Bismillah
Maritim memberi kesan kata yang sangat keren, berwibawa dan suber kejayaan dan kekayaan bagi peradaban manusia, sayangnya nelayan yang notabene adalah komunitas terbesar dan berperan paling penting pada kata "Maritim", selain peran yang sangat penting, nelayan juga memberikan kontribusi yang sangat strategis bagi suplai pangan negara, penerimaan devisa negara dan garda terdepan kedaulatan laut negara Republik Indonesia.Â
Destruktif fishing dan Maritim Destroyer sebagai kejahatan luar luar biasa dan pelanggaran hak kemanusiaan atas hak anak cucu dimasa depan selalu saja mengorbankan para nelayan, bukan hanya mengorbankan uang dan harta karena dijadikan sapi perah para penjahat, bahkan tak jarang mengorbankan nyawa demi terlepas dari jeratan para penjahat yang tak pernah puas meneguk asinnya air laut kehidupan nelayan.Â
Pelajaran sosiologi mengajarkan bahwa kelas masyarakat terbawah adalah kelas yang paling patuh dan mudah diatur. Lalu kenapa destruktif fishing dan maritim destroyer tetap berlangsung berpuluh-puluh tahun tanpa bisa dihentikan?Â
Fakta dan jawaban sederhananya adalah ada pembiaran setidaknya ketidak seriusan alat dan kaki tangan negara yang diberikan tanggungjawab mengurus persoalan ini .
Pada terminologi "alat dan kaki tangan negara" tentu saja terkait dengan semua unsur pemerintahan mulai dari level teratas di pusat sampai ke level terbawah di rukun tetangga pada organisasi pemerintahan.
Sangat sederhana penyelesaiannya jika governance engineering melalui leader dan para komando secara serius memberikan instruksi. "zero illegal fishing" dengan sanksi jika gagal melaksanakan, plus reward jika sukses melaksanakan.Â
Sesederhana itu saja. Sesederhana niat suci yang sungguh-sungguh dan takut akan dosa abadi bagi anak cucu dari alat dan kaki tangan negara kita.Â
Pembiaran "pungli terselubung " menjadi filosofi dari sistem kejahatan terstruktur dan berkesinambungan ini.Â
Kehadiran Kantor Taman Nasional Takabonerate dibawah naungan Kementerian LH sebagai panglima di kawasan Takabonerate sudah waktunya untuk menunjukkan peran strategisnya atau penting untuk dievaluasi keberadaannya:
1. Tidak memberikan kontribusi signifikan atas destruktif fishing.Â
2. Kontribusi pendapatan atas retribusi masuk ke kawasan TNTB sejauh ini kami belum tau bagi hasilnya, sebagaimana di Kawasan Taman Nasional Bantimurung, ke pusat 30% dan 70% ke Pemda Selayar.
3. Atau sudah waktunya kita menggugat pengelolaan TNTB untuk tidak lagi di KLH tapi di kembalikan ke KKP, sebab logisnya urusan laut tak semestinya diurus oleh instansi darat.
Wallahu A'lam...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H