Mohon tunggu...
Abdul Jolai
Abdul Jolai Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Reinkarnasi Nepotisme Era Reformasi

24 Januari 2024   23:09 Diperbarui: 25 Januari 2024   02:43 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalau apakah tujuan itu sudah dilakukan oleh pemerintah era reformasi?

Saya rasa masih ada kejanggalan-kejanggalan yang dipraktekan pemerintah dalam meduduki sebagai posisi pemerintah publik.

Kita sudah banyak bicara tentang runtuhnya orde lama, orde baru hingga lahirnya reformasi, tapi tidak kalah pentingnya kita melihat jalannya pemerintahan era reformasi hingga sekarang. Apakah masih ada praktek Nepotisme?

Pengamat politik, Ikrar Nusa Bhakti menganggap nepotisme kembali hadir di era reformasi. Padahal, kata dia, upaya menghilangkan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) pernah dilakukan ketika meruntuhkan orde baru. Hal itu Ikrar sampaikan dalam acara panggung rakyat yang digelar ASDI di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (9/12/2023).

"Padahal kita tahu pemerintahan yang lalu di era Orde Baru itu kita melakukan demonstrasi menggoyang pemerintahan Pak Harto yang intinya adalah meniadakan korupsi, kolusi dan nepotisme dan ternyata 25 tahun kemudian setelah reformasi, itu nepotisme kembali ada," ujar Ikrar.

Saya tidak membenarkan pernyataan yang sudah benar, tetapi paling tidaknya kita bisa melihat realita yang terjadi, apakah ungkapan tersebuat benar adanya ataukah bohong belaka?

Dengan hadirnya pesta demokrasi di Indonesia yang diselenggarakan dalam lima tahun sekali, banyak mencuri perhatian banyak orang, Terutama mereka yang berasal dari keluarga berada. Entah itu dari segi ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Dalam hal ini mereka berlomba-lomba, katanya "partisipasi" untuk memeriahkan pesta demokrasi.

Paham semacam ini yang kemudian memicu pola oportunis yang melihat peluang dan kekuasaan sebagai ajang terhormat untuk dijadikan ontologis kepemimpinan. Sehingga fototropisme yang terjadi bukan secara alami, Atau bisa kita katakan wujud frematur.

Ini menjadi fenomena yang sangat menimbulkan perbantahan, Hampir disela-sela kesibukan aktivitas manusia, selalu ada pertanyaan "kok bisa ya?, emang boleh segampang itu?, enak ya punya ordal?".

Seolah-olah pikiran kita didogmatis oleh prasangka-prasangka buruk tentang mereka yang punya wewenang dalam mengambil kebijakan, Kendati demikian itu benar terjadi.

Apa mungkin tidak ada sebab dan akibat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun