Tik.. tik..tik.. dentuman detik waktu membawaku begitu cepat. Memaksa ku untuk cepat melupakan masa lalu. Ya, masa lalu, masa lalu yang sulit untuk di definisikan. Bahagiakan? Sedihkah? Pilukah? Aku tak tahu apa yang aku rasakan. Yang jelas, ketika aku mengingat nya seolah aku mati rasa, tak dapat merasakan apapun. Bagiku semua sama, sedih, bahagia,pilu,suka dan duka hanyalah sebuah nama. Sama sama tak lagii indah, sama sama tak lagii menyakitkan dan tak bermakna.
Pagi ini adalah hari pertama kelas 3 SMA, waktu mempertemukan ku dengan seseorang.
"Git.." ku dengar seseorang memanggil ku. Ternyata dia adalah Panji, teman kelasku. Dia menepuk bahuku. " mau kemana git?", Tanyanya. " Mau ke kantin", jawabku.
" Kamu cukur rambut?", Tanyaku.
" Iya git, kenapa memangnya? Ganteng kan aku?". Tanya nya dengan penuh rasa percaya diri
 "Hmm,lumayan sii" Jawab Gita dengan mengerut kan keningnya.
" Haha sudah jujur saja git, aku memang ganteng". Cetus nya.
Sejujur nya, Panji mirip dengan Aksara, seseorang dari masa lalu ku. Semua yang ada pada diri Panji, mirip dengan Aksara. Sejak kelas 1 SMA, sejak aku mengenal Panji, disitulah sosok Aksara seolah kembali dalam kehidupan dengan nama yang berbeda. Nama Aksara masih belum aku bisa hapus dari hatiku, namun kehadiran Panji dapat membuat ku melupakan nya. Walaupun wajah nya tak sama persis, namun perhatian dan kebiasaan nya sangat sama persis dengan Aksara. Aku jadi rindu pada Aksara, rindu ini membuat ku seperti ingin kembali pada Aksara.Â
" Hai Gitaa.. Ada apa? Ko melamun begitu si?" Tanya Panji. Tanpa menunggu jawaban ku, dia pun menarikku untuk masuk ke kelas, ternyata bel masuk sudah berbunyi tapi aku tidak mendengar nya. Sesampainya dia kelas, Panji malah duduk di samping ku, aku ingin mengusir nya tetepi bagaimana bisa aku mengusirnya, hanya karena kepentingan pribadi ku. Â Aku coba mengunci hati untuk Panji dan Aksara. Ku lihat cewek cewek dengan tatapan sinis, saat melihat ku dekat dengan Panji, pastinya secara Panji termasuk dalam kategori pria yang tampan dan terpopuler di sekolah, selain itu dia juga pintar. Siapa sih yang tidak suka melihat cowo seperti Panji. Aku pun suka dengan nya, tapi untuk mendapatkan nya, itu hanya sebuah mimpi.
Membuat Panji suka padaku saja mungkin hanya sebuah haluan saja. Berapa ribu cewe yang harus aku hadapi, jika aku mendapatkan Panji. Ah mengahayal.
Bel istirahat berbunyi, aku tak beranjak dari tempat duduk ku. Aku masih memandangi wajah Panji yang sedang tertidur pulas sejak jam pelajaran di mulai. Sayang nya Bu Dea memanggil Panji dan terpaksa aku membangun kan nya. Saat dia bergegas ingin keluar kelas, rasanya aku tak ingin dia pergi, aku pasti bakal ngerasa kangen padanya, ini memang berlebihan tapi ini juga kenyataan nya.