Mohon tunggu...
Supratama Dwi Saputra
Supratama Dwi Saputra Mohon Tunggu... Bankir - Mahasiswa Magister Manajemen Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa

Saat ini bekerja di PT Bank NTB Syariah sebagai analis pembiayaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Manajemen Teknologi (Inovasi Pertanian di Lahan Berpasir)

19 Juni 2021   15:30 Diperbarui: 19 Juni 2021   15:44 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“PERTANIAN DI LAHAN BERPASIR”

Semakin meningkatnya jumlah penduduk di NTB tiap tahun maka akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap kebutuhan manusia itu sendiri, baik kebutuhan sandang, pangan maupun kebutuhan papan. Meningkatnya jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia akan kebutuhan papan/rumah tinggal. Dan tentu saja hal tersebut akan berdampak pada berkurangnya lahan terbuka/lahan pertanian yang dikonversi menjadi tempat tinggal. 

Lebih khusus jika kita perhatikan dibidang pangan, di NTB saat ini sedang menggeliat kegiatan pertanian jagung yang mana pemerintah NTB telah menetapkan jagung sebagai program unggulan pembangunan daerah. Terkait dengan semakin berkembangnya pertanian jagung, berdampak pada banyaknya pembukaan lahan baru oleh masyarakat yang diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan lahan pertanian. Sampai saat ini kita melihat di NTB, khususnya di Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Bima banyak sekali terjadi alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, dan hal ini sangat beresiko terhadap kerusakan lahan dan lingkungan. 

Sebagai contoh yang telah terjadi secara rutin tiap tahun yaitu banjir, erosi dan longsor di wilayah pertanian jagung bahkan sampai ke pemukiman masyarakat. Dengan kondisi saat ini seperti yang dijelaskan di atas, maka perlu solusi untuk pemecahannya, bagaimana agar masyarakat tetap bisa bertani tetapi tidak merusak lahan hutan?

Salah satu solusi yang cocok untuk diterapkan di NTB adalah dengan mengembangkan pertanian di daerah pesisir pantai. Dimana konsep ini sudah mulai dilaksanakan diberbagai daerah di pulau Jawa, dimana pemanfaatan lahan kritis/lahan marjinal menjadi solusi dalam perluasan lahan pertanian dan saya sendiri pernah melakukan penelitian bekerjasama dengan Balittas (Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat) Malang dengan tema “Kajian pemberian tanah liat, bahan organik dan mulsa serta frekuensi pengairan terhadap kadar n, p, k dan c organik serta pertumbuhan dan produksi tanaman jarak pagar (jatropha curcas l.) pada tanah berpasir di Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo Jawa Timur” . 

Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa tanah berpasir dapat dimanipulasi menjadi lahan pertanian yang baik dengan beberapa cara modifikasi sehingga dapat meningkatkan kualitas tanah serta hasil produksinya. 

Secara umum kita mengetahui bahwa lahan-lahan tersebut kondisi kesuburannya rendah, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki produktivitasnya. Lahan pantai memiliki berberapa kendala apabila akan digunakan sebagai lahan pertanian antara lain lahannya yang berupa pasir, kesuburan tanahnya yang rendah, intensitas cahaya matahari yang tinggi dan kecepatan angin yang tinggi. Beberapa bentuk perbaikan lahan kawasan pesisir yaitu :

1.Teknologi perbaikan sifat fisik –kimia dan organisme tanah. Tujuan perbaikan ini adalah agar tanah pasiran dapat:

a.Terbentuk agregat, tidak lepas-lepas, mampu menahan air baik yang hilang berupa perlokasi atau evaporasi.

b.Mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman

c.Terwujudnya kekayaan mikro tanah yang dapat membantu kesuburan kimiawi dan fisika tanah.

