Mohon tunggu...
Akhmad AbdulMujib
Akhmad AbdulMujib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Akhmad Abdul Mujib, 085713416072

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontribusi Agama Dalam Menghadapi Pandemi

17 Agustus 2021   14:16 Diperbarui: 17 Agustus 2021   14:19 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akir ini, hampir semua orang dapat menyaksikan bahwa, jumlah orang yang terjangkit virus corona (covid 19) semakin membuat sebagian hati merasa gelisah, banyak upaya pencegahan yang ditempuh oleh berbagai pihak, namun demikian tetap saja ada sebagian orang yang menganggap berita ini sebagai angin lalu, dan mereka tetap melaksanakan kegiatan seperti biasa,  atau bahkan membuat klaim bahwa pandemic ini adalah sebuah drama yang sedang dibuat oleh para penguasa. Ini tentu tidak dapat dibenarkan karena memang pada kenyataanny virus ini benarlah ada. Dalam sebuah laporan data survei yang diselenggarakan oleh Program Majelis Reboan pada Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Survei membuktikan, sikap dan tindakan responden (baca: umat beragama) sesuai dengan pengetahuannya tentang Covid-19 dan kebijakan terkait! Responden yang umumnya dari Gen X dan Gen Milenial ini terkategori kelas menengah yang akses pada informasi cukup baik. Mereka banyak mendapat info dan wacana dari media sosial dibanding sumber resmi. Inilah yang menjadi penyebab kekeliruan berita dan ara pandang masyarakat terkait pandemic coid 19.

Pandemi dan Sejarahnya

Jika dilihat dari pengertiannya, pandemic dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti wabah yang berjangkit serempak dimana-mana yang meliputi daerah geografis yang luas (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1116). Pndemi dinyatakan saat penyakit baru dan orang-orang belum memiliki kekebalan tubuh pada penyakit tersebut, menyebar di seluruh dunia diluar dugaan.[1]

 Dalam Bahasa Arab, pandemic ini disebut sebagai balwa `aammah, (ujian dari tuhan secara umum), ujian atau virus ini bersifat adil, siapa saja bisa terjangkit. Tidak memilih sasaran dengan mempertimbangkan status social. Ia dapat mengancam kehidupan orang miskin dan orang kaya, rakyat biasa maupun penguasa, orang bodoh maupun intelek. Namun demikian, sebagai ummat beragama, seharusnya pandemic ini menjadi peluang mendulang berbagai amal utama, tidak hanya ibadah kepada Allah, tetapi kepada sesame manusia. Hal ini pernah dicontohkan nabi ketika pada masanya jua pernah terjadi wabah yang menulari banyak orang.

 Berdasarkan catatan sejarah, pernah ada wabah penyakit di masa Rasulullah dansahabat, meskipun belum dikategorikan sebagai virus mematikan sebagaimana covid 19, wabah pada masa itu juga menular dengan cepat dan menyebabkan tidak sedikit oran terkena dampaknya. Lepra dan kusta, kedua enis wabah ini adalah yang sering terjadi di masa Rasulullah. Sebagai tindakan pencegahan, Rasul memeintahkan untuk menjaga jarak dari penderitanya, dan daerah daerah yang berpotensi terkena wabah. Konsep karantina ini sudah diungkapkan dalam HR. Bukhori yang artinya. ``jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukina. Tetapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. Dalam menghadapi wabah penyakit, rasulullah telah mencontohkan pelakanaan kaantina, dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman kematian akibat pandemic atau wabah penyakit.

 Direktorat jendral pencegahan dan pengendalian penyakit menyatakan  bahwa Coronavirus merupakan golongan virus yang dapat menimbulkan penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat, seperti commol cold atau biassa disebut pilek hingga penyakit yang serius, misalnya MERS (Middle East Respiratory Syndrome) dan SARS (Serve Acute Respiratory Syndrome). Coronavirus Dissease 2019 (COVID 19) adalah sebuah virus baru yang sebelumnya belum pernah diidentifikasi pada manusia. Penyebabnya dinamakan SARS-CoV-2. Golongan zoonosis (dikeluarkan antara hewan dan manusia).

Menyikapi Pandemi Secara Moderat

Dengan berjalannya waktu, perjalanan informasi yang ada, terutama di era digital ini, banyak banjir informasi, banyak berita hoaks, propaganda-prpaganda dan lain sebagainya. Ini menjadikan umat beragama menjadi saling bebeda pendapat hingga menimbulkan ketegangan di masyarakat. Sehingga perlu dibahas mengenai bagaimana menyikapi covid 19 ini secara moderat.

