Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengampunan Koruptor Vs Keadilan Publik

25 Desember 2024   06:53 Diperbarui: 25 Desember 2024   07:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Memberikan Keterangan Pers  (Kompas TV)

oleh  : Abdul Wahid Azar, SH.,MH.

Wacana pengampunan bagi pelaku tindak pidana tertentu, termasuk koruptor, telah menjadi isu hangat di tengah masyarakat. Kebijakan ini mengundang diskusi mendalam tentang bagaimana negara harus menyeimbangkan kebutuhan untuk memulihkan kerugian negara dengan tuntutan akan keadilan. 

Pengampunan bagi koruptor memunculkan pertanyaan mendasar: apakah kebijakan ini dapat mendorong efisiensi dalam pemulihan kerugian negara, atau justru mengorbankan prinsip keadilan publik?

Perspektif Hukum, Dasar dan Ketentuan

Korupsi di Indonesia diatur sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang berdampak sistemik pada negara dan masyarakat. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, mengatur beberapa ketentuan penting:

  1. Ketentuan Hukuman

    • Pasal 2 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara diancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

    • Pasal 3 mengatur bahwa penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara dapat dikenai pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.

  2. Pengembalian Uang Tidak Menghapus Tindak Pidana

    • Pasal 4 menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara hanya dapat meringankan hukuman, tetapi tidak menghapuskan tindak pidana yang telah dilakukan.

  3. Pemberatan Hukuman

    • Hukuman dapat diperberat apabila tindak pidana korupsi dilakukan dalam situasi tertentu, seperti saat krisis atau melibatkan dana publik yang sangat vital.

Hukum ini bertujuan untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi.

Perbandingan dengan Hukum Negara Lain.

Tabel Perbandingan Hukum dengan Beberapa Negara. (diolah dari perbagai sumber).
Tabel Perbandingan Hukum dengan Beberapa Negara. (diolah dari perbagai sumber).

Kesimpulan Tabel, Contoh pemberantasan korupsi di negara-negara tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengampunan langsung bagi koruptor tanpa melalui mekanisme pengadilan. Sistem hukum mereka menitikberatkan pada transparansi, efek jera, dan akuntabilitas, yang semuanya diproses melalui prosedur hukum yang tegas dan terstruktur.

Pandangan Pro dan Kontra

Kebijakan pengampunan koruptor memunculkan berbagai pandangan dari tokoh hukum dan masyarakat. Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, menyatakan bahwa wacana ini merupakan bagian dari rencana amnesti dan abolisi yang menekankan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. 

Dalam pendekatan ini, penghukuman tidak lagi menitikberatkan pada balas dendam, tetapi pada pemulihan dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat (tvonenews.com). 

Pandangan ini sejalan dengan efisiensi dalam penanganan kasus korupsi, di mana proses hukum yang panjang dan mahal dapat dipersingkat dengan kebijakan ini, memungkinkan pemulihan kerugian negara lebih cepat.

Namun, Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, menegaskan bahwa hukum di Indonesia tidak mengenal konsep pengampunan bagi koruptor. Setiap pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku, dan pengampunan tanpa proses hukum akan mencederai rasa keadilan publik (viva.co.id). 

Hal ini juga ditekankan oleh Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, yang menyatakan bahwa gagasan pengampunan dengan syarat pengembalian uang hasil korupsi tidak dapat diimplementasikan selama Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi belum direvisi. Beleid yang ada saat ini tidak memungkinkan penghapusan proses pidana meskipun kerugian negara telah dikembalikan (mediaindonesia.com).

Pengkritik kebijakan ini menilai bahwa pengampunan koruptor dapat melemahkan efek jera dari hukum pidana, menciptakan preseden buruk yang bisa melemahkan upaya pemberantasan korupsi di masa depan. Kebijakan ini juga dinilai berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, sehingga memperburuk citra lembaga penegak hukum di mata publik.

Kebijakan pengampunan koruptor menempatkan negara pada dilema besar di satu sisi, ini bisa menjadi langkah strategis untuk mempercepat pemulihan kerugian negara. Namun di sisi lain, kebijakan ini berpotensi mengorbankan prinsip keadilan dan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan sistem hukum.

Efektivitas kebijakan ini akan sangat bergantung pada bagaimana ia dirancang dan diimplementasikan. Apakah ia mampu menjawab kebutuhan negara tanpa melukai rasa keadilan masyarakat? Ataukah ia justru akan membuka celah baru bagi praktik korupsi? Jawabannya bergantung pada komitmen negara untuk menegakkan hukum secara adil dan transparan.

Referensi

  1. Viva.co.id. "Mahfud Tegaskan Indonesia Tak Kenal Pengampunan Koruptor." Link

  2. Mediaindonesia.com. "Ide Prabowo Soal Maafkan Koruptor Butuh Revisi Undang-Undang." Link

  3. Tvonenews.com. "Yusril Sebut Wacana Presiden Prabowo Maafkan Koruptor Bagian Rencana Amnesti." Link

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun