"Aku tidak tahu harus menghadapinya bagaimana, kita selalu disudutkan pada kenyataan yang sangat rumit" Ujar Naela pada sahabatnya, Reni.
Masalah yang dihadapi Naela begitu rumit, kisah cintanya yang terlarang antara dua siswa sekolah madrasah Aliyah di tempat mereka menimba ilmu, Pondok Pesantren Darul Ulum Asshohati. Kisah Nayla dan Kekasihnya yang sedang dimabuk asmara tetapi lingkungan begitu mengharamkan dua insan lain jenis bukan mahram bersamaan.
Reni sahabatnya Naela yang sejak dari kelas X mereka selalu bersama sampai mereka duduk di kelas XII, Reni sahabat si paling bisa mengerti perasaan Naela, kadang-kadang ia tek sependapat namun mereka tetap saling mengerti bahwa perbedaan adalah anugrah.
Kisah persahabatan Naela dan Reni ini adalah seperti dua keping koin yang berbeda yang tidak bisa dipisahkan oleh kondisi apapun mereka selalu bergandengan tangan kapanpun dan dimanapun. Meskipun dua perempuan yang mempunyai latar belakang dan karakter yang berbeda, mereka disatukan oleh saling pengertian.
Sore itu begitu syahdu, angin dari arah barat pesantren melambaikan nyiur samping bangunan pondok yang sudah usang akibat jamur yang menempel pada dinding karena lembab, hafalan nadzom Alfiyah menambah irama kesyahduan. Santri lainya sibuk mempersiapkan makan sore yang sudah mengepung dapur umum pesantren ini.
"Naela...!" seru Reni dari balik jendela tua motif krapyakan berwarna hijau tua.
Reni menyerukan dengan nada tinggi membuat para santri lainnya terkejut dengan suara reni yang nyaring, lantas Naela menghampiri Reni dalam kamarnya. Narla sebagai santriwati senior tak kaku menyela kerumuman para santri di dapur umum.
"Kamu sudah makan?.. kalau belum kita nanti makan bersama, sekalian mau ada yang di omongin sama kamu.". tawar Reni, Naela kemudian pergi dari kamar Reni untuk mengganti mukenahnya yang masih menyelimuti tubuhnya. Pengajian bada sholat Ashar di masjid tak lagi sempat untuk mengganti mukenah dengan baju lainnya.
"Naela,,, aku tidak tahu persis apa masalah yang sebenarnya kamu hadapi dengan kekasihmu?". Tanya Reni saat sedang menyantap makan sore di pojokan halaman yang rindang penuh dengan pepohonan.
"prang". bunyi keras dari dapur umum membuyarkan perhatian mereka berdua para santri lainnya berlarian menuju dapur.