Pagi itu saya merasa mendapat pelajaran yang berharga. Ada kehangatan dalam cara beliau berbicara, tanpa sedikit pun terkesan defensif atau tersinggung.
Jawaban-jawaban beliau penuh makna, sekaligus menunjukkan bahwa menghadapi badai politik tidak harus dengan amarah atau pembelaan berlebihan.
Ketika sarapan selesai, Pak Jokowi berdiri, menepuk pundak saya, dan tersenyum. "Mas, sate buntelnya cocok kan? Kalau lain kali mampir lagi, coba tongsengnya. Biar tahu kenapa saya suka tempat ini."
Ibu Iriana tersenyum ramah sambil merapikan tas kecilnya. Sebelum pergi ke kasir untuk membayar, Pak Jokowi melambaikan tangan dan berkata, "Sampai ketemu lagi, Mas. Jangan lupa makan enak terus, biar pikirannya segar."
Pagi itu di Warung Sate Kambing Mas Di, saya belajar banyak hal. Tentang bagaimana tawa bisa menjadi tameng di tengah badai politik, tentang pentingnya kerja sama, dan tentang keyakinan bahwa kebenaran akan selalu menemukan jalannya.
Di balik cerita tentang tongseng dan sate buntel, ada pelajaran tentang keteguhan hati seorang pemimpin yang tetap tenang meski dikelilingi riak dan gelombang besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H