Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Madya Bapas Baubau
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Alhamdulillah....

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Urgensi Alternatif Penyelesaian Perkara Anak

13 Desember 2022   14:54 Diperbarui: 13 Desember 2022   15:09 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan yang bertujuan untuk mencapai keadilan bagi masyarakat. Pada dasarnya melalui sistem peradilan pidana inipun diharapkan adanya efek jera bagi pelaku dan adanya pemulihan dari berbagai hal yang negatif menjadi positif. Namun demikian, dalam pelaksanannya system peradilan pidana tersebut dapat menimbulkan beberapa hal yang nilai negatif. 

Beberapa kecenderungan yang dinilai negatif dalam sistem peradilan pidana tersebut diantaranya yaitu kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran terhadap negara, merespon kejahatan dengan hanya menindak pelakunya, model penanganan menekankan pada aspek retributif, hukuman tidak mempersoalkan bagaimana memulihkan kerugian korban, hanya bersifat merespon, perlakuan terhadap anak nyaris sama dengan pelaku dewasa, tidak memecahkan masalah residivisme anak, dan efek jera serta pemulihan sebagai tujuan peradilan pidana dapat dikatakan gagal.

kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran terhadap negara

  • Kejahatan dipandang sebagai suatu pelanggaran terhadap kebijakan/ peraturan yang dibuat oleh negara. Kewenangan penyelesaian masalah kejahatan didominasi oleh negara dan dianggap hanya menjadi kewenangan dan tanggung jawab negara saja yang diperankan oleh aparat penegak hukum. Korban dan masyarakat sebagai pihak yang langsung terdampak dari kejahatan tersebut tidak memiliki peran yang berarti dalam penyelesaian masalahnya. Kondisi seperti   itu, sesungguhnya dapat menjadi penghambat dalam mencapai tujuan sistem peradilan pidana.

merespon kejahatan dengan hanya menindak pelaku

  • Bila kita pelajari dan pahami lebih dalam tentang tujuan sistem peradilan pidana, maka sesungguhnya untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya penanganan masalah kejahatan secara menyeluruh dan lebih kompleks. Hanya dengan menindak pelakunya saja maka tujuan sistem peradilan pidana sangat sulit terwujud. Sementara itu, pada kenyataannya dalam sistem peradilan pidana lebih menekankan pada penindakan terhadap pelakunya saja. Penyelesaian masalah kejahatan dianggap telah berhasil ketika pelaku kejahatan sudah ditindak.

model penanganan menekankan pada aspek retributif

  • Aspek retributif adalah suatu aspek yang menekan penyelesaian masalah kejahatan dengan memberikan hukuman kepada pelakunya. Hanya dengan menjatuhkan hukuman, maka hal tersebut sudah dianggap sebagai sesuatu yang adil dan dapat menyelesaikan masalah kejahatan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa siapa melanggar ketentuan apa dan dihukum sesuai ketentuan yang diatur dalam ketentuan tersebut, maka masalah dianggap sudah selesai. Hal yang sesungguhnya harus dipahami adalah penyelesaian masalah kejahatan dan pencapaian tujuan sistem peradilan pidana tidak akan tercapai hanya dengan penjatuhan hukuman.

hukuman tidak mempersoalkan bagaimana memulihkan kerugian korban 

  • Penjatuhan hukuman terhadap pelaku kejahatan sebagaimana yang berlaku dalam sistem peradilan pidana, hal tersebut belum tentu sesuai dengan harapan korban dan dapat memulihkan kerugian korban.

hanya bersifat merespon

  • Sistem peradilan pidana tidak dapat berinisiatif melakukan tindakan yang bersifat pencegahan terhadap terjadinya kejahata. Sistem peradilan pidana akan mulai bertindak ketika kejahatan tersebut telah dilakukan. Pada sisi lain, upaya pencegahan merupakan hal yang penting dilakukan sebagai upaya menaggulangi masalah kejahatan.

tidak memecahkan masalah residivisme anak

  • Tidak adanya pengulangan tindak pidana merupakan salah satu harapan dicapai oleh system peradilan pidana. Pada kenyataannya sampai dengan saat ini masih terjadi adanya anak yang pengulangan tindak pidana. Hal tersebut menjadi salah satu indikator bahwa sistem peradilan pidana tidak menjamin tidak terjadinya pengulangan tindak pidana oleh anak yang pernah menjalani hukuman melalui proses peradilan pidana.

perlakuan terhadap anak nyaris sama dengan pelaku dewasa

  • Tindak pidana tidak terbatas dilakukan oleh orang dewasa saja. Merupakan suatu fakta bahwa tindak pidanapun dilakukan oleh mereka yang masih berstatus sebagai anak. Ketika seorang anak melakukan tindak pidana, maka terbuka peluang tindak pidana tersesebut tersebut diselesaikan melalui sistem peradilan pidana. Dalam beberapa hal pada sejumlah kasus, perlakuan terhadap anak nyaris sama dengan pelaku dewasa.

efek jera serta pemulihan sebagai tujuan peradilan pidana dapat dikatakan gagal

  • Terjadinya pengulangan tindak pidana menunjukan bahwa pelaku tidak menjadi jera dan pemulihan yang diharapkan tidak terwujud. Dengan demikian, sistem peradilan pidana telah gagal dalam menjerakan dan memulihklan pelaku.

dampak pemenjaraan terhadap Anak

  • Pada saat ini pelaku tindak pidana tidaklah terbatas dilakukan oleh orang dewasa. Sejumlah kasus pada saat ini dilakukan pula oleh mereka yang masih berstatus anak. Sekalipun pelaku tindak pidana tersebut berstatus anak, tetap saja mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Satu hal penting yang harus diperhatikan terkait dengan pertanggungjawaban anak katas tindak pidana yang dilakukannya adalah harus menghindarkan anak darim pemenjaraan. Pemenjaraan terhadap anak harus benar-benar dijadikan sebagai alternatif terakhir. Hal tersebut perlu dilakukan karena pemenjaraan terhadap anak akan mengakibatkan dampak yang tidak baik bagi anak tersebut. Dampak pemenjaraan terhadap anak yang dapat ditimbulkan yaitu merasa diperlakukan tidak adil, pengalaman buruk dari sesama narapidana, adanya perlakuan dari aparat penegak hukum di luar batas kewajaran, penjara bukan tempat yang menyenangkan dan ketidakberdayaan setelah keluar, proses belajar kriminal, dan stigma masyarakat.

merasa diperlakukan tidak adil

  • Seringkali anak merasa diperlakukan tidak adil ketika harus mempertang- gungjawabkan perbuatannya secara hukum. Pada beberapa kasus anak melihat perbuatan yang sama dilakukan pula oleh orang lain, namun orang lain tersebut tidak diproses hukum. Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, anak menilai bahwa kesalahan yang dilakukannya tidak harus sampai diproses hukum.

pengalaman buruk dari sesama narapidana

  • Pemenjaraan terhadap anak sebagai konsekwensi atas hukuman yang dijatuhkan kepadanya, tidak selamanya anak tersebut ditempatkan pada Lembaga khusus untuk anak. Sering kali pemenjaraan terhadap anak tersebut disatukan dengan orang dewasa. Pada saat disatukan dengan orang dewasa itulah muncul risiko-risiko terjadinya pengalaman buruk yang dirasakan oleh anak. Dari berbagai sisi anak merupakan individu yang lebih lemah dari pada orang dewasa sehingga berisiko menjadi objek perlakuan buruk oleh orang dewasa. Perlakuan buruk yang dialami oleh anak diantaranya yaitu terjadinya kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, menjadi "pesuruh", dan lain-lain.

perlakuan penegak hukum di luar batas kewajaran

  • Pemenjaraan terhadap anak membuka peluang terjadinya perlakuan  di luar batas kewajaran yang dirasakan oleh anak. Kata-kata kasar, bentakan, dan hinaan merupakan bentuk perlakuan tidak wajar yang biasanya dirasakan anak. Sebenarnya, apapun status anak, anak berhak mendapatkan perlakuan yang baik dan wajar.

penjara bukan tempat yang menyenangkan dan ketidakberdayaan setelah keluar

  • Apapun statusnya, anak semestinya tetap memperoleh haknya ditempatkan pada tempat yang baik dan dapat memenuhi hak dan kebutuhannya. Pada saat ini kondisi tempat pemenjaraan terhadap anak belum ideal untuk dapat memenuhi hak dan kebutuhan anak. Hal tersebut merupakan kondisi yang tidak menyenangkan bagi anak. Kondisi tersebut pun menyebabkan anak mengalami ketidak berdayaan setelah keluar dari proses pemenjaraan.

proses belajar kriminal

  • Pemenjaraan terhadap anak membuka peluang terjadinya proses "belajar criminal", terutama ketika penempatan anak disatukan dengan pelaku dewasa. Anak sebagai individu dengan karakteristik yang memiliki banyak kelemahan sangat mudah diintimidasi dan dipengaruhi hal negatif yang dilakukan oleh pelaku dewasa.

stigma masyarakat

  • Masyarakat akan mudah memberikan cap/label tidak baik bahkan jahat terhadap anak yang pernah menjalani pemenjaraan. Cap/label jahat ini tidaklah mudah untuk dihilangkan dari diri anak. Hal tersebut menjadi factor penghambat bagi si anak untuk berusaha menjadi individu yang lebih baik di masa depan.

kebutuhan  anak  dalam proses hukum

  • Hukum merupakan ketentuan/peraturan yang wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat tanpa kecuali. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh setiap anggota masyarakat harus dipertanggungjawabkannya melalui proses hukum yang berlaku. Anak bukanlah sosok yang kebal terhadap hukum. Dengan demikian ketika ada anak yang melakukan suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan, maka anak tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Proses hukum terhadap anak harus memperhatikan karakteristik dan tetap menjaga masa depannya agar menjadi lebih baik. Oleh karena itu, terdapat beberapa kebutuhan anak yang harus dipenuhi ketika anak berada di dalam proses hukum. Kebutuhan-kebutuhan anak tersebut yaitu :

tidak boleh ada kekerasan

Kekerasan fisik maupun psikis tidak boleh menjadi bagian dari proses hukum terhadap anak. Tindak kekerasan dalam proses hukum dinilai sebagai suatu pelanggaran. Selain itu, kekerasan yang dialami oleh anak dapat mengganggu perkembangan anak.

perlu pendampingan

Pendampingan terhadap anak selama dalam proses hukum merupakan hal yang sangat penting dilakukan. Hal tersebut agar dapat membantu anak dalam memperoleh hak dan pemenuhan kebutuhannya.

diperlakukan secara adil

Tidak boleh ada perbedaan perlakuan yang diterima anak dengan yang lainnya. Proses hukum terhadap anak dilakukan secara adil dengan tidak memandang latar belakang pendidikan, suku, agama, ekonomi dan status sosial lainnya. Hukuman yang diberikan mesti berdasarkan berat atau ringannya kejahatan yang dilakukan anak.

penyelesaian secara musyawarah untuk masalah yang ringan

Terhadap masalah yang dinilai ringan, patut dipertimbangkan untuk diselesaikan melalui musyawarah. Melalui musyawarah diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah dan meminimalisir dampak negatif yang dirasakan mungkin terjadi terhadap anak.

bantuan pada saat keluar setelah selesai menjalani pidana penjara 

Selesai menjalani pidana penjara tidak berarti selesai pula permasalahan anak. Permasalahan baru mungkin saja muncul pada saat selesai menjalani pidana penjara. Permasalahan yang mungkin dihadapi anak dapat berupa penolakan dari keluarga maupun masyarakat. Penolakan dari keluarga maupun masyarakat tersebut dapat berdampak pada kesulitan anak untuk pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosialnya. Hal tersebut merupakan suatu kondisi dimana memerlukan bantuan setelah menjalani pidana penjara.

memisahkan anak dari tahanan/narapidana dewasa

Pemisahan anak dari tahanan/narapidana dewasa merupakan suatu kebutuhan bagi anak. Pemisahan tersebut sebagai upaya mencegah dampak negatif yang dapat terjadi terhadap anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun