Karya sastra merupakan salah satu gambaran atau cermin kehidupan dalam kehidupan di masyarakat yang ditampilkan melalui bahasa sebagai medianya. Karya sastra pada prinsipnya mencakup segala kehidupan manusia dalam arti yang luas (lih.Iskandarwassid,2003:138).Â
Gambaran kehidupan yang ada di masyarakat pada umumnya berdasarkan pada keadaan kehidupan yang dialami sehari-hari. Begitu juga gambaran kehidupan dalam karya sastra dapat ditemukan melalui interaksi sosial yang meliputi berbagai kegiatan komunikasi antarmasyarakat, antarmanusia, dan antarkejadian yang berlangsung. Dengan demikian, kehidupan yang terdapat dalam karya sastra merupakan ungkapan batin secara bebas.Karya sastra Sunda digunakan untuk menyampaikan berbagai hal yang berhubungan dengan budaya Sunda, sebagai contoh cerita babad.
Babad merupakan sejenis cerita masa lampau yang isinya membahas riwayat leluhur atau kejadian penting di suatu daerah, biasanya dimulai dari membuka lahan tempat itu (Iskandarwassid, 2003:17). Dan pada artikel kali ini kita akan membahas sejarah dan nilai budaya dari salah satu babad sunda yaitu babad panjalu.
Sejarah Babad Panjalu
Dikutip dari Balaibahasajabar, Babad Panjalu merupakan karya sastra sejarah yang menceritakan asal muasa Situ Lengkong Panjalu Ciamis, sekarang sebuah kecamatan di Kabupaten Ciamis. Panjalu semula merupakan kerajaan kecil yang berdiri sendiri, kemudian menjadi kabupaten dan sejak 1819 menjadi kawedanaan (distrik). Babad Panjalu disusun oleh Prajadinata, kepala desa Mawarah, Panjalu. Penyusunannya selesai pada hari Senin tanggal 10 Juli 1905.
Naskah aslinya ditulis aksara latin berbahasa Sunda pada kertas bergaris ukuran folio, tebal 108 halaman, tiap halaman berisi 30---38 baris. Naskahnya tersimpan di Bagian Naskah Perpustakaan Nasional Jakarta dengan nomor kode Plt. 24 dari peti nomor 121. Naskah ini pernah diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran, tahun 1976, tanpa terjemahan. Oleh Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara  pada tahun 1992 naskah tersebut disertai dengan terjemahan teks dalam bahasa Indonesia serta diberi pengantar.
Babad Panjalu disusun berdasarkan naskah yang dianggap pusaka, warisan dari ayahnya, yaitu bupati Panjalu terakhir yang bernama Raden Cakranagara IV (1789---1819). Cerita dimulai dari Sanghyang Prabu Boros naik tahta di Kerajaan Panjalu menggantikan ayahnya. Dialah yang memprakarsai pembuatan Situ 'danau' Lengkong dan situ Panjalu yang luasnya sekitar 140 tumbak (2000 m2) dan di tengahnya terdapat pulau yang dijadikan kompleks keraton baru.
Sanghyang Prabu Boros berputra dua orang, yaitu Raden Arya Kuning dan Raden Arya Kancana. Pada awalnya Raden Arya Kuning yang dipersiapkan untuk menjadi penguasa Panjalu ketika ayahnya sudah merasa sudah tua dan ingin turun tahta. Namun, karena dianggap telah berbuat salah dengan cara berebut warisan dan kalah bertanding, akhirnya tahta Panjalu diserahkan kepada Raden arya Kancana. Sejak itu kedudukan Panjalu menjadi kabupaten dengan patihnya bernama Raden Guru Haji yang semula bernama Kampuh Jaya. Selanjutnya, kedudukan Bupati Panjalu digantikan oleh putra tertua, yaitu Sanghyang Teko yang terkenal dengan julukan Dalem Cilangkung.
Bupati-bupati selanjutnya adalah Raden Dulag Kancana, Raden Arya Kadali, Raden Martabaya, Raden arya Nitibaya, Dalem Sumalah, Raden Arya Sacanata, Raden Wirabaya, Raden Wirapraja, Raden Cakranagar, Raden Cakranagara II, Raden Cakranagara III, dan Raden Cakranagara IV. Pada masa pemerintahan Bupati Cakranagara III daerah Panjalu berada di bawah kekuasaan Sultan Cirebon dan bupati ini menikah dengan putri Cirebon. Setelah Kabupaten Panjalu dihapuskan, daerahnya dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Galuh.
Nilai Budaya pada Babad PanjaluÂ
Naskah "Babad Panjalu" memiliki nilai budaya yang tinggi dalam konteks sejarah. Beberapa nilai budaya yang terdapat dalam naskah ini yaitu :
1. Pemertahanan identitas lokal: Babad Panjalu menyumbang pada pemertahanan identitas lokal. Mencakup nilai-nilai budaya, tradisi, dan keyakinan yang menjadi bagian penting dari warisan budaya Sunda.
2. Pentingnya kepemimpinan: Kisah tentang penguasa dan kepemimpinan dalam Babad Panjalu dapat memberikan gambaran tentang nilai-nilai yang dihargai dalam struktur pemerintahan Sunda pada masa lalu.
3. Kearifan lokal: Babad sering kali memuat cerita dan ajaran yang mencerminkan kearifan lokal. Seperti nasihat-nasihat bijak, norma-norma sosial, dan tata nilai yang dianut masyarakat Sunda pada masa tersebut
Salah satu tempat yang menyimpan banyak sejarah Jawa Barat yang dipamerkan dan dilestarikan, yang ada di Kota Bandung adalah Museum Sri Baduga yang terletak di Jl. BKR No.185, Pelindung Hewan, Kec. Astana anyar, Kota Bandung, Jawa Barat. Di museum ini kita mendapatkan informasi tentang perkembangan budaya, serta sejarah dari budaya yang ada di Jawa Barat.
Referensi
https://balaibahasajabar.kemdikbud.go.id/babad-panjalu/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H