Ternyata, telah muncul banyak respon umat beragama mengenai pandemic covid 19 ini, jika ditinjau dari beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa pandemic covid ini mempengaruhi religiusitas masyarakat, tidak hanya di Indonesia. Ketika dalam kondisi kritis, atau memasuki masa pandmi ini ternyata umah beragama menjadi lebih religious. Meskipun agama ini menjadi lebih berarti bagi manusia di masa pandemic, namun juga ternyata agama ini membantu penguatan mental manusia ketika menghadapi tetapi juga bisa sekaligus membahayakan selama pandemic, dalam taraf kesehatan secara fisik, karena berdasarkan penelitian, memang orang mendapatkan ketenangan melalui agama, akan tetapi tekadang karena terlalu tenang sehingga merasa selalu akan dilindungi oleh tuhan dan lain sebagainya, sehingga membuat manusia abai dengan protocol kesehatan, denga anjuran kesehatan anjuran pemerintah dan sebagainya.

Islam moderat merupakan sikap keberagamaan Islam yang mengambil jalan tengah (wasath) antara dua paham atau pemikiran yang ekstrem. Sikap tersebut merupakan hasil dialektika pemahaman atau pemikiran Islam yang ada sebelumnya. sikap moderat dalam beragama diantaranya yaitu pertama, bersabar menghadapi musibah Covid-19. "Sabar merupakan manifestasi keyakinan teologis (akidah) yang diimplementasikan dalam sikap (Akhlak) menghadapi praksis kehidupan sehari-hari,"

Dalam mewujudkan sikap moderat ketika menghadapi pandemi, ada bebrapa cara yang dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap virus, Pertama, melaksanakan ajaran agama islam dengan mengambil posisi tengah dari kdua sikap yang berseberangan dan berlebihan (tidak berlebihan dan tidak pula permisif) begitu pula dalam menghadai sebuah perbedaan. Kedua, mengimplementasikan ajaran agama dengan memperhatikan keseimbangan dan harmoni antara tata syara`, relitas, mewujudkan mashlahat (maqashid syariah) dan tidak menyusahkan umat. Ketiga, menyikapi pandemic sesuai peran dan fungsi masing-masing dangan tidak melanggar ketentuan syariah. Keempat, tidak dzalim, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Kontribusi Agama Dalam Pencegahan Pandemi

Agama dalam mengatur kehidupan masyarakat berperan sangat penting. Agama adalah salah satu medium yang dapat dijadikan sandaran bagi setiap hidup individu dalam mengeliminasi persoalan kehidupan, seperti kasus penyebaran COVID-19 yang saat ini semakin mengkhawatirkan." Kasus ini sangat mencengangkan bagi kita semua, hingga mengalami kebingungan dan kegagapan. Kejadian ini baru kita alami, dan sangat berbeda dari kejadian yang ada sebelumnya.

Kegagapan dan kebingunan masyarakat ini karena ada kaitannya dengan aktivitas sosial ataupun ritual keagamaan yang biasanya diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu. Namun, saat pandemi ini, semua kegiatan tersebut harus dibatasi guna memutus mata rantai penularan virus Corona, termasuk upaya menjaga jarak, pembatasan sosial (social distancing), karantina wilayah (lockdown). hal ini dilakukan sebagai upaya memutus mata rantai virus."Tentunya di beberapa kalangan masyarakat, menghadapi hal ini tidak mudah. Ada beberapa catatan sejarah islam dalam mengatasi penyebaran wabah penyakit. Bukti sejarah pernah di terapkan oleh: (1). Khalifah Umar bin Khattab , ketika wabah penyakit terjadi di zamannya, pada saat kunjungan ke Damaskus memutuskan untuk kembali ke Madinah karena di kota itu terdapat wabah. Ketika ditanya kenapa menghindari takdir Allah,? "Ya, kita akan lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lainnya," Jawab Umar bin Khattab. Maksudnya memilih menghidar dari takdir satu ke takdir yang lain supaya tidak tertular, dan mencari keselamatan. (2) Ibnu Sina,ilmuwan muslim dan dokter pertama yang mendesain metode karantina ( lockdown) untuk mengangkat suatu wabah. Pemikiran Ibnu Sina pernah di rekomendasikan pada masanya, sebagai pembatasan ruang dan gerakan manusia selama beberapa waktu. Efektivitas dan keberhasilan karantina untuk menekan penyebaran wabah, mengakibatkan metode ini terus digunakan hingga sekarang, seperti yang dilakukan pemerintah saat ini. Ormas Islam sudah berpartisipasi dalam pencegahan penyebaran COVID-19. "Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul 'Ulama, Muhammadiyah, dan sebagainya telah melakukan ketentuan pemerintah dalam memberlakukan PSBB, dan menyosialisasikan masalah COVID-19. Beberapa praktek ritual bersama, seperti sholat berjamaah dianjurkan untuk ditangguhkan dengan cara sholat dirumah. Pelarangan ini bukan untuk melarang orang elakukan ibadah, akan tetapi ini dilakukan dalam rangka menghindari resiko yang didapatkan dari bekumpulnya orang bayak di tempat ibadah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun