Dalam temuan survei Lembaga Survei Nasional (LSN), "Saat ini 47,5 persen responden yang mengaku pemilih atau relawan Jokowi menjatuhkan pilihan pada Prabowo, sedangkan yang memilih Ganjar hanya 35,8 persen."Â
Jika dilihat dari respons Jokowi atas berbagai temuan lembaga survei dan percaturan narasi, ia lagi-lagi tampak menikmati sambil percaya diri untuk menyelesaikan berbagai proyek strategis nasional dalam satu tahun ke depan.Â
Secara politik dapat diduga bahwa ia hanya hendak memastikan dua hal. Pertama, jalannya Pemilu 2024 berlangsung aman dan damai tanpa polarisasi yang menajam seperti yang terjadi di Pemilu 2019. Kemesraannya dengan Prabowo adalah suasana prakondisi untuk menjamin itu.Â
Kedua, agar penerusnya dapat menjamin untuk melanjutkan agenda-agenda besar sebagai syarat Indonesia lolos dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap.Â
Kelihatannya, Jokowi fokus dalam pembangunan infrastruktur, meningkatkan kapasitas SDM, hingga peningkatan investasi dan sumber pembiayaan. Pilar transformasi ekonomi tersebut sekaligus menjadi pendukung utama untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024-2045.
Terhadap berbagai tantangan itu, secara politik, baik kekuatan politik berbasis kekuatan partai atau kekuatan masyarakat (tercermin dalam berbagai relawan Jokowi), langkah jalan Jokowi dapat dipahami untuk secara taktis-strategis berdiri di "dua kaki".Â
Kaki pertama tentu saja harus dipijakkan di atas PDIP sebagai the ruling party sebagai induk dari kekuatan partai Jokowi sendiri. Dan kaki kedua harus dipijakkan di atas kekuatan Gerindra dan ketokohan Prabowo Subianto yang semakin meningkat hasil surveinya.Â
Keputusan untuk berpijak dua kaki itu memiliki rasionalitasnya sendiri yaitu, sebagai presiden harus tampil netral dan mengayomi keduanya. Langkah ini harus dilakukan setelah ide menyatukan Prabowo-Ganjar dan atau sebaliknya gagal diputuskan oleh dua partai besar, PDIP dan Gerindra.Â
Bagaimana dengan bacapres lain, Anies Baswedan?Â
Untuk kekuatan politik Koalisi Perubahan, Jokowi hanya perlu berkomunikasi "tipis-tipis" dengan ownernya: Surya Paloh. Komunikasi tipis-tipis itu telah Jokowi tunjukkan dalam gambar reshuffle kabinet.Â
Tiga menteri Nasdem hanya berganti satu orang dengan alasan hukum. Dua yang lain tetap dipertahankan untuk menggambarkan bahwa Jokowi sedang mainkan "politik keseimbangan".