Saya rasa ini merupakan sebuah permainan yang memerlukan analisa yang kuat untuk mengetahui maksud dan tujuannya. Misalnya dalam kontestasi pemilu 2024.Â
Saya ingin mengajak kita melihat bagaimana proses terjadi. Kita awali dengan bagaimana isu-isu cawapres dan bacapres. Tentu ini tidak seperti yang kita bayangkan sebelumnya atau bahkan kita tidak percaya dengan apa yang terjadi.Â
Pradigma menjelang akhir-akhir pencalonan bacapres sungguh sangat jelas bahkan menimbulkan kontroversi yang sangat luar biasa. Dari sisi ini apakah kita masih bertanya soal nepotisme!. Saya rasa ini kejadian yang konkrit, mau tidak mau, suka tidak suka, intinya ini sudah berlalu. Bahkan ada yang menjadi aktor utama dalam permainan ini ada juga yang rela ambil bagian untuk disalahkan, sebanarnya sudah tahu bahwa apa yang dikerjakan itu salah. Sekali lagi saya katakan sifat oportunis ini sangat berbahya jika disandingkan dengan nefotisme.
Tentu tidak ada cara yang mudah untuk mengakhiri praktik nefotisme di Indonesia karena sudah hadir hampir setiap lini kehidupan, terlebihya dikalangan para penguasa. Oleh karena itu, masyarakat perlu tahu dampak dari perilaku nepotisme. Dilemanya pada saat yang sama, pemerintah juga sebaliknya membuat peraturan yang dapat mencegah praktik nepotisme berlangsung di Indonesia.
Oleh: Abdul Jolai, Anggota Biasa PMKRI Cabang Yogyakarta, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pemerintahan TPMD-APMD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H