Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

(Lonely Marriage) Nikah Nikmatnya cuma 10 %, 90% Sangat Sangat Nikmat Sekali!

25 November 2024   16:36 Diperbarui: 25 November 2024   16:36 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika sang ayah menatap pertama kali putra/i nya saat lahir,maka luluh lantak egonya, hadir cinta tiada tara (foto Pexels.com)

Ada yang bilang, "Pernikahan itu seperti cokelat praline---manis di awal, tapi lama-lama bikin eneg." Tapi setelah 26 tahun menikah, saya bisa bilang,  nikmat pernikahan itu memang cuma 10% di awal, tapi sisa 90%-nya sangat-sangat nikmat sekali... asalkan tahu cara menjalaninya. Narasi ini adalah pengalaman hidup pribadi penulis, bukan sebagai ahli pernikahan.

10% Nikmat di Awal, Bulan Madu Penuh Mimpi

Awal pernikahan itu kayak naik wahana bianglala di taman hiburan. Semua serba indah, dunia terasa milik berdua, dan hidup berjalan tanpa beban. Pasangan masih wangi parfum akad nikah, rumah rapi, dan makan mie instan di kontrakan pun terasa istimewa.

Tapi, bulan madu nggak selamanya. Begitu anak pertama lahir, hidup jadi lebih "nyata." Masalah baru mulai muncul, dari popok sampai biaya sekolah, dari cicilan rumah sampai utang mobil. Di sinilah 10% fase manis itu berakhir, dan sisa 90% perjuangan dimulai. Tapi jangan salah, di fase inilah nikmat sebenarnya muncul, meski kadang tersembunyi di balik tantangan.

Sisa 90%, Nikmat yang Sangat-Sangat Luar Biasa

Nikmat 90% dalam pernikahan itu datang dari kebersamaan, kerja sama, dan perjuangan. Misalnya, ketika anak pertama lahir, 3,5 tahun kemudian kami sudah harus memikirkan biaya pra-sekolah. Lanjut ke TK, SD, hingga sekolah favorit yang biayanya kadang bikin deg-degan setiap bulan. Tapi dari perjuangan inilah, saya dan pasangan justru menemukan arti pernikahan yang sebenarnya.

Anak-anak menjadi perekat dalam rumah tangga. Dengan empat anak yang tumbuh di tengah-tengah kami, rasanya nggak ada ruang untuk kesepian. Bermain bersama mereka, pergi berwisata, atau sekadar ngobrol santai di rumah, semuanya punya multi fungsi. Anak-anak bahagia, orang tua pun bisa saling berinteraksi dan semakin dekat.

Masalah keuangan? Itu juga bagian dari nikmat luar biasa. Setiap bulan ada tantangan baru: bagaimana mencukupi kebutuhan anak-anak, membayar cicilan, dan tetap menjaga kestabilan rumah tangga. Tapi justru di situ, saya belajar pentingnya keterbukaan dalam pernikahan.

Lonely Marriage? Apa Itu ?

Buat saya, istilah lonely marriage itu rada absurd. Dengan empat anak, rasanya kesepian itu barang mewah yang nggak pernah ada di rumah kami. Kalau ada waktu luang, ya mending tidur! Tapi kalau mau serius, potensi lonely marriage memang tetap ada kalau pasangan nggak punya tujuan yang jelas.

Pertama, pasangan harus punya tujuan bersama. Jangan cuma fokus ke manis-manis di awal, karena itu cuma 10%. Pikirkan jangka panjang punya anak, membesarkan mereka, dan membangun ekonomi keluarga. Tujuan ini yang bikin hidup pernikahan lebih seru dan penuh warna. Kalau nggak ada tujuan, rasa sepi gampang menyelinap.

Lalu, saling ngerti kesibukan pasangan itu wajib. Kalau pasangan lagi sibuk cari nafkah, jangan malah minta nonton drama Korea bareng sambil nangis-nangis. Ngertiin aja, perjuangan itu buat keluarga juga.

Jangan lupa nikmati hal-hal sederhana. Bahagia itu nggak perlu mahal. Kadang ngobrol sambil makan gorengan di teras rumah lebih bikin hubungan awet daripada liburan mewah yang malah bikin pusing mikirin tagihan kartu kredit. Dan terakhir, selalu cari alasan buat ketawa bareng. Kalau ada masalah, jangan cuma diam atau marah-marah. Cari sisi lucunya, kayak waktu anak ngompol di kasur. Alih-alih kesal, jadikan itu bahan cerita lucu sambil ngopi bareng pasangan.

Jaga Keterbukaan, Jangan Sok Kuat

Keterbukaan itu penting, terutama soal keuangan. Kita yang laki-laki kadang sok kuat. Semua dipendam, semua ditanggung sendiri. Tapi kalau tiba-tiba kredit macet, cicilan mobil tersendat, dan debt collector datang pagi-siang-sore kayak minum obat tiga kali sehari, itu yang bahaya.

Jangan tunggu sampai masalah meledak, baru cerita ke istri. Keterbukaan sejak awal bikin pasangan lebih siap menghadapi apa pun bersama. Istri itu sebenarnya kuat, kok, asal tahu situasinya. Jangan sembunyi-sembunyi sampai semua jadi bencana, karena akhirnya malah bikin keluarga ikut terguncang. Pernikahan itu soal berbagi, bukan soal siapa yang paling tangguh.

Kalau Berantem, Fokus ke Solusi

Berantem itu wajar dalam pernikahan, tapi caranya harus benar. Jangan pernah ungkit keputusan yang sudah diambil bersama, apalagi yang gagal. Misalnya, saat keuangan lagi sulit, jangan bilang, "Kamu sih, nyekolahin anak di tempat mahal!" Itu nggak menyelesaikan apa-apa, malah bikin suasana makin panas.

Kalau ada masalah, fokuslah ke solusi, bukan ke masa lalu. Memang nggak mudah, terutama buat istri yang kadang godaan ngomelnya besar. Tapi percayalah, lebih baik diam sejenak daripada ngomong sesuatu yang bikin hubungan makin keruh.

Nikmat dalam Perjuangan

Pernikahan itu memang cuma 10% manis di awal. Tapi, sisa 90% adalah nikmat yang sangat-sangat luar biasa, kalau kita tahu cara menjalaninya. Dari mendidik anak, menjaga keterbukaan, hingga saling mendukung dalam menghadapi tekanan, semua itu adalah bagian dari perjalanan pernikahan yang membuat hubungan semakin bermakna.

Lonely marriage? Aduh, nggak ada di kamus kami! Dengan tujuan bersama, saling pengertian, dan sedikit humor, nikmat pernikahan bisa terus terasa, bahkan setelah puluhan tahun. Jadi, siap menikmati 90% yang sangat-sangat nikmat itu? Saya sudah jalan 26 tahun, dan rasanya luar biasa.

Eh..kata temenku yang punya cucu.... katanya di usia senja memiliki cucu adalah kebahagaian yang tiada tara, bayangkan sampai harus rebutan sama besan lho..... jadi mana sepinya perkawinan itu.......    ?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun