor sebelum masuk terminal untuk segera kembali ke antrean.

Angkutan Penumpang Bukan Barang

Saat ini, banyak perusahaan bus di Indonesia menggabungkan fungsi angkutan penumpang dan pengiriman barang. Praktik ini menimbulkan berbagai masalah, mulai dari molornya waktu keberangkatan hingga berkurangnya kenyamanan penumpang. Ketika jumlah penumpang sedikit, bus sering kali menunggu barang kiriman untuk mengisi kekosongan. Hal ini tidak hanya memperlambat perjalanan, tetapi juga mengganggu pengalaman penumpang yang menginginkan efisiensi.

Regulasi yang lebih tegas diperlukan untuk memisahkan fungsi angkutan penumpang dan barang. Pemerintah seharusnya memastikan bahwa perusahaan otobus memiliki izin operasional yang terpisah untuk kedua layanan tersebut. Langkah ini akan meningkatkan ketertiban, keamanan, dan kenyamanan penumpang. Selain itu, penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran regulasi juga penting untuk memastikan bahwa fokus utama layanan bus adalah mengangkut penumpang dengan profesionalisme dan efisiensi.

Suasana Terminal Pulo Gebang antar penumpang dan Bus masih belum tertata (Foto : Tribun).
Suasana Terminal Pulo Gebang antar penumpang dan Bus masih belum tertata (Foto : Tribun).
Potensi Perbaikan

Dengan infrastruktur tol yang dibangun saat ini, sudah selayaknya bus dapat menggunakan akses jalan tersebut dengan maksimal. Penggunaan jalur tol secara konsisten akan memangkas waktu perjalanan dan meningkatkan efisiensi transportasi antar kota. 

Selain itu, upaya modernisasi sistem tiket, peningkatan keamanan, penerapan sistem point-to-point yang efisien, dan penyediaan fasilitas yang ramah penumpang harus menjadi prioritas.Sebagai negara dengan jumlah penumpang bus yang besar, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan terminal yang setara dengan TBS. 

Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi modernisasi sistem tiket, peningkatan keamanan, penerapan sistem point-to-point yang efisien, dan penyediaan fasilitas yang ramah penumpang. Kebijakan untuk memisahkan fungsi bus sebagai kendaraan penumpang dan pengiriman barang juga perlu diterapkan agar perjalanan penumpang tidak terganggu.

Belajar dari Malaysia yang memiliki Terminal Bersepadu Selatan (TBS), pengelolaan terminal yang profesional dengan kualitas setara bandara menjadi kunci kenyamanan penumpang. 

Kedisiplinan dari entitas yang menjalankan terminal sangat diperlukan untuk menciptakan sistem yang tertib dan efisien. Jika rakyat sendiri enggan menggunakan terminal karena ketidaknyamanan, bagaimana mungkin turis yang menjadi target pendapatan dapat tertarik menggunakannya? Kondisi ini menuntut perubahan mendasar dalam pengelolaan terminal di Indonesia.

Penataan Terminal Terpadu Pulogebang harus berusaha setara dengan bandara. Layanan yang humanis, bersahabat, serta mengedepankan keselamatan dan keamanan harus diciptakan oleh para petugas dan regulator. Jika terminal seperti Pulogebang dapat dikelola dengan lebih baik, pengalaman perjalanan darat di Indonesia dapat berubah dari "terminal amburadul" menjadi terminal modern yang nyaman dan terintegrasi.

-----------

Daftar Referensi

Kompas.com. "Kadishub DKI Akui Terminal Pulogebang Dibangun Tanpa Kajian Matang." Diakses dari https://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/23/17022271/kadishub.dki.akui.terminal.pulogebang.dibangun.tanpa.kajian.matang.

Melalakcantik.com. "Review Terminal Bersepadu Selatan (TBS)." Diakses dari https://www.melalakcantik.com/2024/04/review-terminal-bersepadu-selatan-tbs.html.

Kompas.com. "Pengalaman Cari Tiket Bus di Terminal Terpadu Pulogebang." Diakses dari https://travel.kompas.com/read/2023/08/22/060600627/pengalaman-cari-tiket-bus-di-terminal-terpadu-pulo-gebang?page=all.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun