Bunga Penutup Abad menjadi satu yang paling saya suka. Pementasan yang diadaptasi dari novel Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, ini menempatkan Reza sebagai Minke, seorang pribumi terpelajar yang tengah mencoba mengenal bangsanya sendiri. Reza berhasil tampil sebagai karakter sentral, dan kalimat legendaris "yang ada di depan manusia hanyalah jarak..." dihantarkannya secara menghentak dan penuh ciri khas.
Bagi saya, syarat utama mengidolakan satu tokoh adalah adanya nilai yang dapat diteladani dari tokoh tadi. Reza merupakan sosok tokoh idola yang ideal. Reza, dengan figur yang dinamis dan selalu punya visi kuat pada profesi yang ia geluti, seringkali melecut semangat saya (dan Pilarez semua tentunya) untuk terus berkarya menggapai cita.
Saya selalu dibuat tidak mengerti pada orang-orang yang mengidolakan satu tokoh, untuk kemudian mencari biodatanya, mengikuti aktivitas keseharian atau menempel fotonya di kamar. Dan dalam level yang lebih ekstrem lagi, marah saat ada orang lain mengkritik dan menilai jelek tokoh idola mereka itu. Saya selalu tidak mengerti.
Tapi, ya, mengidolakan seseorang bukan sebuah dosa juga, bahkan pada beberapa kasus sangat diperlukan. Tinggal bagaimana kita mampu mengendalikan kekaguman kita itu, agar tidak berubah menjadi obsesi yang tidak sehat. Kagum boleh, tapi sekedarnya saja ya...
Untuk penutup, saya akan kutipkan kalimat Reza, eh Minke yang juga dibawakan di Teater Bunga Penutup Abad.
"Dan makin jauh juga Batara Kala menyorong kami berpisah, makin terasa olehku : sesungguhnya memang aku mencintainya."
Salam,
Abdullah S. N
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H