Ketika dua gajah bertarung, pelanduk di tengah-tengah hanya bisa pasrah. Tubuh kecilnya terhimpit di antara kekuatan besar yang tak peduli akan nasibnya.
Peribahasa ini menggambarkan ironi dalam sebuah sistem kekuasaan, ketika konflik di antara para raksasa akhirnya menyisakan korban yang tak bersalah.
Dalam cerita ini, pagar bambu sepanjang 30 kilometer di laut Tangerang adalah sang pelanduk, terjebak dalam tarik ulur kekuasaan.
Pagar Bambu yang Tak Pernah Bersalah
Pagar bambu itu berdiri sederhana, tanpa pamrih dan tanpa ambisi besar. Ia tidak meminta perhatian. Namun, tiba-tiba saja, keberadaannya menjadi sorotan.
Orang-orang berbicara tentangnya seolah-olah ia adalah simbol dari konflik yang lebih besar. Apa yang seharusnya menjadi urusan kecil kini menjadi panggung besar.
Ketika perintah pembongkaran datang, pagar ini mendadak memiliki narasi yang lebih rumit. Ada yang mengatakan ini adalah soal kedaulatan, ada pula yang menyebutnya hanya urusan "cawe-cawe" yang tak perlu.
Semua pihak seolah berlomba memberikan tafsir masing-masing. Tetapi, di tengah semua itu, kita harus bertanya apakah ini benar-benar soal hukum, atau ada sesuatu yang lebih besar sedang dimainkan?
Pertarungan di Balik Pagar
"Segera bongkar pagar itu!" seruan ini terdengar seperti gong perang yang memulai babak baru. Pasukan elit diterjunkan untuk membongkar, bukan Satpol PP kecamatan yang biasa menangani urusan pagar kecil.
Namun, di balik semua hiruk-pikuk itu, ada bisikan-bisikan kecil yang tak terelakkan. "Apa ini hanya soal pagar, atau siapa yang ingin menunjukkan kekuatan?"
Bagi masyarakat kecil yang menyaksikan, peristiwa ini terasa berlebihan. Mengapa pagar bambu yang sederhana ini menjadi begitu penting? Bukankah lebih masuk akal jika aparat setempat yang menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkan hiruk-pikuk nasional?
Kisah Mercury Rising, Â Pagar, Kode, dan Kepentingan
Cerita ini mengingatkan pada film Mercury Rising (rilis-1998) di mana seorang anak autis mampu memecahkan kode rahasia milik elit Amerika. Anak itu tidak tahu bahwa dirinya berada di tengah konflik besar yang melibatkan agensi rahasia dan pemerintah.
Dalam film itu, sang anak hanya melakukan apa yang ia bisa, tetapi kemampuannya menjadi ancaman besar bagi pihak-pihak berkepentingan.
Kisah ini semakin kelam ketika kedua orang tua sang anak menjadi korban pembunuhan oleh agen rahasia yang berusaha menyembunyikan keberadaan kode tersebut. Sang anak, yang menjadi target berikutnya, akhirnya diselamatkan oleh seorang pensiunan agen federal yang peduli.
Dalam perlindungan sang agen, anak itu belajar bertahan di tengah kekacauan yang tidak pernah ia pahami sepenuhnya.
Pagar bambu di laut Tangerang, meski tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan kode, tampaknya memainkan peran serupa. Ia menjadi pusat perhatian yang tak pernah dimintanya. Pertarungan narasi yang terjadi di sekitarnya bukanlah tentang dirinya, tetapi tentang mereka yang ingin menggunakan keberadaannya untuk kepentingan lebih besar.
Pagar Bambu, Simbol Tarik-Ulur
Bagi beberapa pihak, pagar ini mungkin hanyalah masalah teknis yang perlu dibongkar. Namun, bagi yang lain, pagar ini bisa jadi simbol dari sesuatu yang lebih besar. Pertanyaannya adalah: apakah ini tentang menyelesaikan masalah, atau tentang siapa yang memiliki kuasa untuk melakukannya?
Dalam pertempuran para "gajah" ini, pagar bambu menjadi representasi dari pelanduk yang terhimpit. Bagi masyarakat kecil yang ada di sekitar lokasi, masalah ini terasa jauh dari realitas hidup mereka. Tetapi bagi mereka yang berada di atas, ini adalah arena untuk menunjukkan siapa yang lebih berkuasa.
Sebuah Permainan atau Solusi?
Pada akhirnya, pagar ini akan dibongkar, dan mungkin semua akan kembali seperti sediakala. Namun, pertanyaan yang lebih besar tetap menggantung, apakah semua ini benar-benar tentang pagar bambu, atau tentang tarik-ulur kekuasaan di baliknya? Ketika konflik seperti ini muncul, yang seringkali terjadi adalah pelanduk kecil---masyarakat lokal, hukum yang semestinya sederhana---menjadi korban di tengah permainan besar.
Sama seperti dalam Mercury Rising, kita perlu bertanya, siapa yang sebenarnya bertarung di balik layar?
Dan, apakah ada cara yang lebih sederhana untuk menyelesaikan semua ini tanpa menimbulkan kebisingan yang tidak perlu? Narasi ini adalah pengingat bahwa dalam setiap konflik, ada lebih banyak yang tersembunyi daripada yang terlihat.
Pagar bambu mungkin akan hilang, tetapi jejak pertarungan narasi akan terus menjadi bagian dari cerita kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI