Mohon tunggu...
Abdul Azzam Ajhari
Abdul Azzam Ajhari Mohon Tunggu... Ilmuwan - Manggala Informatika pada Badan Siber dan Sandi Negara

Abdul Azzam Ajhari atau biasa dipanggil Azzam berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan pekerjaan sebagai Manggala Informatika di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Berkecimpung dan menekuni dunia penelitian sejak tahun 2019 yang menghasilkan beberapa karya penelitian serta Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Artificial Intelligence, Machine Learning, dan Deep Learning di bidang keamanan siber yang dapat diakses pada link berikut https://linktr.ee/abdulazzamajhari

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Apakah Bisa Menerapkan UU AI Uni Eropa di Indonesia?

14 Desember 2023   07:41 Diperbarui: 27 Desember 2023   08:37 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Microsoft Image Creator

Undang-Undang Kecerdasan Buatan (AI) Uni Eropa, yang diadopsi pada tahun 2023, mencakup beberapa aspek penting dalam regulasi penggunaan AI. Berikut ini adalah poin-poin utama dari UU AI Uni Eropa: 

1. Klasifikasi Berdasarkan Risiko: Sistem AI diklasifikasikan berdasarkan tingkat risiko mereka, mulai dari risiko rendah hingga tinggi. Hal ini membantu dalam menentukan level pengawasan dan regulasi yang diperlukan untuk setiap jenis sistem AI.

2. Evaluasi dan Penilaian Sistem AI Berisiko Tinggi: Sistem AI yang dikategorikan sebagai berisiko tinggi harus menjalani evaluasi ketat sebelum diluncurkan ke pasar. Proses ini mencakup peninjauan komprehensif dari segi keamanan, privasi, dan dampak sosial. 

3. Transparansi dan Akuntabilitas: Undang-undang ini menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan AI. Perusahaan harus mengungkapkan jika mereka menggunakan AI dan memberikan informasi tentang bagaimana sistem tersebut bekerja, terutama jika berkaitan dengan AI generatif seperti ChatGPT. 

4. Perlindungan Data dan Privasi: UU AI Uni Eropa sejalan dengan General Data Protection Regulation (GDPR) dan menekankan pada perlindungan data dan privasi pengguna. Ini termasuk pembatasan penggunaan pengenalan wajah dan teknologi biometrik lainnya. 

5. Larangan Penggunaan Tertentu: Ada larangan terhadap penggunaan AI tertentu yang dianggap berbahaya atau tidak etis, seperti sistem yang bisa memanipulasi perilaku manusia. 

6. Pengaturan Hak Cipta: Regulasi juga mengatasi isu hak cipta terkait konten yang dihasilkan oleh AI, memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hak cipta dalam konten yang dihasilkan oleh AI. 

7. Pembentukan Lembaga Pengawasan: UU AI Uni Eropa mendorong pembentukan lembaga pengawasan di tingkat nasional dan Eropa untuk memantau penerapan dan kepatuhan terhadap regulasi AI. 

8. Koordinasi Internasional: Regulasi ini juga membuka jalan bagi kerjasama dan koordinasi internasional dalam pengaturan AI, dengan tujuan untuk menciptakan standar global yang seragam. 

9. Pendorong Inovasi: Meskipun ketat, regulasi ini dirancang untuk tidak menghambat inovasi, memberikan ruang bagi perusahaan untuk bereksperimen dan mengembangkan teknologi AI baru dalam batas-batas yang aman dan etis. 

Undang-undang ini merupakan langkah besar dalam upaya regulasi AI dan menjadi contoh bagi negara lain, termasuk Indonesia, dalam menetapkan kerangka hukum mereka sendiri untuk AI.  Lalu apa yang bisa Indonesia lakukan kedepannya?

Berikut adalah opini saya mengenai regulasi AI yang dapat diterapkan di Indonesia

1. Pendekatan Berbasis Risiko: UU AI Uni Eropa mengklasifikasikan sistem AI berdasarkan tingkat risiko mereka, dari rendah hingga tidak dapat diterima. Ini menekankan pada perlunya mengevaluasi AI sebelum memasuki pasar dan sepanjang siklus hidupnya, yang bisa menjadi referensi bagi Indonesia dalam memperbaharui UU ITE dan UU PDP.

2. Evaluasi Sistem AI Berisiko Tinggi: Semua sistem AI yang dianggap berisiko tinggi harus dievaluasi sebelum dipasarkan. Hal ini mencakup sistem AI yang digunakan dalam produk keamanan (seperti mainan, penerbangan, mobil, peralatan medis) dan dalam delapan area spesifik yang termasuk identifikasi biometrik, manajemen infrastruktur kritikal, pendidikan, ketenagakerjaan, penegakan hukum, dan lain-lain. Pendekatan ini bisa diadopsi dalam UU PDP Indonesia untuk meningkatkan keamanan dan privasi data.

3. Transparansi AI Generatif: AI generatif seperti ChatGPT harus mematuhi persyaratan transparansi, termasuk mengungkapkan bahwa konten dihasilkan oleh AI dan memastikan konten tersebut tidak melanggar hak cipta. Ini relevan dengan regulasi hak cipta dan perlindungan konsumen di Indonesia.

4. Kontrol dan Proses Industri: UU AI Uni Eropa juga mengakui pentingnya memberikan ruang bagi industri AI untuk berkembang tanpa terlalu banyak pembatasan regulatif. Hal ini penting bagi Indonesia untuk mempertimbangkan keseimbangan antara regulasi dan inovasi dalam industri AI.

5. Koordinasi dan Kolaborasi Tingkat Internasional: Dibentuknya kantor khusus AI untuk koordinasi di tingkat Internasional bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk membentuk lembaga serupa yang berfokus pada AI, memastikan koordinasi antar sektor dan pemerintah dapat terlaksana dengan baik.

 

Implementasi aspek-aspek ini dalam konteks Indonesia akan memerlukan penyesuaian dengan UU ITE, UU PDP, dan Perpres IIV untuk memastikan bahwa regulasi AI di Indonesia sejalan dengan standar global, sambil juga mendorong inovasi dan perlindungan hak asasi manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun