Mohon tunggu...
Moh Abdul Basyith
Moh Abdul Basyith Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Uin Raden Mas Said Surakarta

Musik, Olahraga, Membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Max Weber dan HLA Hart, Sumbangsih Pemikiran terhadap Ilmu Hukum dan Relevansinya dalam Perkembangan Hukum di Indonsia

31 Oktober 2024   06:33 Diperbarui: 31 Oktober 2024   06:33 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Max Weber dan H.L.A. Hart adalah dua tokoh terkemuka dalam kajian hukum, meskipun mereka berasal dari latar belakang disiplin yang berbeda. Weber, seorang sosiolog Jerman, terkenal dengan teorinya tentang rasionalisasi dalam masyarakat dan pengaruhnya terhadap berbagai aspek sosial, termasuk hukum. 

Sementara itu, H.L.A. Hart adalah seorang filsuf hukum Inggris yang dikenal dengan pendekatan analitisnya terhadap konsep hukum. Meskipun berangkat dari premis yang berbeda, kedua pemikir ini memberikan kontribusi besar dalam memahami hukum dalam konteks sosial dan moral. 

Max Weber (1864-1920)

Max Weber adalah seorang sosiolog, filsuf, dan ekonom politik Jerman yang karya-karyanya sangat berpengaruh dalam perkembangan sosiologi modern. Lahir di Erfurt, Jerman, Weber menempuh pendidikan di Universitas Heidelberg dan Berlin, dengan fokus pada hukum, ekonomi, dan sejarah. Salah satu kontribusinya yang paling terkenal adalah analisisnya tentang hubungan antara agama, khususnya Protestanisme, dan perkembangan kapitalisme. 

Dalam karya terkenalnya, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, ia menunjukkan bagaimana nilai-nilai agama mempengaruhi perilaku ekonomi dan struktur sosial. Di bidang hukum, Weber menekankan konsep rasionalisasi hukum, yaitu bagaimana hukum berkembang dari sistem tradisional menuju sistem yang lebih rasional dan birokratis.

Herbert Lionel Adolphus (H.L.A.) Hart (1907-1992)

H.L.A. Hart adalah seorang filsuf hukum Inggris yang lahir di Harrogate, Inggris. Ia menempuh pendidikan di New College, Oxford, dan sempat menjadi pengacara sebelum terjun ke dunia akademik. Karya Hart yang paling berpengaruh adalah The Concept of Law (1961), yang memperkenalkan pendekatan positivisme hukum modern. 

Hart memberikan pandangan baru tentang hukum sebagai sistem aturan, di mana hukum tidak hanya terdiri dari aturan primer (yang mengatur perilaku) tetapi juga aturan sekunder (yang mengatur cara aturan primer dibuat, diubah, dan ditegakkan). Hart juga terkenal dalam perdebatan dengan Ronald Dworkin mengenai apakah hukum dapat dipisahkan dari moralitas.

Pokok Pemikiran

Max Weber: Rasionalisasi dan Hukum Modern
Weber memandang hukum sebagai salah satu aspek dari proses rasionalisasi yang lebih luas dalam masyarakat. Dalam pandangan Weber, hukum modern berbeda dari hukum tradisional karena hukum modern bersifat formal, tertulis, dan berlandaskan pada aturan yang diterapkan secara umum. 

Weber membedakan antara empat tipe hukum: hukum kharismatik, hukum tradisional, hukum substantif rasional, dan hukum formal rasional. Hukum formal rasional, menurut Weber, adalah karakteristik dari masyarakat modern karena mengandalkan sistem aturan yang logis dan sistematis. Proses birokratisasi juga merupakan bagian dari rasionalisasi hukum, di mana otoritas dalam pembuatan dan penegakan hukum diatur melalui prosedur yang jelas.

H.L.A. Hart: Aturan dan Konsep Hukum
Hart menolak pandangan Austin tentang hukum sebagai perintah dari penguasa yang dipaksakan dengan ancaman sanksi. Sebaliknya, Hart memperkenalkan konsep bahwa hukum terdiri dari aturan primer dan sekunder. Aturan primer mengatur tindakan masyarakat, sementara aturan sekunder adalah aturan yang mengatur bagaimana aturan primer dibuat, diterapkan, dan diubah. 

Hart juga memperkenalkan konsep rule of recognition, aturan yang diakui sebagai standar validitas hukum dalam suatu masyarakat. Salah satu poin penting dalam pemikiran Hart adalah bahwa hukum harus dipahami dalam konteks sosialnya, tetapi ia tetap berpegang pada pandangan positivisme hukum, yaitu bahwa hukum dapat dipisahkan dari moralitas.

Mengenai Pemikiran Weber dan Hart

Pemikiran Max Weber tentang rasionalisasi hukum sangat relevan dalam memahami perkembangan masyarakat modern, terutama dalam konteks birokratisasi hukum. Ide Weber tentang bagaimana hukum menjadi lebih rasional, formal, dan terlembaga membantu kita memahami sistem hukum yang berlaku di negara-negara modern, termasuk Indonesia. 

Sementara itu, pandangan Hart tentang hukum sebagai sistem aturan memberikan kerangka analitis yang kuat dalam memahami hukum bukan hanya sebagai aturan paksaan, tetapi sebagai suatu sistem yang lebih kompleks yang terdiri dari aturan yang membimbing bagaimana hukum dibuat dan diubah.

Saya melihat bahwa pemikiran kedua tokoh ini saling melengkapi. Weber menawarkan pandangan makro tentang evolusi hukum dalam masyarakat modern, sementara Hart memberikan analisis mikro tentang bagaimana hukum bekerja di dalam sistem aturan. 

Kedua pandangan ini sangat berguna untuk menganalisis bagaimana hukum bekerja dalam konteks yang lebih luas sekaligus dalam konteks struktural yang lebih spesifik.

Aplikasi Pemikiran Weber dan Hart dalam Perkembangan Hukum di Indonesia

Weber dan Birokratisasi Hukum di Indonesia

Sistem hukum Indonesia, yang terus berkembang dari tradisi hukum adat menuju sistem hukum modern, dapat dipahami melalui lensa Weber tentang rasionalisasi hukum. Perkembangan ini terlihat dalam upaya reformasi hukum yang dilakukan pemerintah, seperti pembentukan Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi, dan pengembangan sistem peradilan yang lebih profesional dan birokratis. 

Dalam konteks Indonesia, rasionalisasi hukum Weber tercermin dalam upaya untuk menjadikan hukum lebih transparan, terlembaga, dan berdasarkan prosedur yang jelas, meskipun tantangan tetap ada dalam hal korupsi dan penegakan hukum yang tidak merata.

Hart dan Sistem Hukum Indonesia

Konsep Hart tentang rule of recognition juga relevan dalam konteks Indonesia. Rule of recognition di Indonesia mencakup konstitusi sebagai hukum tertinggi yang menjadi dasar pembentukan peraturan perundang-undangan. Perdebatan tentang apakah hukum harus sesuai dengan moralitas sering muncul dalam konteks hukum di Indonesia, seperti dalam kasus-kasus terkait hak asasi manusia dan kebebasan beragama. 

Pemikiran Hart dapat membantu kita memahami perdebatan ini dengan melihat bagaimana hukum di Indonesia diatur oleh aturan sekunder, seperti pengadilan konstitusi, yang bertugas menafsirkan hukum berdasarkan prinsip-prinsip yang diakui dalam konstitusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun