Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Narasi Imajiner (4) Gibran, Lepas Dari Partai, Raih Pelangi Warna Warni

18 Desember 2024   10:27 Diperbarui: 18 Desember 2024   10:27 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dan saya memilih untuk bekerja," lanjutnya. "

Bersama Presiden Prabowo, saya ingin fokus mendampingi usaha-usaha kecil seperti yang ada di ruangan ini. Saya tahu, UMKM adalah tulang punggung ekonomi kita. Bukan hanya soal angka, tetapi tentang memberikan kesempatan kepada kalian semua untuk terus berkembang. Tidak peduli apa yang terjadi di belakang layar, tugas saya adalah membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih kuat dan mandiri. Bukan untuk dinasti, bukan untuk partai, tetapi untuk rakyat."

Setelah berbicara, Gibran turun dari panggung dan mulai menyapa beberapa pelaku UMKM secara langsung. Ia mendengar cerita mereka tentang kesulitan modal, tantangan distribusi, dan peluang di pasar digital. Tidak ada pembicaraan soal politik. Semua fokus pada solusi dan harapan.

Di sudut ruangan, seorang ibu paruh baya, pengrajin kain lurik, mendekati Gibran. Dengan suara yang bergetar, ia berkata, "Pak Gibran, saya dulu pendukung partai. Tapi hari ini saya mendukung Mas sebagai pemimpin. Karena saya lihat Mas bekerja untuk kami, bukan untuk simbol."

Gibran menjabat tangannya dengan erat, memberikan senyum hangat. "Bu, saya akan terus bekerja. Saya tidak sendiri. Kita semua di sini adalah tim untuk Indonesia yang lebih baik."

Di luar gedung, beberapa media mencoba mendapatkan komentar Gibran. Wartawan bertanya, "Apakah Anda memiliki rencana untuk bergabung dengan partai lain?"

Dengan gaya khasnya, Gibran tersenyum kecil dan menjawab singkat, "Tunggu saja."

Jawaban itu menjadi tajuk utama di berbagai media, tetapi bagi Gibran, yang terpenting adalah apa yang terjadi di ruangan itu rakyat yang mendengarkan, dan harapan yang mulai tumbuh kembali setelah badai politik berlalu.

Ketika nama besar seperti Gibran dipecat dari partai yang membesarkan keluarganya, perbincangan rakyat tidak hanya berhenti di soal etika atau politik. Di jalanan, pasar, dan layar media sosial, orang-orang berbicara: "Apakah ini soal disiplin partai, atau soal kekuasaan yang merasa terancam?"

Namun Gibran, dengan ketenangan khasnya, memilih diam. Ketika wartawan bertanya bagaimana ia menyikapi pemecatan itu, jawabannya sederhana

"Saya menghargai dan menghormati keputusan partai. Saya yakin ini adalah langkah terbaik menurut mereka."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun