Mohon tunggu...
Abdul Karim Fitrulloh
Abdul Karim Fitrulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Author: Abdul Karim Fitrulloh, Govinda Dwi Sandi, Muhammad Nur Ihsan, dan Muhammad Wahyudi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nabi Muhammad dan Kebijakan Jizyah/Pajak untuk Orang Kafir Dzimmi

24 November 2022   11:00 Diperbarui: 24 November 2022   11:53 2265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diutusnya Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul tidak hanya sekadar untuk menyampaikan risalah Allah kepada semua manusia saat itu. Namun, beliau juga berperan sebagai pemimpin atau amir untuk mengatur segala aspek kehidupan umatnya, termasuk mengatur aspek dibidang ekonomi. 

Banyak kebijakan-kebijakan ekonomi yang telah beliau keluarkan demi mencapai terwujudnya kejayaan Islam, salah satunya adalah kebijakan mengenai Jizyah.

Jizyah adalah pajak yang dikenakan pada kalangan non-muslim sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan oleh suatu Negara Islam pada mereka guna melindungi kehidupannya. 

Pada zaman Nabi Muhammad, jizyah dikenakan kepada orang-orang kafir dzimmi, yaitu orang non-muslim, baik dari kalangan Yahudi dan Nasrani, atau yang lain. 

Dengan membayar jizyah, orang-orang kafir dzimmi mendapatkan hak-hak dan jaminan dari Islam, yang mana hal tersebut tidak didapatkan oleh orang kafir harbi—seluruh orang musyrik dan Ahli kitab yang boleh diperangi atau semua orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang kaum Muslimin. Jaminan dan hak-hak tersebut yaitu;

1. Orang Kafir dzimmi dipersilahkan tinggal di daerah kekuasaannya orang-oramg Islam. Namun mereka tetap harus taat terhadap peraturan Islam.

2. Orang kafir dzimmi diberi keamanan oleh Islam. Orang-orang Islam dilarang membunuh, menyakiti dan mengambil harta mereka dengan semena-mena.

3. Orang-orang kafir dzimmi mendapatkan kebebasan berpendapat, berkerja, dan memeluk agama.

Pada masa Rasulullah SAW, kadar jizyah tidak ditentukan. Melainkan diambil sepantasnya atau berdasarkan perjanjian dan kerelaan yang bersangkutan. Jizyah pada umumnya dibayarkan dalam bentuk uang. Namun dapat juga diberikan dalam bentuk barang. Praktek semacam ini sudah pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri, misalnya perjanjian yang pernah dilakukan Rasulullah SAW dengan kaum Bani Najran. Dalam perjanjian ini ditetapkan bahwa jizyah yang dibayarkan oleh kaum ahl al-kitab Bani Najran setiap tahunnya adalah dengan bentuk 2000 potong pakaian yang disebut Hulal Al-Awaqi. Dengan ketentuan 1000 potong dibayar pada bulan Rajab dan 1000 potongnya pada bulan Syafar yang disertai satu ons perak pada setiap pembayarannya.

Penarikan pungutan jizyah dilaksanakan setiap tahun, baik pada awal maupun pada akhir tahun. Bisa secara tunai atau diangsur apabila ada alasan- alasan tertentu yang memungkinkan. Apabila ada jizyah yang belum dibayar, maka wajib dibayar pada tahun berikutnya, karena kewajiban membayar jizyah sama seperti halnya hutang yang harus dibayar. Maka kewajiban ini tidak menjadi gugur karena wafatnya ahl al-zimmah melainkan harus tetap diambilkan dari harta peninggalannya. Kewajiban ahl al-zimmah membayar jizyah akan berakhir apabila mereka telah memeluk islam.

Adapun hal-hal yang dapat merusak perjanjian zimmah tersebut adalah:

1. Menyebut nama Allah dengan cara yang tidak sesuai dengan besaran, kesucian, dan ketinggian Allah SWT. 

2. Melecehkan penyebutan kitab suci al-Quran. 

3. Melecehkan penyebutan agama Allah.

4. Menyebut Rasulullah SAW dengan cara yang tidak pantas.

5. Bersekutu untuk memerangi umat Islam.

6. Menzinahi perempuan muslimah.

7. Menyetubuhinya melalui pernikahan.

8 .Memfitnah seorang islam dari agamanya.

9. Merampok orang-orang islam.

10. Memberikan tempat kepada mata-mata 

musyrik.

11. Memberikan bantuan kepada orang-orang musyrik dengan cara mengirimkan berita tentang orang-orang islam yang menguntungkan pihak musuh Islam.

12. Membunuh orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan dengan sengaja.

Jizyah merupakan salah satu sumber keuangan dalam islam. Pemasukan dari pungutan jizyah akan masuk dalam kas negara (Bait al-Mal). Selain digunakan untuk kepentingan tentara islam juga digunakan untuk kepentingan pemerintahan dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakatnya maupun terhadap ahl al-zimmah yang menjadi tanggungannya. Kebijakan jizyah ini terus berlanjut, bahkan setelah Nabi Muhammad wafat, kebijakan ini terus dilanjutkan oleh pemimpin Islam selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun