Mohon tunggu...
abdul muid badrun
abdul muid badrun Mohon Tunggu... -

Pembelajar, Penggagas #OneDayOneNote, #OneDayOneQuote, Dosen, Bankir Syariah, Pembicara Publik, Motivator, Sedang Mendalami "Ilmu Service dan Branding", Gost Writer. Untuk Berkomunikasi: Email: abdulmuidbadrun@gmail.com FB; Abdul Muid Badrun TW: @abdulmuidbadrun Insta: abdul muid badrun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yuk Jadi Orangtua Shalih

28 Juni 2016   15:50 Diperbarui: 28 Juni 2016   16:02 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah Anda sudah menerapkan prinsip "1821 tanpa gadget, hp, tv dan kompor" di rumah Anda masing-masing para orangtua Indonesia? Jika belum, lakukan saat ini juga ketika Anda membaca tulisan ini. Jangan sampai Anda menyesal tak berguna dan sia-sia. Bukankah anak adalah amanah yang wajib kita urus dengan sebaik-baiknya? Ini pula bisa diterapkan sebagai solusi betapa anak-anak zaman sekarang makin berani sama orangtuanya dan tidak hormat sama sekali.

 Anak tega membunuh orangtua karena minta uang jajan tidak diberikan. Anak berani membentak, memukul, menendang orangtuanya ketika minta dibelikan motor tidak diberikan. Dan masih banyak lagi cerita pilu dan malu terjadi di negeri yang oleh orang Barat disebut negeri santun dan murah senyum ini. Karena tidak ada jaminan masa depan bangsa ini tetap santun dan murah senyum, jika anak-anak kita penerusnya tidak diurus dengan baik dan benar.

Bagaimana dengan prinsip kedua, tegas. Bagi kita orangtua, memang suka tidak tegas pada anak. Misalnya, kita ke mall, anak minta es krim, padahal sebelumnya ketika anak makan es krim, akibatnya anak sakit radang tenggorokan. Anak merengek, menangis, nendangkan kakinya ke lantai, bahkan sampai teriak-teriak sampai kita bapak ibunya malu dilihat banyak orang. Apa solusinya? Angkat anak kita dan masukkan ke mobil, buka jendelanya sedikit dan kunci dari luar. Tunggu sampai 5 menit. Anak pasti akan jera dan tahu ibu bapaknya bersikap tegas. Ini pendidikan anak.

Jika karena anak merengek kita berikan, maka dalam hati anak akan bilang "horeee…mudah juga minta sama orangtua, hanya dengan merengek dan menangis". Itulah yang dalam ilmu parenting disebut "hukum kekekalan ikhtiar". Artinya, anak akan terus-menerus meminta dengan berbagai cara sampai orangtuanya mengabulkannya. Ketegasan sikap orangtua ini penting agar anak tahu orangtuanya bertindak benar dan untuk dia juga akhirnya. Dalam konteks ketegasan ini, di rumah kita perlu membuat "SOP (standart operating prosedure) Keluarga". SOP ini dibuat bersama anak ketika menerapkan prinsip 1821. Bermusyawarah bersama anak. Misalnya, “SOP Mandi”. Buatlah setiap hari, masing-masing setiap anak boleh mandi di kamar mandi A, bergantian dan bergiliran. Tujuannya, agar tidak berebutan. “SOP Duduk di Mobil”, misalnya. Kadang anak-anak kita suka berebut duduk di depan bersama ayahnya. Nah, kita buat hari senin, jadwalnya anak A, selasa jadwalnya anak B. Maka hari senin yang berhak duduk di kursi depan ya anak A. Jika anak B merengek meminta duduk di depan harus atas ijin anak A. Jika anak A tidak ijinkan, maka kita orangtuanya harus tegas menegakkan aturan SOP itu. Jangan pilih kasih. Berbahaya akibatnya.

Nabi Ibrahim saja ketika mendapat wahyu diminta Allah membunuh anaknya Ismail, dengan bahasa bertanya dulu kepada anak. Bukan langsung "ujug-ujug" (tiba-tiba, red) membunuh Ismail begitu saja (baca kisahnya di Q.S. As-Shaffat 102). Inilah keagungan Islam. Inilah bukti bahwa kita orangtua, diminta tegas kepada anak-anak kita. Diminta bertanya dulu kepada anak-anak kita. Lalu apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh alias batasan-batasan tegas itu. Bagaimana kalau orangtua marah, bolehkah? Apa saja marah yang boleh dan marah yang tidak boleh?

Sebelum saya menjelaskan tentang marah yang boleh dan marah yang tidak boleh (batasan marah), saya ingin bertanya dulu kepada Anda para orangtua. Bagi Anda, anak itu anugrah atau beban? Anak itu banyak memberi atau meminta?    

Yang perlu saya sampaikan di sini, anak itu fitrah (suci). Kitalah orangtua yang membuat kesuciannya itu tetap terjaga atau bahkan kita "sengaja" merusaknya. Baik sadar atau tidak. Prinsip menjaga kesuciannya dengan mengurusnya (mengasuhnya) dan tega+s (tegas dengan bersikap tega). Menurut survay, yang sering tidak tega pada anak itu ibunya.

Nah, di sinilah perlunya ayah dan ibu seiya sekata. Inilah tantangannya. Jangan sampai di depan anak, ayah dan ibu berbeda pendapat. Akibatnya, anak tidak percaya lagi pada kita orangtuanya. Mengurusnya adalah dengan menyediakan waktu untuk anak. Jangan sampai, anak kita merasa menjadi "yatim piatu", karena kita orangtunya hidup dan ada namun tak mau mengurusnya dengan baik. Anak tidak merasa nyaman dengan kita orangtuanya. Punya orangtua namun tidak merasakan kehadiran sebagai orangtua. Tidak akrab. Tidak diajak ngobrol. Rumah seperti "kuburan". Hidup namun sejatinya "mati" bagi anak-anak. Mau gak? Tentu tidak.

Sebagai orangtua, marah itu wajar dan boleh. Namun, harus tepat waktunya dan bentuknya. Karena, salah meletakkannya sama saja kita sudah "melukai" hati anak kita dan ini sangat berbahaya. Karena akan membekas sampai ia dewasa. Ada 4 (empat) marah yang tidak boleh. Pertama, memaki. Kedua, membentak. Ketiga, menyakiti tubuh. Keempat, merusak. Keempat-empatnya sudah bisa dipahami kan? Marah yang boleh dengan (bahasa saya) "memukul indah", hanya untuk masalah sholat. Selain sholat, tidak diperbolehkan. Ini sesuai ajaran Nabi, "Pukullah (memukul yang tidak melukai) anak-anakmu ketika umur 10 tahun jika belum menjalankan sholat". Jadi, Anda para orangtua mulai saat ini sudah tahu bagaimana marah yang tidak boleh dan marah yang boleh. Lakukan perubahan mulai hari ini, setelah membaca tulisan ini.

Mengapa harus marah? Karena, marah adalah manusiawi dan setiap orangtua boleh marah. Namun, kemarahan itu harus kita arahkan untuk mendidik anak-anak kita agar anak patuh dan taat pada SOP yang sudah disepakati sejak awal. Inilah seninya menjadi orangtua. Terkadang, karena capek bekerja, kita suka marah yang tidak jelas. Anak jadi korbannya. Terkadang karena "marah" sama suami (dan istri takut), lalu meluapkannya kepada anak. Ini cara-cara jahiliyah (bodoh) dan stop jangan lakukan hal lagi mulai sekarang. Tips sederhananya, kalau Anda marah karena pekerjaan atau karena tidak suka dengan sikap suami misalnya, masuk ke kamar dan kunci. Luapkan dan tumpahkan di kamar. Jangan sampai anak tahu. Setelah 10-15 menit, berwudhulah.

Di sisi lain, karena perubahan zaman, kita orangtua sering membiarkan anak bermain gadget. Bahkan, sengaja membelikannya dengan alasan untuk komunikasi. Apa bahaya gadget bagi masa depan anak? Lalu, mengapa anak sebelum umur 12 tahun tidak boleh berkompetisi alias ikut-ikut lomba? Mengapa orangtua harus membebaskan hidup anaknya dan apa batasan-batasannya? Apa akibatnya kalau orangtua sedikit-sedikit khawatir, sedikit-sedikit khawatir atas tindakan anak? Yang pasti, anak akan semakin manja dan takut berbuat sendiri. Mental anak akan ciut. Tidak PD (percaya diri) ketika berinteraksi dengan oang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun