Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kementrian HAM, Tantangan Tambahan Anggaran 0 Rupiah, Sebuah Refleksi

24 Oktober 2024   16:39 Diperbarui: 26 Oktober 2024   06:02 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri HAM Kabinet Merah Putih (sumber  Kompas.com/IrfanKamil).

Selain itu, pusat studi HAM dan laboratorium HAM juga bisa dibangun melalui kemitraan dengan lembaga riset atau institusi internasional. Alih-alih memulai dari awal, Kementerian HAM bisa bekerjasama dengan organisasi HAM global, PBB, atau NGO HAM untuk menyediakan sumber daya dan dukungan teknis.

Kolaborasi ini tidak hanya akan menghemat anggaran, tetapi juga membuka akses ke jaringan internasional yang lebih luas, memperkuat pengaruh Indonesia di kancah global.

Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Advokasi HAM

Di era digital, banyak hal bisa dicapai tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Advokasi HAM, yang dulunya dilakukan melalui seminar, pertemuan fisik, dan kampanye tradisional, kini bisa dilakukan melalui platform digital.

Kementerian HAM bisa memanfaatkan media sosial, podcast, webinar, dan video online untuk menyebarkan kesadaran tentang hak asasi manusia. Konten digital ini bisa diakses oleh masyarakat luas, bahkan hingga ke pelosok negeri, dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan program-program konvensional.

Contoh sukses penggunaan teknologi digital dalam advokasi HAM bisa dilihat dari kampanye global yang dilakukan oleh organisasi-organisasi internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch.

Dengan modal digital, mereka mampu menjangkau jutaan orang di seluruh dunia tanpa perlu anggaran besar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, advokasi HAM bisa efektif dilakukan dengan biaya minimal.

Pemanfaatan Sumber Daya Manusia dan Intelektual yang Ada

Indonesia memiliki banyak akademisi, praktisi hukum, dan aktivis HAM yang bisa menjadi sumber daya utama bagi Kementerian HAM. Alih-alih menghabiskan anggaran besar untuk mendirikan institusi baru, Kementerian HAM bisa memanfaatkan jaringan akademisi dan praktisi yang sudah ada untuk memperkuat program-program advokasinya. Mereka bisa dilibatkan dalam pelatihan, seminar, dan penelitian tentang HAM, tanpa perlu investasi besar dalam infrastruktur fisik.

Selain itu, Kementerian HAM juga bisa memperkuat kerjasama dengan universitas yang sudah memiliki program studi terkait HAM. Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan universitas-universitas lainnya bisa menjadi mitra strategis dalam pengembangan kurikulum dan riset HAM. Dengan demikian, biaya untuk mendirikan Universitas HAM bisa dihindari, sementara tujuan besar untuk memajukan HAM di Indonesia tetap tercapai.

Refleksi,  Apakah Anggaran Rp 20 Triliun Mutlak Diperlukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun