Mohon tunggu...
Abdul Marindul
Abdul Marindul Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis yang belajar untuk menulis dan menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toleransi Hadirkan Shalom

9 Mei 2019   07:16 Diperbarui: 9 Mei 2019   07:27 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Toleransi dan kedamaian itu dua sisi dari satu koin yang sama. Kedua sisi itu berbeda, tapi muncul dari satu esensi. Toleransi menghadirkan kedamaian atau shalom. Shalom bisa diejawantahkan dalam toleransi.

Bicara toleransi, itu adalah kewajiban kita bersama untuk melakukannya. Toleransi itu bukan sesuatu yang sudah terberi alias given. Sesuatu yang sudah ada dari sananya. Tidak demikian. Toleransi itu harus diperjuangkan.

Seturut dengan apa yang menjadi keadaan politik di Indonesia ini, sepertinya toleransi sedang dalam masa-masa kritisnya. Toleransi sedang dikikis. Perlahan namun pasti. Tidak ada yang tahu bagaimana hari depan Indonesia, dengan praktik-praktik intoleransi yang marak terjadi.

Beberapa hari ini, kita dihebohkan dan diperdengarkan dengan berita-berita FPI yang mulai habis masa berlakunya. 

Expiry date nya sudah mau tiba. Secara status badan hukum, sebentar lagi kita bisa katakan bahwa FPI sudah mau lewat batas kadaluwarsa mereka.

Kenapa harus ada FPI? Karena FPI dan intoleransi sangat erat kaitannya. Saya tidak sembarangan bicara. Mengapa? Karena kita tahu bahwa intoleransi itu sering dan tidak bisa tidak dilakukan oleh FPI.

FPI adalah ormas yang dikenal sebagai ormas yang tidak memiliki toleransi yang baik. Mereka dengan pimpinannya. RIzieq, bahkan tidak toleran dan tidak menghadirkan kedamaian bagi orang-orang Indonesia.

Beberapa hari ini juga kita melihat bagaimana restoran-restoran dan berbagai warung makan tutup. Ditutup oleh ormas-ormas yang mengatasnamakan agama.

Dari dulu hal ini sudah terjadi. Bahkan seorang yang dianggap sebagai petinggi agama, pun pernah terciduk oleh polisi karena kedapatan membawa pedang saat sweeping. Siapakah dia? Dia adalah Bahar Smith.

Pada tahun 2011 terjadi aksi intoleransi dengan cara menghancurkan dan mengobok-obok rumah makan Coto Makassar di Sulawesi Selatan oleh FPI. FPI adalah ormas yang patut dikaji ulang perpanjangannya.

Silakan simak sumbernya: https://news.detik.com/berita/d-1699153/massa-fpi-sulsel-obrak-abrik-warung-coto-makassar 

Belakangan ini juga sudah beredar viral petisi online yang meminta FPI dibubarkan. Kenapa mereka meminta untuk FPI dibubarkan? Bahkan sampai nyaris tembus 200.000 petisi online, untuk mendukung penghentian perpanjangan ormas ini.

Kenapa demikian?

Pembuatan petisi online penghentian perpanjangan FPI ini adalah suara hati nurani dan keinginan dan kehendak rakyat. Mereka ingin sesuatu yang damai.

Rakyat Indonesia mungkin sekali sudah sangat bosan dengan aksi-aksi intoleransi yang tidak membawa kedamaian.

Toleransi yang tidak dijunjung tinggi, tidak membuat kedamaian bisa ada di Indonesia. 

Selama aksi intoleransi tetap ada, di sanalah kedamaian tetap absen. 

Maka bagaimana cara kita menyelesaikan masalah ini?

Solusinya sederhana. Mulai dari akarnya. Kita tahu bahwa FPI adalah ormas yang ditinggal pergi oleh orang yang dianggap sebagai "imam besar". Dari sini pun publik bertanya-tanya. Apakah ada masalah?

Itu solusi pertama. Bagaimana dengan solusi kedua?

Solusi kedua adalah urusan eksekutif, dalam hal ini pemerintah, presiden dan pembantunya, untuk membuat peraturan-peraturan anti diskriminatif.

Peraturan-peraturan menteri, peraturan daerah, peraturan perundang-undangan dan semua elemen hukum, harus bisa mengayomi dan covering both sides. Semua harus bisa diayomi.

Solusi ketiga adalah penguatan demokrasi dari legislatif. Dalam hal ini partai politik harus mengedukasi warga dengan baik. Parpol harus bersuara ketika ada aksi intoleransi. Parpol harus menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai elemen masyarakat yang mendapatkan posisi.

Mungkin untuk sementara, tiga hal ini saja yang bisa saya sampaikan dalam artikel ini. Kiranya artikel ini bisa membuat Indonesia semakin maju lagi. Besar harapan saya untuk melihat toleransi di Indonesia boleh dijalankan.

Toleransi itu bukan hanya untuk antar umat beragama. Bukan hanya untuk orang agama A dengan agama B.

Tapi toleransi lebih dalam lagi, berbicara untuk intra umat beragama. Artinya, dalam satu agama pun, kita harus bertoleransi. Jadi kalau ada yang puasa, hargai mereka yang tidak puasa, meski sama agama.

Mereka butuh pemasukan juga. Kehidupan tetap berjalan. Realita tetap bergulir. Listrik tetap harus bayar.

Semoga toleransi bisa membawa shalom bagi kita semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun