Mohon tunggu...
Abdul Khalid M
Abdul Khalid M Mohon Tunggu... Politisi - Sang Sufi

Hidup harus dimulai dengan doa serta diakhiri dengan rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kegagalan Penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia

1 Juli 2021   23:59 Diperbarui: 2 Juli 2021   00:07 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Lebih lanjut, kemunculan pandemi Covid-19 pada konteks global secara garis besar dalam realitasnya cenderung disinyalir telah mendorong kebangkitan pemerintahan otoritarian di sejumlah negara. 

Hal ini setidaknya merujuk pada kesimpulan dari sebuah surat yang digalang oleh Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) di Stockholm, Swedia yang melibatkan sebanyak 500 tokoh masyarakat bahwa kemunculan pandemi Covid-19 telah menyuburkan praktik otoriter di sejumlah negara (Ramadhan, 2020). 

Adapun, hal tersebut didasarkan pada reaksi sejumlah negara di Eropa, Asia, Amerika, hingga Afrika yang kemudian melakukan pembatasan terhadap hak-hak masyarakat sipil, seperti hak untuk berpergian, berkumpul dan menyampaikan pendapatnya (DW.com, 2020). 

Adanya pembatasan tersebut jika merujuk pada perspektif yang dikemukakan oleh Yuval Noah Harari justru semakin membuka potensi akan menguatnya praktik otoritarianisme manakala kemudian turut diiringi dengan kemajuan teknologi (Harari dkk, 2020). 

Alhasil, kondisi demikian yang kemudian juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi 500 tokoh yang tergabung dalam surat terbuka tersebut karena dianggap akan berpotensi memunculkan praktik otoritarianisme dalam masyarakatnya. 

Apalagi, kekhawatiran tersebut makin kentara di saat pemerintah di sejumlah negara yang dipilih secara demokratis kemudian mengaktifkan kekuasaan darurat yang cenderung abai terhadap hak asasi manusia karena berupaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap masyarakat secara sepihak (IDEA, 2020). Hal tersebut setidaknya dapat dilihat pada realitas yang berlaku di lebih dari 80 negara yang tercatat telah memberlakukan status darurat nasional selama mewabahnya pandemi Covid-19 sebagaimana diungkapkan oleh International Center for Non-Profit Law.     

Dalam realitasnya, kemunculan pandemi Covid-19 dalam konteks global cenderung telah mendorong munculnya wacana tatanan otoritarianisme dimana China kemudian dianggap sebagai pihak utama yang memiliki andil besar terhadapnya (Chang, 2020). 

Adanya kecenderungan otoritarianisme selama mewabahnya pandemi Covid-19 tersebut setidaknya ditandai dengan adanya dukungan terhadap konstitusi yang bersifat otokratis serta operasi otoritas yang sewenang-wenang. Hal itu dikarenakan kecenderungan otoritarianisme di tengah konteks pandemi Covid-19 kemudian dapat diidentifikasi melalui beberapa hal berikut. 

Pertama, merujuk pada kecenderungan dimana otoritarianisme lebih mengutamakan stabilitas ketimbang kebebasan individu. Pasalnya, untuk dapat mewujudkan stabilitas pada tatanan politik maka diperlukan sebuah jaminan terhadap keamanan publik. 

Hal itu dikarenakan otoritarianisme memiliki keyakinan bahwa stabilitas dalam tatanan politik merupakan sebuah elemen krusial bagi keamanan individu maupun kolektif terutama dalam kaitannya dengan keadaan darurat (Sonnen & Zangl, 2015). Selain itu, otoritarianisme juga memiliki keyakinan bahwa kegagalan otoritas politik akan dianggap sebagai akar dari kondisi anarkis dan kemudian akan menjadi ancaman serius bagi perdamaian dan keamanan (Hobbes, 2008). 

Kedua, terkait dengan kecenderungan dimana otoritarianisme mendukung dilakukannya sentralisasi atau konsentrasi kekuasaan pada otoritas Eksekutif dengan tujuan untuk menjaga stabilitas dalam tatanan politik, sehingga diharapkan juga dapat meningkatkan keamanan serta memastikan terwujudnya stabilitas dalam kehidupan masyarakat. Hal itu dikarenakan otoritarianisme menganggap bahwa tanggung jawab untuk mewujudkan stabilitas terletak pada otoritas pemerintah yang terpusat, sehingga pertukaran antara keamanan dan kebebasan individu harus dapat diseimbangkan kembali demi menjaga stabilitas yang ada (Cooley, 2015, hlm. 51).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun