Mohon tunggu...
Abdullah Syukrun Niam
Abdullah Syukrun Niam Mohon Tunggu... -

Duniaku akan mengherankan setiap orang ketika akhirnya terungkap Visit my blog : thesecondwings.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Tere Liye Novel Part III

26 Desember 2018   11:48 Diperbarui: 26 Desember 2018   16:57 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kesebelas, Ayahku (Bukan) Pembohong (2011)

Beberapa hal bernilai lebih berharga jika datang di waktu dan suasana yang tepat. Begitulah novel ini. Saya membacanya saat datang dalam hidup saya, seseorang yang membuktikan bahwa guru adalah juga orangtua kita. Hal itu membuat novel ini terasa lebih sentimentil dari yang seharusnya, tentunya dalam artian positif.

Seorang anak dibesarkan lewat dongeng-dongeng yang dibacakan Ayahnya. Lewat dongeng-dongeng itu pulalah Sang Anak berbalik membenci Ayahnya, yang selalu bersikeras mengatakan dongeng itu nyata. Kebenciannya terus tumbuh dan membesar. Ia harus membayarnya mahal saat mendapati fakta bahwa Sang Ayah tak pernah berdusta. Ketika satu per satu tokoh dalam dongeng itu muncul tepat di hadapannya!

Keduabelas, Rindu (2014)

Seperti yang sudah saya katakan di atas, waktu yang tepat dapat membuat sesuatu lebih berharga, begitupun sebaliknya.

Alasan mengapa novel ini ada di posisi bawah adalah karena ia datang di waktu yang tidak tepat. Saya baru saja membaca Bumi Manusia-nya Pram (yang sama-sama menggunakan zaman kolonial sebagai latar waktunya) sebelum lanjut ke novel ini.

Nah, pemaparan setting waktu yang begitu cermat oleh Pram, membuat penyampaian dengan pendekatan berbeda oleh Tere Liye terasa begitu lemah. Ini jelas karena Pram lebih unggul dalam segi bercerita, dan hei, beliau kan mengalami sendiri masa-masa penjajahan kala itu (Tere Liye tidak).

Terlepas dari itu, konsep yang diusung novel ini sangat menarik, khas Tere Liye yang nyaris selalu menyisipkan karakter sentral nan bijaksana--Gurutta Ahmad Karaeng. Dan meski di paruh awal alur berjalan sangat datar dan minim suspen, hentakan yang memacu denyut jantung hadir ketika Kapal Blitar Holland dibajak di akhir cerita. Seru!!!

Ketigabelas, Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah (2012)

Sejauh ini, Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah merupakan satu-satunya novel Tere Liye yang tak menerbitkan kepuasan. Dari awal sampai akhir, cerita seperti berjalan di tempat, enggan memunculkan konflik yang lebih serius, serta begitu jarangnya momen istimewa yang berpotensi disukai pembaca--kecuali pada beberapa adegan Borno-Mei ketika masih PDKT. Membuat novel setebal 600 halaman-an ini terasa begitu menjemukan.

Selain itu, ada satu hal lagi yang sebenarnya sangat mengganggu. Tertinggalnya angpau merah milik Mei di sepit Borno rasanya terlalu dipaksakan. Borno pun menganggap angpau itu adalah barang biasa. Lalu kenapa ia masih juga menyimpan angpau itu setelah waktu yang begitu lama. Ayolah, apa ada orang yang tetap menyimpan sebuah amplop?! Kecuali jika ia merasa barang sepele itu penting, menyimpan kenangan, atau diberikan oleh seseorang yang spesial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun