Hidup sebagai bapak bukan sekadar soal mengganti popok di tengah malam atau membayar tagihan sekolah anak. Ternyata, ada fase-fase kehidupan seorang ayah yang kalau tidak dijalani dengan hati-hati, bisa membawa mereka ke jalan yang "berliku". Salah satu fase yang berbahaya adalah Syndrome Daddy Blues, yang jika tak diatasi dengan bijak, bisa menggiring seorang bapak menuju dunia Sugar Daddy.
Fenomena ini bahkan cukup signifikan di Asia, dengan Indonesia berada di peringkat kedua setelah India, menurut survei dari SeekingArrangement.
Bagaimana perjalanan ini bisa terjadi? Mari kita bahas dengan serius tapi santai, karena hidup sebagai daddy blues memang sudah cukup berat, tidak perlu dibuat terlalu serius, kan?
Daddy Blues Awal dari Tekanan
Bayangkan seorang bapak muda, baru punya anak pertama. Hari-harinya penuh dengan suara tangisan bayi yang bercampur dengan laporan pekerjaan yang tak kunjung selesai. Di tengah semua ini, ia mulai bertanya-tanya, "Kapan ya terakhir kali aku tidur delapan jam penuh?" atau lebih parah, "Kapan terakhir kali aku merasa seperti manusia?
Inilah fase Daddy Blues, di mana hidup seorang bapak terasa seperti tekanan tanpa akhir. Tagihan listrik, sekolah, dan cicilan rumah menjadi penghias utama hidupnya. Seorang bapak di fase ini sering merasa terjebak. Tapi jangan salah, di balik semua kelelahan itu, ada momen-momen kecil yang bisa membuatnya tersenyum: pelukan anak, senyum istri, atau sekadar kopi hangat yang tiba-tiba terasa seperti kemewahan.
Namun, jika tekanan ini terlalu besar dan tidak dikelola dengan baik, ada kemungkinan besar bapak ini kehilangan arah. Apakah ia akan beranjak ke Daddy Goals yang membanggakan, atau malah tergelincir ke dunia Sugar Daddy yang penuh godaan?
Daddy Goals Masa Keemasan
Setelah melewati badai Daddy Blues, banyak bapak akhirnya sampai pada fase Daddy Goals. Ini adalah saat di mana hidup mulai terasa lebih stabil. Anak-anak tumbuh sehat, karier berjalan mulus, dan tagihan---meski tetap ada---sudah lebih bisa diatasi. Bapak di fase ini biasanya menjadi panutan, bukan hanya bagi keluarganya, tapi juga teman-temannya.
"Bro, si Andi tuh Daddy Goals banget. Tiap minggu bisa ajak anak-anak main, masih sempat jogging sama istri," begitu mungkin obrolan di grup WhatsApp bapak-bapak.
Tapi jangan salah, fase ini juga punya tantangan. Kadang, di balik topeng kesuksesan, seorang bapak merasa ada sesuatu yang hilang. Ia mulai bertanya-tanya, "Apa hidupku cuma kerja, bayar tagihan, terus mati?" Kalau rasa kosong ini terlalu besar, bisa-bisa ia tergelincir ke fase berikutnya yang jauh lebih berbahaya: Sugar Daddy.
Sugar Daddy Bahaya yang Mengintai
Fenomena Sugar Daddy ternyata tidak bisa dianggap remeh, apalagi di Asia. Menurut survei aplikasi kencan ternama SeekingArrangement, Indonesia berada di posisi kedua dengan 60.250 Sugar Daddy, hanya kalah dari India yang punya 338.000 Sugar Daddy. Bahkan negara maju seperti Jepang hanya mencatat 32.500, jauh di bawah Indonesia. Nah, pertanyaannya, bagaimana seorang bapak yang dulunya sibuk dengan popok bisa berakhir di daftar ini?
Sederhana saja: godaan. Setelah stabilitas finansial tercapai, sebagian bapak merasa butuh validasi baru. Mereka ingin merasa muda lagi, diinginkan lagi. Aplikasi kencan seperti SeekingArrangement mempermudah mereka bertemu pasangan muda yang mencari "dukungan" finansial. Hubungan ini sering kali transaksional, tidak mendalam, tetapi untuk sementara waktu, cukup untuk mengisi kekosongan emosional.
Tapi, apakah ini membawa kebahagiaan sejati? Tentu tidak. Hubungan yang didasarkan pada uang cenderung dangkal dan hanya berakhir dengan kehampaan. Plus, jangan lupa risikonya: hubungan keluarga hancur, reputasi runtuh, dan saldo bank yang tiba-tiba menyusut lebih cepat dari gaji masuk.
Spiritual Daddy Jalan Menuju Kedewasaan
Â
Namun, tidak semua bapak berakhir di jalan Sugar Daddy. Bagi mereka yang menyadari bahwa kebahagiaan sejati ada dalam keluarga, ada fase yang lebih tinggi: Spiritual Daddy.
Seorang Spiritual Daddy adalah bapak yang telah menemukan kedamaian dalam hidupnya. Ia tidak lagi mencari validasi dari dunia luar. Anak-anak yang kini sudah dewasa menghormatinya, bukan karena kekayaannya, tetapi karena kebijaksanaannya. Ia menjadi mentor, pelindung, dan panutan sejati. Kalau dilihat, Spiritual Daddy adalah versi bapak yang sukses menjalani level up kehidupan dengan elegan.
Jalan Mana yang Akan Anda Pilih?
Fenomena Sugar Daddy, meskipun tampak "menarik" dari luar, hanyalah jalan pintas menuju kehampaan. Fase Daddy Blues mungkin berat, tapi itu adalah bagian dari perjalanan seorang bapak menuju kedewasaan. Dengan dukungan pasangan, refleksi diri, dan cinta kepada keluarga, seorang bapak bisa bertransformasi dari Daddy Blues menuju Daddy Goals, dan akhirnya menjadi Spiritual Daddy.
Jadi, untuk para bapak di luar sana, ingatlah tekanan memang tidak bisa dihindari, tetapi cara Anda menghadapinya menentukan arah hidup Anda. Mau jadi Daddy Goals yang dibanggakan anak-anak atau tergoda menjadi Sugar Daddy yang akhirnya merusak semuanya? Pilihan ada di tangan Anda.
Seperti kata pepatah, "Hidup itu penuh tekanan, tapi pantulan tergantung pada seberapa kuat Anda berdiri." Semoga perjalanan Anda membawa Anda ke arah yang penuh makna dan kebahagiaan sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H