2.Teknologi peningkatan hubungan tanah dan atmosfir

Budidaya tanaman pada umumnya diharapkan hasilnya berupa daun, biji, batang, bunga, kulit dan umbi. Masing-masing produk akan sangat tergantung fotosintesis yang memberi energi utama adalah energi matahari dari 0,4 μ -0,7 μ. Masing-masing gelombang elektromagnetik akan sangat berpengaruh terhadap hasil fotosintesa.

Maka diperlukan teknologi yang mampu menghasilkan produksi biomas seperti yang diharapkan. Kawasan pesisir bercirikan kecepatan angin yang cukup cepat, maka perlu teknologi pengendali energi angin dan pemanfaatan energi angin. Udara di lahan pantai mengandung anasir yang merugikan kehidupan tanaman maka diperlukan teknologi yang mampu mengurangi kerusakan tanaman akibat bencana angin dan udara. Dengan kata lain perlu Teknologi Atmosfiriq tanaman yang mendatangkan hasil guna dari ekosistem pertanian.

Sedangkan manipulasi yang dapat dilakukan antara lain :

1. Penambahan Tanah liat/lempung dan Bahan organik.

Dengan penambahan lempung dan bahan organik secara bersama-sama kedalam tanah pasir diharapkan dapat memberikan keuntungan terhadap perbaikan kualitas struktur tanah. 

Dengan struktur tanah yang baik serta dengan perimbangan dan penyebaran pori yang baik, maka agregat tanah dapat pula memberikan imbangan padat dan ruang pori yang lebih menguntungkan terutama bagi tanaman. Kebutuhan bahan organik pada lahan pasiran lebih banyak dari lahan konvensional yaitu sekitar 15 – 20 ton. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton dapat menekan penggunaan NPK menjadi 200 kg/ ha.

2. Penggunaan Mulsa.

Penggunaan mulsa pada permukaan tanah bertujuan untuk mengurangi kehilangan air dari tanah. Mulsa permukaan tanah dapat menggunakan lembaran plastik, jerami padi atau sisa-sisa tanaman lainnya. Pemasangan mulsa plastik di lahan pasir pantai berbeda dari pemasangan mulsa di lahan sawah. Pemasangan mulsa di lahan pasir dengan bentuk cekung ditengah. 

Bentuk cekung bertujuan agar air hujanatau penyiraman masuk ke dalam tanah. Penggunaan mulsa ini sangat penting dilahan pantai karena dapat menghemat lengas tanah/air  sehngga kebutuhan lengas/air untuk tanaman terutama pada musim kemarau diharapkan dapat tercukupi. Dari hasil penelitian pemberian mulsa glerecidea dan jerami padi sebanyak 20-30 ton dapat meningkatkan hasil pada tanaman jagung di lahan pantai, selain itu pemberian mulsa berupa pangkasan tanaman ternyata juga lebih efektif sebagai mulsa dibadingkan dengan pemerian pupuk hijau.

3. Penggunaan pematah angin

Fungsi utama wind breaker adalah untuk mereduksi kecepatan angin. Selain itu juga berfungsi untuk mengurangi kerusakan mekanis karena patah atau hilangnya organ-organ tanaman, kegagalan pembungaan dan penyerbukan, bentuk habitus dan pertumbuhan yang mengalami kelainan serta untuk mengurangi laju evapotranspirasi yang tinggi. 

Pematah angin dapat berupa tanaman dan juga bangunan sementara. Bangunan sementara dapat dibuat dari anyaman bambu, daun tebu, atau daun kelapa. Sementara itu, pematah angin yang bersifat tetap berasal dari tumbuhan tahunan yang umurnya panjang dan dapat diatur pertumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat digunakan, misalnya: kelapa, Accasia, Glerecidae, sengon, lamtoro, bunga turi dan lain-lain.

4. Penggunaan sistem lorong

 Alternatif lain dalam teknologi budidaya yang dapat diterapkan untuk lahan pantai adalah sistem penanaman lorong (alley cropping). Sistem penanaman lorong merupakan sistem penanaman dengan menanam pohon-pohon kecil dan semak dalam jalur-jalur yang agak lebar dan penanaman tanaman semusim di antara jalur-jalur tersebut sehingga membentuk lorong-lorong. 

Tanaman lorong biasanya merupakan tanaman pupuk hijau atau legume tree. Di lahan pantai, budidaya lorong diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti: intensitas matahari, erosi permukaan oleh angin, dan laju evapotranspirasi. Selain itu, dapat juga berfungsi sebagai pematah angin sehingga mereduksi kecepatannya.

5. Hidrologi dan Irigasi

Ketersediaan air irigasi di lahan pantai yang terbatas mengakibatkan perlunya upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam penggunaan air irigasi. Irigasi dilahan pantai selama ini dilakukan dengan cara penyiraman dan penggunaan sumur renteng. 

Sedangkan untuk mengurangi kehilangan air siraman dan mempertahankan lengas, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan lembaran plastik yang ditanam pada jeluk 30 cm. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan suatu lapisan kedap guna mencegah atau menghambat agar air irigasi yang diberikan dapat ditahan oleh lapisan tersebut sehingga efisiensi pemanfaatan air oleh tanaman dapat ditingkatkan.

Jika lahan telah berhasil di olah maka tentu saja harus tetap dirawat agar tetap subur, mengingat bahwa NTB adalah daerah penghasil jagung dan daerah pengembangan sapi, maka sangatlah mendukung guna pemanfaatan lahan pantai menjadi lahan pertanian tersebut. Dimana dengan banyaknya seresah jagung bias dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan ternak segar dan bias juga menjadi kompos jika sudah dalam kondisi kering/mati.tentu saja kompos ini diharapkan bias menjadi pupuk alami bagi lahan di tanah berpasir tersebut nantinya. 

Sama halnya dengan seresah jagung yang menjadi kompos, manfaat dari banyaknya sapi di NTB tentu saja di harapan kotorannya bisa juga menjadi pupuk organik yang baik. Selain sebagai pupuk organik, kotoran sapi juga bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif seperti Biogas. Dan tentu saja pada akhirnya dapat membantu perekonomian masyarakat.

Dalam pengelolaan lahan pantai selain harus menggunakan berbagai teknologi untuk memanipulasi lahan, kita juga harus memperhatikan pula kelestarian lingkungan di lahan pantai, hal ini dilakukan terutama terhadap sumber daya air tawar yang sangat penting bagi pertanian lahan pantai. 

Jangan sampai menggunakan air tanah secara berlebihan karena dapat menyebabkan intrusi air laut ke daratan, untuk itu manajemen untuk mempertahankan kelengasan sangat penting terutama dalah hal untuk mengawetkan keberadaan sumber air tawar di pantai. Selain itu dalam pelaksanaan pertanian lahan pantai harus pula memperhatikan kehidupan sosial para warganya, jangan sampai cara-cara budidaya yang ada bertentangan dengan adat istiadat warga sekitarnya.

Sumber Pustaka

Saputra, S. D. 2010. Kajian pemberian tanah liat, bahan organik dan mulsa serta frekuensi pengairan terhadap kadar n, p, k dan c organik serta pertumbuhan dan produksi tanaman jarak pagar (jatropha curcas l.) pada tanah berpasir di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Skripsi. Faperta, Jurusan Tanah, Universitas Brawijaya, Malang.


Setiawan, A. N. 1996. Teknologi budidaya pertanian lahan pantai dan permasalahannya. Agr UMY4 (2): 42-45.


Sriyadi. 1999. Studi komparatif usahatani lahan pantai irigasi sumur pompa dan irigasi sumur tanpa pompa di kecamatan Panjatan kabupaten Kulon Progo. Agr UMY 7 (1): 31-35.

Yuwono, N.W. 2009. Membangun kesuburan tanah di lahan marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (2): 137-141.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun