Mohon tunggu...
abdul muid badrun
abdul muid badrun Mohon Tunggu... -

Pembelajar, Penggagas #OneDayOneNote, #OneDayOneQuote, Dosen, Bankir Syariah, Pembicara Publik, Motivator, Sedang Mendalami "Ilmu Service dan Branding", Gost Writer. Untuk Berkomunikasi: Email: abdulmuidbadrun@gmail.com FB; Abdul Muid Badrun TW: @abdulmuidbadrun Insta: abdul muid badrun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keajaiban Memeluk Anak

27 Juni 2016   14:31 Diperbarui: 27 Juni 2016   14:45 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Sudah banyak penelitian dan kajian ilmiah yang menyimpulkan betapa pelukan orangtua pada anak sangat berarti bagi masa depannya. Contohnya, penelitian dari University of North Carolina, Amerika Serikat (AS), yang menyebutkan bahwa pelukan antara orangtua dan anak dapat meningkatkan kecerdasan otak, juga merangsang keluarnya hormon oksitosin yang mampu memberikan perasaan tenang pada anak, serta mengurangi racun dari zat berbahaya di otak.

            Penelitian lainnya dari Edward R Christopherson, psikolog klinis dari Children's Mercy Hospital and Clinics di Kansas City, AS, menyebutkan bahwa pelukan orangtua lebih efektif daripada pujian atau ucapan sayang, karena membuat anak merasa dicintai dan dihargai. Senada dengan hal itu, psikolog dan penulis buku "The Miracle of Hug", Melly Puspita Sari, menjelaskan bahwa memberikan pelukan kepada anak minimal delapan kali sehari, dapat memberikan energi baru sehingga anak bisa beraktivitas serta mengoptimalkan potensinya.

            Bagi orangtua yang setiap harinya berkumpul bersama keluarga, pelukan anak bukan masalah. Namun, bagi yang tinggalnya berjarak alias LDR (long distance relationship), tentu akan berbeda. Nah, tulisan sederhana ini ingin mengupasnya dengan pendekatan sederhana dan bisa diterapkan oleh siapa saja. Berdasarkan cerita nyata yang saya alami sendiri sebagai seorang ayah yang tinggalnya berjarak dari istri dan anak.

***

            Berkeluarga itu membutuhkan ilmu. Banyak orang berkeinginan membangun keluarga, karena miskin ilmu akhirnya tidak berani melangkah. Mereka memilih menjomblo. Ada pula yang nekat melangkah alias bonek (bondho nekat, modal berani, red) menikahi gadis pilihannya tanpa ilmu berkeluarga terlebih dahulu. Sehingga, tujuan berkeluarganya hanya sebatas kesenangan semata. Kenal, lamar, nikah, sex, lalu cerai. Potret inilah yang sering kita lihat di sekeliling kita.

            Dari sinilah, anak akhirnya menjadi korban keluarga. Hidupnya tak terurus. Kesehariannya penuh kebebasan. Masa depannya terancam. Walhasil, anak-anak itu menjadi liar dan "dipelihara" oleh lingkungan yang tidak kondusif. Inilah yang harus kita hindari bersama. Jangankan memeluk anak, memberi makan saja tak mampu dan kadang terlupa. Anak dibiarkan cari makan sendiri. Meminta dan mengemis di pinggir jalan jadi taruhan hidup yang dipenuhi kekerasan. Akibatnya, sering kita baca di media massa dan kita lihat di TV kekerasan anak semakin maningkat dari hari ke hari. Bahkan, tidak jarang kita saksikan pencabulan dan pembunuhan anak makin mengerikan.

            Pendidikan anak pun diserahkan "hanya" kepada sekolah semata. Tanpa memperhatikan dan “memeluk” keseharian anaknya. Inilah gambaran di mana berkeluarga tanpa ilmu keluarga. Lalu, bagaimana menyelesaikan persoalan penting dan genting ini? Karena anak adalah masa depan bangsa.  Apa yang mesti dilakukan oleh keluarga?.

            Bagi saya, ada dua hal mendasar yang harus dilakukan oleh keluarga dalam hal ini ayah dan ibu. Pertama, bagi keluarga yang berkumpul setiap harinya, lakukanlah pelukan setiap bangun tidur anak. Peluklah setiap anak pulang sekolah. Peluklah setiap anak selesai sholat berjamaah. Bahkan, peluklah ketika anak mau tidur. Cara ini sangat efektif bagi pertumbuhan dan pembentukan emosi anak. Anak akan marasa sangat diperhatikan. Sikap sederhana ini akan berdampak luar biasa bagi tumbuh kembang hidup anak. Bahkan, saya menyakini, dengan pelukan orangtuanya (bisa ibu, bisa ayah dan bisa dua-duanya), anak akan semakin semangat dalam menjalani hari-harinya. Ini pula yang telah dipraktikkan oleh istri saya setiap harinya. Hasilnya, emotional bonding (kelekatan emosi anak dan ibu) semakin kuat. Prestasi anak di sekolah pun semakin meningkat. Sudahkah Anda para orangtua memeluk anak setiap harinya?

            Kedua, bagi keluarga LDR, pelukan anak bisa dilakukan dengan berkomunikasi telpon sesering mungkin (intensif). Ketika anak mau sekolah, sempatkan telpon anak. Kasih motivasi agar anak merasa dapat dukungan orangtua. Ketika anak pulang sekolah, jam sholat, jam makan, jam belajar dan jam istirahat, telponlah anak meski hanya 3-5 menit. Cara ini pun efektif saya terapkan dalam keluarga saya. Karena saya dan istri tinggalnya berjarak. Sehingga, dengan cara ini, anak-anak saya tetap tidak kehilangan sosok seorang ayah. Meski sebulan sekali saya pulang dan bertemu mereka, namun kehadiran saya lewat telpon setiap saat membuat mereka merasa sangat dekat, diperhatikan dan dipeluk oleh ayahnya. Inilah cara sederhana namun penuh makna dari seorang ayah yang tinggalnya berjarak dengan istri dan anaknya.

            Bagi yang sudah berkeluarga, gunakan cara ini dengan sebaik-baiknya. Jangan hanya karena kesibukan kerja dan kantor, kita orangtua lupa memeluk anak-anak kita. Anak tidak minta dilahirkan. Kita orangtuanyalah yang berkehendak anak itu lahir. Sehingga, setelah anak lahir, mari kita jaga, kita pelihara, kita didik dan kita lindungi dari makin rusaknya lingkungan kita saat ini. Seperti pepatah arab yang menyebut: "Al-baith Madrosatul 'Ula" artinya lingkungan keluarga adalah pendidikan pertama bagi anak. Tanpa penguatan peran pendidikan keluarga, maka anak akan semakin tidak jelas masa depannya. Nah, pelukan orangtua kepada anaknya adalah bukti sederhana peran orangtua dalam membentuk akhlak dan karakter anak.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun