Masuk berjubel dan berdesak-desakan, mau buang air kecil di Toilet isinya full penumpang, pintu keluar kereta api dipenuhi penumpang, skat penyambung satu gerbong dengan gerbong berikutnya juga penuh dengan penumpang adalah kondisi pertama kali saya naik Kereta Api
Inilah kesan dan pengalaman saya untuk pertama kalinya naik Kereta Api dari surabaya menuju solo, bersama sembilan orang teman yang tergabung dalam rombongan ziarah ke makam wali songo dari pulau Kalimantan
Acara ziarah ini sekaligus menghadiri acara haul cicit pengarang simtu dhuror (Maulid al Habsyi) ditempat pengajian habib Anis di Solo Jawa Tengah.
Pengalaman ini terjadi pada tahun 2000, setelah saya dan 8 teman lainnya lulus sekolah Madrasa Aliyah Swasta di Pondok Pesantren Darul Ilmi Banjarbaru Kalimantan Selatan
Kemudian saya kembali berulang naik Kereta Api tahun 2017, setelah tujuh belas tahun lebih tidak pernah naik modal transportasi panjang bak ular yang jika jalan terkesan meliuk-liuk bak ular sedang mencari mangsa
Ada ragam perbedaan, pembeda, keunikan dan suasanya yang hampir 180 drajat berubah dari dua masa berbeda yang pernah saya alami saat naik sebuah transportasi darat bernama Kereta Api
Naik Kereta Api Tahun 2000
Tahun 2000 adalah tahun dimana saya yang tinggal di Kalimantan, berani pergi ke luar pulau jawa (sebuah pulau) dari puluhan kepulauan yang indah dengan satwa dan fauna yang menarik serta dihuni beragam suku, adanya adat istiadat dan budaya yang menarik
Kesan pertama saat naik Kereta Api adalah kesemrawutan, brisik dan ketidak teraturan. Saat itu mudah kita melihat hilir mudik penjual asongan menawarkan jajananya mulai dari minuman mineral, minuman dingin, kopi bahkan sampai pecel juga ada, dimana proses mengulek dilakukan diantara gang kursi kereta penumpang
Jadi jika ada penumpang yang ingin memesan pecel, si bulek (sebutam wanita paruh baya suku jawa) yang berjualan dengan sigap menggelar lapaknya di jalan antara kursi sisi kanan dan sisi kiri kereta. Dengan cuek bulek mulai mengerjakan pecel yang dipesan penumpang