Mohon tunggu...
Abdul Majid Mochtar
Abdul Majid Mochtar Mohon Tunggu... -

Aku... Aku bukanlah filosof, apalagi agamawan. Bukan sangat politikus. Aku ingin jadi kunang-kunang yang mengelilingi gelap dunia dengan sinarNya.....hanya RidloNya yang kudamba...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kopipahit #5 Akankah Kita Kesana ?

25 Januari 2010   00:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhari-hari berita TV ,koran dan internet dijejali berita tentang dagelan wayang orang "anggodo

dadi rojo " dan antasari harus masuk bui bahkan dituntut mati.Sedikit demi sedikit para pendukung wayang acara mulai "nyadar"
dan berkata apa adanya. Karena di negeri ini kebenaran barang langka, mangkanya semua

masyarakat infotainment seperti mendapat sumber berita yg paling menarik.Siang malam, siaran langsung

maupun tunda tidak bosan-bosannya menghampiri pemirsanya.

Boleh jadi banyak manusia tersentak atau ketawa sinis.Para pejabat republik ini rela

menggadaikan jabatannya demi sedikit kenikmatan duniawi seperti mercy,tumpukan dollar atau

malah cuma sekedar pijat atau duren, padahal begitu berat sumpah jabatan saat dilantik dulu.

Demi Tuhan....., saya tidak akan menerima sumbangan langsung maupun tidak langsung......

Dengan kitab suci diangkat diatas kepala calon penjabat.

Para penegak hukum dengan sadar berbaku hantam antar penegak hukum gara2 dendam,

sogokan atau pertemanan dengan makelar kasus atawa makelar jabatan.

Mereka membaca kitab suci, tetapi kitab suci itu mengutuk dan melaknatinya.

Apakah kita rela sebagai manusia pembawa amanah dibumi sebagai pemegang

mandat hatinya burex kaya kaca riben yg tak memantulkan cahaya apa -apa?

Apakah kita rela .....

Hati segelap lautan yg tiada tertembus sinar matahari ?

Kesahduan dan kerelaan kita dari jiwa ruh terdalam mengakui adanya Tuhan di Zaman Azali,

Kemana nurani ini.....

Kemana nama Tuhan yg seharusnya mengisi relung hati paling dalam malah loncat entah kemana ?

Bakteri-bakteri setani menyusup kehati lewat nafsu. kesombongan, keangkuhan, kebohongan, kedengkian dan ..dan ego

Mari kita reset saudara-saudaraku...

Untuk apa jabatan gemilang namun hati gelap ?

Apakah layak cahaya Tuhan menghampiri hati seperti ini?

Apakah layak hati seperti ini menempati Illiyyin?

Tuhan tidak bisa dipahami tanpa pengetahuan

Mereka yg Tuhan pilih akan memandunya dengan Cahaya

Dengan berbagai peristiwa yg ada, siapkah kita menerima Cahaya?

Mari dengan hati yg ikhlas kita niatkan upaya kita

mencari pemandu universal kita untuk sampai kepadaNya

Selama ada Nafs Ammarah (diri yang menuntut), Cahaya dari kata suci apapun tak dapat

berakar di hati (qalb), bahkan meskipun hafal dengan kata-kata tersebut, hanya sekedar

seperti beo. Ketika diri menjadi Nafs Muthmainnah (diri yang tenang), segala sesuatu

yang tidak suci tidak dapat tinggal di dalam dirinya, dan kemudian dia diterangi.

Akankah kita menuju kesana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun