Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bukalapak dan Regulasi yang Tumpul, Saat Lokal Kalah di Tanah Sendiri.

13 Januari 2025   04:56 Diperbarui: 13 Januari 2025   04:56 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mundurnya Bukalapak dari arena marketplace adalah tamparan keras bagi ekosistem digital Indonesia. Bukalapak, unicorn lokal yang lahir dengan misi memberdayakan UMKM, kini harus menyerahkan panggung pada dominasi pemain global seperti Shopee dan Lazada.

Fenomena ini mencerminkan lemahnya regulasi perlindungan lokal di sektor e-commerce, di mana aturan yang ada lebih sering menjadi formalitas tanpa pelaksanaan nyata. Padahal, negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan India telah membuktikan bahwa regulasi yang tepat dapat menjadi tameng bagi pemain lokal untuk tetap relevan.

Regulasi yang Gagal Melindungi Lokal

Indonesia sebenarnya memiliki dasar hukum yang cukup, seperti UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, pengawasan dan implementasi regulasi ini terkesan tumpul.

Dominasi pemain global yang menawarkan perang harga agresif, subsidi besar-besaran, dan integrasi ekosistem sulit ditandingi oleh inovasi lokal seperti Bukalapak.

Selain itu, hadirnya Omnibus Law, yang seharusnya membuka peluang investasi, malah memperparah ketimpangan.

Dengan fokus pada menarik modal asing, regulasi ini justru memberikan panggung lebih besar bagi pemain global, tanpa memberikan insentif atau perlindungan signifikan kepada pemain lokal. Akibatnya, Bukalapak yang tidak memiliki dukungan ekosistem besar seperti Shopee atau Tokopedia, harus tersingkir.

Belajar dari Negara Tetangga

Kegagalan melindungi pemain lokal ini terasa kontras jika dibandingkan dengan kebijakan negara tetangga. Malaysia, misalnya, memiliki Digital Free Trade Zone (DFTZ) yang dirancang untuk melibatkan UMKM lokal dalam ekosistem digital global.

Platform asing yang ingin masuk pasar Malaysia diwajibkan bermitra dengan entitas lokal, memberikan keuntungan langsung kepada pelaku domestik.

Di Singapura, Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) mengawasi dengan ketat dominasi pasar, memastikan tidak ada praktik yang merugikan pemain kecil. Sementara itu, India melangkah lebih jauh dengan Foreign Direct Investment (FDI) Policy yang melarang pemain asing melakukan perang harga langsung dan memberikan diskon besar yang dapat merusak pasar lokal.

Regulasi ini memungkinkan platform seperti Snapdeal bertahan, meskipun menghadapi persaingan ketat dari Amazon dan Flipkart.

Masa Depan Inovasi Lokal

Kisah Bukalapak adalah alarm bagi pemerintah Indonesia untuk segera mereformasi regulasi e-commerce.

Perlindungan lokal bukan sekadar retorika, tetapi kebutuhan mendesak jika Indonesia ingin membangun ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan. Langkah yang bisa diambil, antara lain:

Menguatkan pengawasan melalui KPPU terhadap praktik predatory pricing oleh pemain besar.

Memberikan insentif khusus, seperti subsidi ongkos kirim untuk produk lokal atau penghapusan PPN bagi UMKM di e-commerce.

Mewajibkan pemain asing yang beroperasi di Indonesia untuk bermitra dengan entitas lokal, sebagaimana dilakukan Malaysia.

Memperkuat kampanye "Bangga Buatan Indonesia" dengan dukungan nyata dari regulasi.

Kesimpulan

Mundurnya Bukalapak adalah cerminan kegagalan regulasi dalam melindungi inovasi lokal di tengah gempuran modal asing.

Indonesia perlu belajar dari negara-negara tetangga untuk membangun kerangka hukum yang lebih kuat dan implementasi yang lebih tegas. Jika tidak, inovasi lokal akan terus tersingkir, dan e-commerce Indonesia akan menjadi medan bagi dominasi global tanpa ruang bagi pelaku usaha lokal.

Bukalapak telah mundur, tetapi jangan biarkan pelajaran dari kisahnya berlalu begitu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun