Mohon tunggu...
abdulrahmanazis
abdulrahmanazis Mohon Tunggu... Petani - Pegiat Desa

Membaca, Menulis, dan Membumi di Desa

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Abdul Rahman Azis, Literasi dengan "Kampoeng Mbaca"

10 Januari 2025   18:21 Diperbarui: 10 Januari 2025   18:21 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca dan menulis salah satu kegemaran Abdul Rahman Azis (37) membuat hidupnya semakin bermakna. Profesinya sebagai Pendamping Desa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat membuat Azis beserta rekan-rekannya mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kampoeng Mbaca. Kampoeng Mbaca didirikan pada tahun 2019 dibekas garasi mobil rumah orang tuanya di Desa Paningkiran, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Berdirinya Kampoeng Mbaca didasari oleh fenomena anak-anak kecanduan gadget dan sulitnya masyarakat desa mengakses bahan bacaan. Awal berdirinya Kampoeng Mbaca membuat Azis kebingungan untuk mendapatkan buku bacaannya. Ia pun memanfaatkan jejaring sosialnya yaitu Dompet Dhufa Cirebon dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Majalengka mengajukan bantuan bahan bacaan.

"Alhamdulillah Dompet Dhuafa Cirebon Memberikan bantuan bahan bacaan anak-anak sekitar 300 eksemplar yang diberikan langsung oleh Nuryana Ketua Dompet Dhuafa Cirebon. Selang beberapa minggu Perpustakaan Daerah Kabupaten Majalengka pun menginformasikan akan meminjamkan bahan bacaan untuk Kampoeng Mbaca,"ujar Azis.

Setelah tempat dan bahan bacaan terkumpul kegiatan Kampoeng Mbaca pun berjalan dengan kegiatan rutin yaitu membaca bersama di sore hari dengan sasaran anak-anak di sekitar rumahnya. Anak-anak begitu antusias mengikuti kegiatan Kampoeng Mbaca sehingga membutuhkan tenaga pengajar tambahan. Azis pun merekrut relawan untuk menjadi tenaga pendamping anak-anak membaca.

Sumber: Foto Pribadi 
Sumber: Foto Pribadi 
Literasi di Desa

Literasi sebenarnya bukan hanya sebatas membaca dan menulis saja, setidaknya ada enam jenis literasi yang harus dikuasai masyarakat desa, yaitu literasi membaca dan menulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi budaya, dan literasi finansial. Begitu luasnya pengertian literasi membuat Azis semakin bersemangat membuat kegiatan-kegiatan di Kampoeng Mbaca.

Kampoeng Mbaca berkolaborasi dengan Pemerintah Desa Paningkiran, Dompet Dhuafa Cirebon, Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Majalengka, Mahasiswa KKN UNMA, dan Rumah Singgah Satwa Indonesia (RSSI) membuat acara dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional.

"Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Desa Paningkiran yang telah mendukung acara ini, hari ini kita akan mendapatkan banyak pengetahuan baru dari beberapa narasumber yang telah hadir terkait ilmu parenting, pengenalan aneka satwa, dan ditutup dengan santunan anak yatim piatu,"kata Azis dalam sambutannya.

Suasana menjadi heboh saat pengenalan aneka satwa dari RSSI, ketika ular sanca panjang  5 meter dikeluarkan dari kandang. Beberapa anak-anak berhamburan berlarian ketakutan.

"Mamah takut! Ularnya Panjang sekali,"ujar Alip sambil berlari.

"Alip sini jangan takut, ularnya baik kok tidak akan menggigit,"bujuk Wawan Ketua RSSI.

Wawan mensosialisasikan aneka satwa yang ia bawa, mulai dari ular, iguana, sugar glider, dan yang lainnya. Ia menjelaskan bahwa ular itu ada yang berbisa dan tidak, ular juga memiliki habitatnya ada di sungai, darat, laut, hutan, dan sawah.

"Anak-anak kalau melihat ulat di sawah jangan dibunuh ya, karena ular sawah membantu petani membasmi tikus. Kalau ular sawah diburu dan dibunuh akan terjadi ledakan hama tikus yang berakibat petani gagal panen,"kata Wawan menasehati anak-anak Kampoeng Mbaca.

Mengenal Budaya Lokal

Salah satu aspek penting bidang literasi adalah pelestarian budaya lokal yang merupakan warisan tradisional. Warisan tradisional terdiri dari nilai-nilai, adat istiadat, seni, dan pengetahuan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Untuk mengenal warisan budaya lokal yang ada di desa, Kampoeng Mbaca berkolaborasi dengan Kang Entus salah satu pegiat musik tradisional Majalengka. Kang Entus memperkenalkan alat musik celempung dan karinding, alat musik tradisional ini khas Jawa Barat yang terbuat dari bambu.

"Anak-anak alat musik ini terbuat dari bahan apa, siapa yang tau?,"tanya kang Entus".

"Terbuat dari bambu,"jawab anak-anak Kampoeng Mbaca secara serentak.

Kang Entus, menjelaskan bahwa alat musik celempung  dan  karinding ini tidak sebatas alat musik yang menghasilkan bunyi. Alat musik ini memiliki nilai-nilai filosofi, "Hariring nu ngadalingding." Artinya nyanyian yang menentramkan. Maknanya yaitu agar kita bersikap sederhana, hidup rukun tentram dalam kedamaian dan hidup penuh kasih sayang,"ujar Kang Entus.

Taman Bermain

Konsistensi Azis dalam mengembangkan gerakan literasi di desa dengan membangun jejaring sosialnya, Kampoeng Mbaca mendapatkan bantuan taman bermain melalui program sosial hearing dari Yayasan Erick Thohir Foundation. Kegiatan ini dikerjakan secara swadaya masyarakat, bahu membahu membuat taman bermain  yang ramah anak.

"Taman bermain ini sangat dibutuhkan anak-anak di desa, karena kita tahu bahwa minim sekali ada taman bermain yang ramah anak di pelosok desa. Sekarang anak-anak tidak harus pergi jauh ke taman kota untuk menikmati arena bermain. Ini merupakan buah dari kerja-kerja kolaborasi dalam meningkatkan gerakan literasi di desa,"kata Azis.

Suharto sebagai Kepala Desa Paningkiran sangat mengapresiasi gerakan literasi yang digawangi oleh Azis. Anak-anak desa yang sudah kecanduan gadget bisa dialihkan ke arah kegiatan yang lebih positif.

"Saya ucapkan banyak terima kasih kepada Azis yang selama ini konsisten melakukan gerakan literasi di Desa Paningkiran, mudah-mudahan gerakan ini bisa diduplikasi oleh para pemuda-pemuda di desa. Sehingga anak-anak di desa tidak ada yang buta aksara, dan anak-anak di desa bisa bertumbuh kembang menjadi anak yang kreatif,"ujar Suharto.

Membaca, Menulis, dan Membumi di Desa

Tidak hanya berhenti dititik itu saja, Azis bersama istri mendirikan lembaga Bimbel Bina Lestari. Ia bersama istri berkomitmen untuk terus membumi di desa, jangan sampai anak-anak di desa ada yang tidak bisa membaca. Bimbel Bina Lestari yang didirikan Azis bersama  istri memberikan beasiswa secara gratis khusus anak tidak mampu di sekitar bimbel dan anak-anak yatim piatu secara umum untuk belajar membaca dan berhitung sampai lulus.

"Dulu gerakan literasi yang saya lakukan ruang lingkupnya kecil hanya di sekitar rumah saja. Sekarang dengan berdirinya lembaga Bimbel Bina Lestari yang sudah memiliki 2 cabang ini, jangkauannya lebih luas lagi. Tentunya bagi anak tidak mampu dan yatim piatu akan diberikan beasiswa sampai lulus. Karena membaca dan berhitung menjadi modal dasar mempersiapkan generasi-generasi emas dalam mewujudkan Indonesia emas di tahun 2045,"ujar Azis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun