"Kenapa Farah sayang Ummah?" lanjutnya.
"Kenapa ya?" Farah mulai berpikir. Tangannya menggaruk batok kepalanya, seakan-akan mengorek-ngorek jawaban yang tepat. "Farah sayang Ummah karena Ummah suka buatin Farah makanan, bantu Farah pakai mukenah, terus Ummah mau gendong Farah ke sekolah." Farah nyengir dengan wajah polosnya.
Ummahnya tersenyum mendengar jawaban Farah. "Nah, itu namanya kasih sayang Ummah ke Farah. Terus kalau Ummah seperti itu, apa balasan Farah buat Ummah?"
Farah mulai berpikir kembali. Keningnya berkerut. Alisnya mulai naik turun penuh irama. "Ya, Farah gak bandel lagi, rajin ngaji, rajin sholat, dan gak lupa berdoa sebelum tidur. Gitu kan ya Ummah?"
"Pinter." Sambung Ummahnya sembari mencubit lembut pipi Farah. "Begitu juga dengan sholat, Farah. Allah sudah banyak memberi kita kenikmatan dunia ini. Farah dikasih mata untuk melihat, dikasih mulut untuk berbicara, dan masih banyak lagi nikmat yang Allah berikan. Maka sholatnya Farah adalah bukti sayang dan cinta Farah sama Allah. Farah takbir, ruku', bahkan sampai sujud mencium lantai sebagai bukti bahwa Farah benar-benar sayang sama Allah."
Farah manggut-manggut dengan jawaban Ummahnya.
"Farah paham?" tanya Ummahnya penuh harapan.
Sekali lagi Farah mengangguk penuh keyakinan. "Terus Ummah, ada satu pertanyaan lagi. Kenapa Ummah terus buat topi aneh ini? Setiap pagi, malam, bahkan Farah bangun tidur pun Ummah masih saja melakukannya." Ummahnya tertawa sambil mengambil satu topi yang telah jadi.
"Ini, namanya toga, Farah." Ia pasang toga yang telah jadi di kepala Farah. "Ummah bikin toga ini buat dipakai Farah nanti." Senyum Ummahnya sekali lagi mengalir tanpa henti.
"Gak muat Ummah, kebesaran." Farah mendengus, cemberut. "Lagian mana mungkin Farah pake topi sebanyak ini."
Ummahnya menoel hidung Farah. "Makanya, Farah cepet besar ya." Melepas topi di kepala Farah, kemudian meletakkannya --rapi, di lemari kaca di sudut ruangan. "Yang satu ini punya Farah, dipake kalau Farah sudah sarjana."