Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gibran, Melewati Badai Meraih Pelangi (Narasi Imajiner Orang Tua yang Peduli dan "Cawe-Cawe")

23 November 2024   19:47 Diperbarui: 23 November 2024   22:50 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampai kapanpun orang tua akan selalu cawe cawe (ilustrasi foto Kompas.com)

Saya melihat dia sedikit menunduk, mungkin merenung, mungkin juga mempertimbangkan kata-kata saya.

"Mas, program-program itu, meskipun niatnya baik, tidak akan cukup untuk membawa perubahan besar yang diharapkan rakyat. Membagikan susu dan buku tidak menyelesaikan masalah anak-anak di Toraja. Mereka butuh lebih dari itu. Mereka butuh pendidikan yang berkualitas, guru yang terlatih, dan akses ke fasilitas belajar yang layak. Anda tidak hanya perlu memberi mereka susu untuk hari ini, tetapi juga alat untuk bertahan esok hari. Anda tidak hanya perlu membagi buku, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki guru yang mampu memandu mereka untuk memahami isinya."

Saya menarik napas dalam-dalam, memberi jeda untuk kata-kata saya menggantung di udara.

"Mas Gibran, saya ingin Anda belajar dari pemimpin muda di negara lain. Jacinda Ardern di Selandia Baru tidak hanya memberikan bantuan langsung, tetapi membangun sistem yang memastikan kesejahteraan anak-anak dalam jangka panjang. Emmanuel Macron di Prancis fokus pada pelatihan keterampilan digital untuk anak-anak muda, memastikan mereka mampu menghadapi dunia kerja global. Mereka tidak hanya memberi, Mas, tetapi juga menciptakan peluang dan memberdayakan rakyat mereka."

Saya menatap matanya, mencoba menyampaikan rasa cinta yang tulus dalam kritik saya.

"Mas, Anda punya peluang besar untuk menjadi simbol perubahan di Indonesia. Anda muda, Anda punya akses, dan Anda punya panggung. Tapi, semua itu tidak akan berarti jika Anda hanya fokus pada langkah-langkah populis. Rakyat tidak butuh pemimpin yang hanya memberi. Rakyat butuh pemimpin yang menciptakan."

Saya menyelesaikan kalimat saya dengan nada lembut namun tegas.

"Mas Gibran, saya percaya Anda bisa lebih dari ini. Saya percaya Anda mampu melewati badai kritik dan tantangan, dan akhirnya meraih pelangi. Tetapi, untuk itu, Anda harus berani membuat langkah besar. Tinggalkan kebijakan yang dangkal, dan fokuslah pada kebijakan yang berkelanjutan. Jadilah inspirasi, bukan sekadar pemberi."

Dalam imajinasi saya, Gibran mengangguk pelan. Ada sorot mata yang menunjukkan bahwa ia mendengar.

"Terima kasih, Pak," katanya akhirnya. "Saya akan pikirkan itu."

Sebagai orang tua, saya percaya pada potensi Gibran. Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk mendorongnya menjadi lebih baik. Saya ingin melihat dia menjadi pemimpin muda yang bukan hanya memberi, tetapi juga menciptakan perubahan yang berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun