Mohon tunggu...
abdullah hilman athori
abdullah hilman athori Mohon Tunggu... Mahasiswa - Telkom University

Saya adalah seorang yang sedang menempuh pendidikan S1 Ilmu Komunikasi di Telkom University yang sedang menjalankan semester ke 3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Babad Panjalu, Mengenal Sejarahnya dan Nilai Budayanya

12 November 2023   17:03 Diperbarui: 12 November 2023   18:19 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya sastra merupakan salah satu gambaran atau cermin kehidupan dalam kehidupan di masyarakat yang ditampilkan melalui bahasa sebagai medianya. Karya sastra pada prinsipnya mencakup segala kehidupan manusia dalam arti yang luas (lih.Iskandarwassid,2003:138). 

Gambaran kehidupan yang ada di masyarakat pada umumnya berdasarkan pada keadaan kehidupan yang dialami sehari-hari. Begitu juga gambaran kehidupan dalam karya sastra dapat ditemukan melalui interaksi sosial yang meliputi berbagai kegiatan komunikasi antarmasyarakat, antarmanusia, dan antarkejadian yang berlangsung. Dengan demikian, kehidupan yang terdapat dalam karya sastra merupakan ungkapan batin secara bebas.Karya sastra Sunda digunakan untuk menyampaikan berbagai hal yang berhubungan dengan budaya Sunda, sebagai contoh cerita babad.

Babad merupakan sejenis cerita masa lampau yang isinya membahas riwayat leluhur atau kejadian penting di suatu daerah, biasanya dimulai dari membuka lahan tempat itu (Iskandarwassid, 2003:17). Dan pada artikel kali ini kita akan membahas sejarah dan nilai budaya dari salah satu babad sunda yaitu babad panjalu.

Sejarah Babad Panjalu

Dikutip dari Balaibahasajabar, Babad Panjalu merupakan karya sastra sejarah yang menceritakan asal muasa Situ Lengkong Panjalu Ciamis, sekarang sebuah kecamatan di Kabupaten Ciamis. Panjalu semula merupakan kerajaan kecil yang berdiri sendiri, kemudian menjadi kabupaten dan sejak 1819 menjadi kawedanaan (distrik). Babad Panjalu disusun oleh Prajadinata, kepala desa Mawarah, Panjalu. Penyusunannya selesai pada hari Senin tanggal 10 Juli 1905.

Naskah aslinya ditulis aksara latin berbahasa Sunda pada kertas bergaris ukuran folio, tebal 108 halaman, tiap halaman berisi 30---38 baris. Naskahnya tersimpan di Bagian Naskah Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode Plt. 24 dari peti nomor 121. Naskah ini pernah diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran, tahun 1976, tanpa terjemahan. Oleh Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara  pada tahun 1992 naskah tersebut disertai dengan terjemahan teks dalam bahasa Indonesia serta diberi pengantar.

Babad Panjalu disusun berdasarkan naskah yang dianggap pusaka, warisan dari ayahnya, yaitu bupati Panjalu terakhir yang bernama Raden Cakranagara IV (1789---1819). Cerita dimulai dari Sanghyang Prabu Boros naik tahta di Kerajaan Panjalu menggantikan ayahnya. Dialah yang memprakarsai pembuatan Situ 'danau' Lengkong dan situ Panjalu yang luasnya sekitar 140 tumbak (2000 m2) dan di tengahnya terdapat pulau yang dijadikan kompleks keraton baru.
Sanghyang Prabu Boros berputra dua orang, yaitu Raden Arya Kuning dan Raden Arya Kancana. Pada awalnya Raden Arya Kuning yang dipersiapkan untuk menjadi penguasa Panjalu ketika ayahnya sudah merasa sudah tua dan ingin turun tahta. Namun, karena dianggap telah berbuat salah dengan cara berebut warisan dan kalah bertanding, akhirnya tahta Panjalu diserahkan kepada Raden arya Kancana. Sejak itu kedudukan Panjalu menjadi kabupaten dengan patihnya bernama Raden Guru Haji yang semula bernama Kampuh Jaya. Selanjutnya, kedudukan Bupati Panjalu digantikan oleh putra tertua, yaitu Sanghyang Teko yang terkenal dengan julukan Dalem Cilangkung.

Bupati-bupati selanjutnya adalah Raden Dulag Kancana, Raden Arya Kadali, Raden Martabaya, Raden arya Nitibaya, Dalem Sumalah, Raden Arya Sacanata, Raden Wirabaya, Raden Wirapraja, Raden Cakranagar, Raden Cakranagara II, Raden Cakranagara III, dan Raden Cakranagara IV. Pada masa pemerintahan Bupati Cakranagara III daerah Panjalu berada di bawah kekuasaan Sultan Cirebon dan bupati ini menikah dengan putri Cirebon. Setelah Kabupaten Panjalu dihapuskan, daerahnya dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Galuh.

Nilai Budaya pada Babad Panjalu 


Naskah "Babad Panjalu" memiliki nilai budaya yang tinggi dalam konteks sejarah. Beberapa nilai budaya yang terdapat dalam naskah ini yaitu :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun