Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Program Makan Bergizi Gratis Ambisi Besar, Penanggulangan Stunting Terabaikan

1 Desember 2024   05:40 Diperbarui: 1 Desember 2024   07:18 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu ciri stunting adalah pertumbuhan terhambat (Foto Kompas.com)

Indonesia tampaknya telah mengalihkan perhatian dari krisis gizi paling mendesak yang dihadapinya. Ketika prevalensi stunting masih mencapai 21,6 persen pada 2023---jauh dari target pemerintah 14 persen---pemerintah justru meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis dengan anggaran spektakuler sebesar Rp71 triliun untuk tahun pertama.

Program ini, yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024, menyasar kelompok luas, mulai dari anak-anak usia PAUD hingga SMA, ibu hamil, hingga menyusui. Namun, alih-alih memperkuat upaya penurunan stunting, program ini justru menunjukkan ambisi besar yang salah arah.

Stunting adalah masalah gizi yang membutuhkan penanganan spesifik dan fokus pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), periode emas di mana intervensi gizi memiliki dampak paling signifikan. Program Percepatan Penurunan Stunting, yang dijalankan berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 dengan mandat kepada BKKBN, menargetkan kelompok rentan seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Pendekatan ini telah terbukti efektif di berbagai negara, seperti Thailand dan Vietnam, yang berhasil menurunkan angka stunting dengan fokus pada kelompok kritis ini. Namun, di Indonesia, program ini berjalan dengan dana terbatas dan perhatian yang minimal, kalah bersaing dengan program besar yang lebih menarik perhatian publik.

Program Makan Bergizi Gratis adalah contoh nyata dari kebijakan populis yang lebih mengutamakan pencitraan daripada dampak nyata. Dengan cakupan sasaran yang luas, program ini menyasar anak-anak usia sekolah dari PAUD hingga SMA---sebagian besar kelompok yang sudah melewati masa kritis pencegahan stunting. Dampaknya terhadap penurunan angka stunting jelas minim, karena anak-anak usia sekolah tidak termasuk dalam kategori rentan yang membutuhkan intervensi mendesak. Selain itu, pendekatan universal ini mengabaikan daerah dengan prevalensi stunting tinggi, seperti NTT dan Papua, yang seharusnya mendapatkan prioritas dalam distribusi makanan bergizi.

Ketidaksinambungan ini semakin diperburuk oleh kurangnya sinergi antara kedua program. BKKBN, dengan data dan pemetaan wilayah yang komprehensif, seharusnya menjadi mitra utama Badan Gizi Nasional dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis. Namun, kedua lembaga ini berjalan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi yang jelas. Akibatnya, alokasi sumber daya menjadi terfragmentasi, dan kelompok rentan yang paling membutuhkan justru terabaikan.

Anggaran besar yang dialokasikan untuk Program Makan Bergizi Gratis juga menimbulkan pertanyaan serius. Dengan Rp71 triliun, pemerintah memiliki peluang untuk secara signifikan memperkuat Program Percepatan Penurunan Stunting, yang sudah memiliki pendekatan yang terbukti efektif. Namun, alih-alih memperkuat upaya ini, pemerintah memilih untuk menyebarkan anggaran ke kelompok yang kurang relevan dalam konteks stunting. Ini adalah keputusan yang tidak hanya boros, tetapi juga menunjukkan kurangnya prioritas dalam menghadapi krisis gizi.

Contoh dari negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam menunjukkan bahwa fokus dan efisiensi adalah kunci keberhasilan. Thailand, misalnya, berhasil menurunkan prevalensi stunting menjadi di bawah 10 persen dengan pendekatan targeted yang melibatkan sektor kesehatan, pendidikan, dan pertanian. Vietnam juga menunjukkan hasil signifikan dengan menekankan kerja sama lintas sektor dan penggunaan pangan lokal untuk mendukung kelompok rentan. Indonesia, dengan anggaran yang jauh lebih besar, justru terjebak dalam kebijakan yang terfragmentasi dan kehilangan fokus.

Program Makan Bergizi Gratis adalah simbol dari ambisi besar yang salah arah. Program ini mungkin memberikan manfaat langsung yang terlihat bagi kelompok tertentu, tetapi gagal memberikan dampak nyata pada masalah inti. Stunting adalah krisis yang membutuhkan fokus, efisiensi, dan keberanian untuk mengambil langkah yang tepat. Jika pemerintah terus mengalihkan perhatian dan sumber daya dari program penurunan stunting, generasi mendatang Indonesia akan tetap terjebak dalam siklus gizi buruk.

Pemerintah harus segera mengevaluasi dan mengintegrasikan kedua program ini. Program Makan Bergizi Gratis harus diarahkan untuk mendukung sasaran Program Percepatan Penurunan Stunting, dengan prioritas pada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, khususnya di wilayah dengan prevalensi stunting tinggi. Koordinasi antara Badan Gizi Nasional dan BKKBN harus diperkuat untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan memberikan dampak nyata pada penurunan angka stunting. Selain itu, evaluasi transparan harus dilakukan untuk menilai efektivitas kedua program dalam mencapai tujuan jangka panjang.

Indonesia tidak membutuhkan kebijakan besar yang hanya terlihat bagus di atas kertas atau menyenangkan mata publik. Yang dibutuhkan adalah solusi nyata yang bekerja, dengan fokus yang tajam, alokasi anggaran yang efisien, dan dampak langsung pada kelompok yang paling membutuhkan. Jika pemerintah tidak segera berbenah, stunting akan terus menjadi momok bagi generasi mendatang, dan program-program besar ini hanya akan dikenang sebagai kegagalan dalam memahami prioritas kesehatan nasional.

Penulis adalah Ketua Team Relawan Peduli Stunting Kerjasama Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia dan BKKBN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun