Mohon tunggu...
Abdul Marindul
Abdul Marindul Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis yang belajar untuk menulis dan menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ma'ruf Amin yang di Luar Ekspektasi

20 Maret 2019   10:57 Diperbarui: 20 Maret 2019   11:20 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setiap menjelang debat, sudah tiga kali, saya sudah memajukan jadwal pacaran, ajak gebetan bukan malam-malam lagi. Tapi ajak gebetan dari siang menjelang sore keluar, melakukan makan siang terlambat sekaligus early dinner. Kenapa? Politik.

Ya. Politik sekarang sudah membuat saya lebih "mengatur waktu" dan tidak terlalu malam mengajak kencan gebetan. Lumayan juga kan untuk menghindari dari hal-hal yang diinginkan?

Debat capres dan cawapres tidak pernah saya lewatkan. Dari debat pertama, kedua dan ketiga, saya selalu tidak pernah bolong. Kenapa? Karena ketertarikan terhadap politik sudah begitu mendarah daging. Bahkan terkadang, ajak gebetan nonton debat, juga seru loh. Beruntung saya punya gebetan yang juga suka politik. Jadi tidak PHP lah.

Sosok yang mencuri perhatian saya selain gebetan adalah Kyai Ma'ruf Amin. Orang ini sudah membuat saya sedikit menganggap biasa saja. Bahkan dari 4 kandidat pemimpin, KMA ada di urutan nomor 4. Nomor satu sih ya jangan ditanya dong. Nanti kalau dijawab langsung, gak seru.

Sosok KMA pada debat pertama ini kurang greget. KMA masih terlihat canggung. Setidaknya itu dari pandangan saya. Tidak ada yang spesial di debat pertama.

Capres petahana, Joko Widodo terlihat lebih mantap. Memang sesekali ketika melihat sosok KMA berbicara mengenai terorisme, itu sangat mantap. Sangat jelas dan tegas. Ia mengatakan.

Terorisme bukan jihad!

Statement mantap dan jelas dari KMA ini saja yang sangat mencengangkan dan membuat publik girang bersorak. Seorang Rois Aam NU berbicara dengan jelas di hadapan publik, bahwa terorisme dan bom bunuh diri bukan jihad. Ini jarang didengar. Tapi sekali keluar, memang damoaknya dahsyat. Akan tetapi, dalam beberapa jam debat pertama, KMA masih kurang mempertontonkan kehebatannya.

Tapi hal yang mencengangkan terjadi di debat ketiga. Dalam debat ini, KMA mempertontonkan kebolehannya dalam berpendapat. Menceritakan tentang kebijakan dan kesejahteraan bangsa. Janji-janji dan visi misi dipaparkan dengan sangat jelas.

Tema yang paling menarik sepanjang jalannya debat yang dimoderasi oleh moderator KPU dan didominasi oleh KMA, adalah tentang "Manusia Indonesia". Manusia Indonesia yang macam apa yang diceritakan oleh KMA?

Manusia Indonesia yang macam-macam? Macam ini? Macam itu? Yang pasti pemaparan tentang manusia Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, kenyang dan sukses, adalah mimpi yang bisa diukur dan dikerjakan dengan nyata.

Setiap pemaparan memiliki pandangan dan strategi khususnya. Misalnya KIP alias Kartu Indonesia Pintar, menjadi barang jualan KMA.

Kartu ini dianggap sebagai kartu sakti yang bisa membuat rakyat Indonesia yang tidak ada pengharapan untuk sekolah, bisa sekolah tinggi. Memenuhi kebutuhan 100 juta lebih para pemuda Indonesia bukanlah hal yang mudah.

Satu demi satu pemaparan terhadap membentuk manusia Indonesia yang kompetitif, cerdas, dan berakhlak mulia dimunculkan oleh Kyai Ma'ruf Amin. Intonasinya jelas, kecepatan suaranya mantap untuk merasuk ke dalam hati. Membuat kita merinding.

Seolah Kyai Ma'ruf Amin yang kita kenal ini, adalah sosok yang benar-benar tidak seperti yang dibayangkan di debat pertama. Pada debat pertama, KMA tidak terlalu banyak bicara. Ia bicara sedikit-sedikit saja. Bahkan ada satu momen ketika ia ingin menceritakan kisah yang ia teladani dari Rasullulah, dia terpotong waktu.

Tapi saat debat ketiga ini, KMA memperlihatkan watak dan cara berpikir yang reformatories. Pemikiran yang progresif dan maju. Ada beberapa hal yang diutarakan oleh KMA. 3 hal tentang membangun manusia Indonesia. Yuk disimak.

Pertama, manusia. Membangun Indonesia, mulai dari manusia. Infrastruktur sudah rampung. Manusia Indonesia macam apa yang dibangun? Cetak biru macam apa yang dimiliki Jokowi dan KMA dalam hal ini? Manusia yang sehat, cerdas, produktif, dan berakhlak mulia.

Inilah program yang akan dikerjakan. Program-program kerja membangun manusia. Tentu infrastruktur yang mendukung adalah rumah sakit, puskesmas, sekolah dasar, menengah dan tinggi. Lapangan kerja dan keagamaan yang mumpuni.

Kedua, la takhaf wa la tahzan. Jangan takut dan jangan sedih. Negara menjamin dan negara akan hadir untuk  membantu anak-anak Indonesia. Manusia Indonesia dijamin oleh negara. Kehadiran negara nyata dalam membangun manusia.

Negara dan rakyat, adalah dua kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Maka bicara tentang manusia yang sehat, negara harus memberikan fasilitas juga. Inilah yang menjadi misi Jokowi dan KMA. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Rakyat dan negara, saling berkontribusi satu sama lain.

Ketiga, orang tua, tenanglah. Jangan terlalu khawatir terhadap masa depan anak-anak. Anak-anak dari lahir, sampai besar, pasti ada peranan negara. Negara akan hadir dalam setiap segi kehidupan anak-anak Indonesia. Putra dan putri Indonesia akan maju di dalam karir mereka.

Pendidikan yang mumpuni, kesehatan yang terpantau dan setiap kebijakannya akan menjadi tanggungan negara.

Debat Kyai Ma'ruf Amin ini benar-benar tidak disangka-sangka. Banyak orang yang menganggap remeh, bahkan mencibir performansi KMA di debat pertama. Tapi sekarang, sepertinya stigma itu perlahan sudah memudar.

KMA sudah memperlihatkan kelihaian dan kemahirannya dalam berdebat. Programnya jelas, terukur dan bisa dipertanggungjawabkan. Maka dengan demikian, KMA sudah berhasil keluar dari bayang-bayang cibiran masyarakat terhadap performa di debat pertama. Debat pertama sudah lewat. Sekarang debat ketiga, juga KMA susah memaparkan program kerja yang sangat jelas.

Apa yang dikerjakan KMA pada debat ini, bukan hanya mengeluarkan dirinya dari bayang-bayang debat pertama. Tapi ia juga sudah berhasil keluar dari stigma "Pak Tua yang biasa saja." Orang ini tua-tua keladi. Makin tua makin jadi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun