Mohon tunggu...
Abdul Majid Hariadi
Abdul Majid Hariadi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Pengajar Praktik Guru Penggerak, Fasilitator Guru Penggerak

Guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gawai, Generasi Z, dan Ironisme Literasi

14 Agustus 2018   13:00 Diperbarui: 15 Agustus 2018   19:57 1328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku (Sumber: Thinkstock/Encrier)

Rata-rata, kurang  dari satu buku yang dibaca per tahun. Demikian halnya hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan pada 5-6 September 2015. Hasilnya rata-rata lama membaca buku warga Indonesia hanya 6 jam per minggu. 

Bandingkan dengan warga india yang rata-rata membaca buku 10 jam per minggu, Thailand 9 jam per minggu, dan Tiongkok 8 jam per minggu. (Kompas 15/9/2015)

Sebuah ironisme ketika masyarakat kita belum akrab dengan buku dan membaca belum menjadi habitus, sudah dihadapkan pada era dimana kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari perangkat digital. 

Pergeseran dan gap yang terjadi antar generasi semakin kentara. Setelah era baby boomers, generasi X, generasi Y, dan sekarang dihadapkan pada generasi Z. Generasi inilah yang mendominasi populasi dunia saat ini.

Generasi Z, adalah generasi yang berinteraksi dan sangat akrab dengan smartphone dan perangkat digital lainnya, bahkan sejak mereka masih usia balita. Salah satu yang menjadi ciri generasi ini adalah tuntutan serba instan dan cepat, tidak suka membaca teks, dan mereka lebih suka berkomunikasi dengan foto, video, dan animasi. 

Mereka masih memiliki keinginan membaca tapi sebagian besar adalah membaca naskah serpihan yang terserak di dunia maya sambil sesekali memberikan komentar.

Era digital berkembang membawa dampak positif dan negatif. Untuk era saat ini, melarang seorang anak berdekatan dengan gawai bukanlah tindakan yang bijak. Mereka juga harus mengikuti perkembangan teknologi yang sesuai zamannya. 

Gawai dapat memberikan peluang untuk mengakses informasi dan pengetahuan. Di sisi lain seorang anak sangat rentan terpapar pornografi, game "online", serta mengurangi kesempatan berkomunikasi tatap muka dengan orang lain.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat terjadi peningkatan yang signifikan pengguna internet di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah pengguna internet yang luar biasa. 

Tahun 2005 pengguna internet sebesar 7,8 persen dan pada 2014 menjadi sekitar 34,9 persen. Menurut APJII, 49 persen pengakses internet berusia muda 18-25 tahun, termasuk para murid. Inilah yang kemudian menjadi kajian pemerintah apakah murid diperbolehkan membawa gawai ke sekolah atau tidak.

Menghadapi generasi ini dibutuhkan semangat dan solusi alternatif agar mereka tetap memiliki keterampilan membaca naskah utuh lewat buku. Beberapa langkah literasi digital lewat penyediaan buku digital belum memberikan efek positif terhadap kemampuan baca anak. Mereka lebih suka membaca naskah serpihan lewat situs, blog, web, dan status pada media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun